unescoworldheritagesites.com

Franz Magnis Suseno dan Para Akademisi: Setelah Putusan DKPP, KPU Harus Bertanggung Jawab - News

Diskusi Publik, Menyoal Langkah Mitigasi KPU Cegah Delegitimasi Hasil Pilpres 2024 (Ist)

: Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan KPU melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai Cawapres pada Pilpres 2024 berpotensi mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terhadap Penyelenggara Pemilu dan menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Penggugat, Sunandiantoro, S.H.,M.H. menyikapi hasil keputusan DKPP dalam acara diskusi publik bertema "Menyoal Langkah Mitigasi KPU Cegah Delegitimasi Hasil Pilpres 2024", Rabu (7/2/2024), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

"Pelanggaran etik ya pelanggaran hukum, tidak dapat dipisahkan. Jika kita baca Keputusan DKPP terlahir berdasarkan banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KPU pada saat memproses pendaftaran Gibran, putusan tersebut dapat memicu konflik horizontal di masyarakat serta menghilangkan kepercayaan publik" ujar Sunandiantoro.

Baca Juga: Bawaslu Kota Bekasi Tertibkan APK pada 11 Februari 2024

Menurut Sunandiantoro, untuk menghindari hilangnya kepercayaan rakyat Indonesia kepada KPU dan menghindari komisioner KPU dari tindak pidana pemberian keterangan palsu serta menghindari delegitimasi hasil Pilpres 2024, juga menghindari konflik horizontal di masyarakat, maka atas dasar keputusan DKPP seharusnya KPU segera melakukan perbaikan surat keputusan penetapan calon presiden dan wakil presiden dengan cara merubah dan mendiskualifikasi Paslon Prabowo-Gibran karena mengakibatkan delegitimasi Pilpres 2024.

"Oleh karena itu perlu ada gerakan mendorong dan mendesak KPU segera melakukan perbaikan keputusan tata usaha negara yang dibuatnya sendiri jika memang KPU beritikad baik menjaga bangsa dan negara ini, khususnya keselamatan rakyat. Tidak menutup kemungkinan antar pendukung paslon terjadi konflik akibat delegitimasi hasil pilpres. Oleh karena itu KPU harus bertanggungjawab, jangan menunggu adanya upaya hukum di lembaga peradilan.” ujarnya.

Direktur Presisi, DR. Demas Brian W, SH, MH berpendapat bahwa keputusan KPU masih bisa berubah karena bagian dari keputusan tata usaha negara. Untuk merubahnya, kata Demas, ada dua cara yaitu adanya itikad baik dari lembaga negara itu sendiri dan melalui proses peradilan.

Baca Juga: Putusan MKMK Bisa Jadi Amunisi Politik Bagi DPR RI Mengimpeachment Presiden Jokowi

"Tentunya kita menginginkan KPU memiliki itikad baik setelah diberi peringatan oleh DKPP yaitu dengan memperbaiki keputusan yang telah dinyatakan cacat etik oleh DKPP," jelas Demas.

Turut hadir juga Romo Franz Magnis Suseno yang mengingatkan bahwa etika itu menjadi tolak ukur pembeda antara manusia dengan hewan, jadi jangan sampai negara ini dipimpin oleh orang yang tidak menjunjung tinggi etika.

“Etika itu menjadi tolok ukur pembeda antara manusia dengan hewan. Untuk itu jangan sampai negara ini dipimpin oleh orang yang membuang etika di tempat sampah.” Ucapnya

Pemateri diskusi lainnya, DR. Maruarar Siahaan, SH, MH mengakui bahwa kondisi saat ini menunjukkan sistem hukum dan peradilan di Indonesia susah dipercaya. Menurutnya, pemerintahan sekarang terlalu berfokus pada pembangunan infrastruktur, namun lupa dengan sistem hukum dan peradilan yang ada.

"Kondisi ini tentunya menuntut kesadaran kita sebagai bangsa untuk memperbaikinya," imbuhnya.

Sementara itu, pembicara diskusi lainnya DR. Charles Simabura, SH, MH menuturkan bahwa pemberian Peringatan Keras Terakhir yang berulang dari DKPP menunjukkan tidak tegasnya DKPP sebagai lembaga negara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat