SORONG: Investasi Minyak dan Gas (Migas) terhadang sengekata tanah dua kampung di Salawati Tangah. Rumitnya masalah ini, membutuhkan penanganan atau intervensi langsung Bupati Sorong, Dr. Johny Kamuru dan bawahannya, yang berwenang untuk menyelesaikan masalah kepemilikan lahan tersebut.
Betapa tidak, persoalan lahan (tanah ) di Pemboran Migas di Salawati Tengah Kabupaten Sorong itu kian rumit. Bahkan salah satu marga dari dua kampung itu mengajukan sengketa tanah tersebut ke Pengadilan Negeri Sorong.
Persoalan itu terkuak dari pengakuan Kepala Distrik Salawati Tengah, Naomi Ormak, bahwa masalah pemboran Migas di Alfa 9, sebenarnya bukan penolakan investasi . Tapi, lebih kepada sengketa kepemilikan lahan/tanah ( Alfa 9) tersebut.
Menurut Kadistrik Naomi Ormak, ia ditugaskan oleh bupati dan Pemda kabupaten Sorong untuk berkoordinasi dengan pemilik lahan dua kampung tersebut. Maksudnya, agar warga pemilik lahan itu, mengizinkan beroperasinya investor dalam hal ini Pertamina .
Penyelesaian ini terkendala terus meski Kadistrik, Naomi berulangkali mengadakan pendekatan kepada kedua marga yang bersengketa tersebut.
Sejumlah warga kabupaten Sorong, menyayangkan lambatnya penyelesaian sengketa lahan itu karena ujung-ujungnya berdampak pada penghasilan atau pendapatan warga juga.
“Sebagai warga asli Sorong, saya menyayangkan penyelesaian kasus-kasus sengketa tanah seperti yang terjadi di Salawati Tengah tersebut. Kan sebelum ini sudah ada pemanfaatan bersama hasil Migas di lahan-lahan setempat, tak dipersoalkan, kenapa sekarang jadi masalah lagi,”kata Ordok, salah satu warga asli Sorong.
Menurut Ordok, kedatangan pak bupati di dua kampung bersengketa di Distrik Salawati Tangah, Kabupaten Sorong, tersebut sekaligus kunjungan kerja ( Kunker). Dengan kedatangan langsung Bupati Johny Kamuru ke kampung Duriankari dan kampung Mayau, masyarakat merasa dihargai.
“Pengalaman seperti di Klamono, warga memblokir jalan Pertamina dalam beberapa waktu sehingga bupati dan gubernur turun tangan. Buktinya, masalah selesai, maksudnya produksi pertamina aktif kembali dengan sejumlah tuntutan yang disampaikan pemilik ulayat,”katanya.
Apalagi sesuai laporan SKK Migas bahwa investasi yang masuk di Papua Barat diupayakan 40 juta dolar AS untuk tahun 2021 ini.
Karena itu, seharusnya semua stakeholders berjibaku untuk menyelesaikan masalah di Salawati Tengah tersebut. Meski ada pihak mau menyelesaikan lewat pengadilan dan ada pula yang ingin penyelesaian adat.
Menurut saya upaya penyelesaian melalui kepala distrik mewakili bupati dan pemerintah daerah sudah bagus. Namun lebih mantap dan berbobot nilainya, ketika orang nomor satu di kabupaten ini turun langsung ke objek persoalannya di lapangan.
Di samping, memang semua produk hukum terkait penyelesaian tanah, itu disiapkan Pemda Sorong. Misalnya, ganti rugi tanah di daerah Duriankari dan Mayau itu per meter berapa harganya.
“Produk hukum tentang ganti rugi itu harus jelas . Agar, di kemudian hari tak ada pihak yang terjerat persoalan hukum,” katanya.