unescoworldheritagesites.com

Kayu dan Bambu Lokal Bersertifikasi FSC Sebagai Solusi Masalah Iklim dan Keberlanjutan Hutan dari Dunia Arsitektur - News

Manager Marketing & Communication FSC Indonesia Indra Setia Dewi didampingi Technical Director FSC Indonesia Hartono Prabowo memberikan informasi di FSC expo ARCH ID 2024, ICE BSD Tangsel hasil kerjasama FSC dan mitra FSC Certificate Holders dan Promotional License Holder (Tree of Life)  (AG Sofyan)

: Beberapa kelompok petani hutan pengelola hutan lestari dan UKM yang telah bersertifikasi FSC memperkenalkan material kayu dan bambu dari hutan bersertifikasi FSC melalui booth exhibition pada Expo ARCH:ID 2024.
 
Ajang ini bisa dijumpai di Architecture Forum, Exhibition & Trade Event yang dinantikan kalangan arsitek se-Indonesia. 
 
ARCH:ID tahun 2024 diselenggarakan di ICE BSD, Tangerang Selatan selama 4 hari dimulai pada tanggal 22 hingga 25 Februari 2024.
 
 
Sedangkan kelompok petani hutan pengelola hutan lestari dan UKM yang telah bersertifikasi FSC itu diantaranya adalah Karya Wahan Sentosa (KWaS), UD. Amratani Kekayon Bhumi, Kostajasa, BambooCoop, SOBI, serta Promotional Licence Holder Ircomm
 
Penggunaan material kayu dan bambu pada booth hasil kerjasama pengelola hutan dan UKM  pemegang sertifikasi FSC di Exhibition ARCH:ID yang diberi nama “Tree of Life” menyiratkan pesan penggunaan material kayu dari sumber yang berkelanjutan merupakan bentuk toleransi dan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim.  
 
“Partisipasi industri kayu UKM dan petani hutan bersertifikasi FSC di Expo ARCH:ID 2024 ini ingin menyebarluaskan kepada publik khususnya dunia arsitek dan industri bangunan terkait pentingnya penggunaan kayu dari sumber yang berkelanjutan terhadap keberlanjutan hutan," ujar Hartono Prabowo selaku Technical Director FSC Indonesia kepada  di sela-sela  acara pembukaan booth Tree of Life bersama para mitra dan media di ARCH:ID 2024. Jakarta, Kamis (22/2/2023). 
 
 
Hartono mengatakan pengelolaan hutan yang baik dan bertanggung jawab bertujuan untuk melindungi keberlanjutan hutan. Sedangkan manusia tetap dapat memanfaatkan hasil hutan baik kayunya, non kayu dan jasa lingkungan. 
 
"Berhenti menggunakan kayu bukan merupakan solusi jangka panjang yang diharapkan untuk keberlanjutan hutan. Dengan berhenti menggunakan kayu akan meniadakan manfaat ekonomi hutan bagi pengelola hutan untuk mengelolanya dengan baik dan bertanggung jawab," jelasnya. 
 
Lebih lanjut, dia menguraikan ketiadaan manfaat ekonomi dari hutan dapat menggiring pada penutupan usaha pengelolaan hutan secara luas yang mendorong pada pembukaan lahan hutan untuk penggunaan lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Namun menyebabkan semakin luasnya pembukaan hutan yang menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih besar.
 
 
Indra Setia Dewi selaku Manager Marketing & Communications FSC Indonesia menyebut sertifikasi FSC telah memberikan jaminan kepada publik bahwa sumber kayu dan bambu berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan berstandar FSC. 
 
"Dengan penggunaan kayu dan bambu maka penanaman dan permudaan kembali menjadi wajib dilakukan dimana hal ini akan meningkatkan penyerapan karbon dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab dan ini merupakan salah satu solusi adaptasi dunia arsitektur dan konstruksi mengatasi masalah perubahan iklim," terangnya. 
 
Dalam Booth Tree of Life, kata dia, lebih mengedepankan penggunaan material kayu dan bambu dari hutan berkelanjutan berstandar FSC guna menginspirasi dunia konstruksi dan arsitektur atas masalah perubahan iklim dan keberlanjutan hutan. 
 
 
“Koperasi Kostajasa sebagai pengelola hutan rakyat dari Kabupaten Kebumen telah mendapatkan sertifikasi FSC sejak 2009. Ini membuktikan masyarakat petani dapat mengelola hutan dengan berkelanjutan. Pohon bagi kami merupakan tabungan masa depan yang dapat kami panen untuk membiayai kebutuhan hidup yang krusial seperti biaya pendidikan, perbaikan rumah, pengobatan rumah sakit, dan lain-lain.  Maka dari itu, kami jaga keberlangsungan hutan agar dapat bermanfaat untuk anak cucu kami.  Sertifikasi FSC yang kami dapatkan membuktikan hal itu,” jelas Supriyono staff dari Koperasi Kostajasa. 
 
“Kami sebagai bagian dari Koperasi Kostajasa menjalankan usaha penggergajian kayu untuk mengolah kayu bulat yang dihasilkan oleh masyarakat petani hutan.  Model usaha kami ini made to order, sehingga pembeli dapat memperoleh produk yang unik sesuai pesanan dan mendapatkan nilai tambah berupa nilai kelestarian hutan,” imbuh Untung Karnanto salah satu pimpinan UD Amratani, sebuah industri kecil penggergajian bagian dari Koperasi Kostajasa. 
 
Robertus Agung Prasetya dari Karya Wahana Sentosa (KWaS) menuturkan sebagai pemilik industri kecil dari Yogyakarta, sejak 2004, pihaknya sudah mengikuti program forest sustainability yang disupport oleh sebuah lembaga internasional dan diperkuat dengan keikutsertaan dalam sertifikasi FSC sejak 2009 dengan berproduksi menggunakan bahan baku kayu dari sumber yang berkelanjutan untuk produk furniture dan kitchenware, antara lain bahan bakunya diperoleh dari SOBI dan Kostajasa.  
 
 
Adapun produk kitchenware dari produksinya yang berlabel FSC sudah beredar di lebih dari 8 retail di Indonesia. 
 
Potensi Hutan Rakyat Masif
 
Jajang Agus Sonjaya selaku Ketua Bamboocoop hutan untuk konsumen mengungkapkan bahwa Bamboocoop hadir untuk menyempurnakan kehadiran kayu sebagai material yang berketahanan iklim.
 
Dalam bahasa Jawa Kuno dan Bali, kayu berarti kayun atau pikiran; sedangkan bambu berarti ti’ing atau tingkah. Manusia yang sempurna terdiri dari unsur pikiran dan tingkah. 
 
“Dengan memadu kayu dan bambu, kami hendak merepresentasikan sejatinya hidup dalam karya arsitektur,” ungkap Jajang Agus Sonjaya, saat brainstorming konsep booth Arch:id.
 
 
“Kami yakin, dengan mengusahakan bambu, masyarakat bisa sejahtera, sekaligus alamnya terjaga,” tambah Jajang.
 
Sertifikasi FSC pada hutan bambu seluas 121 hektar di Flores sangat membantu meningkatkan pengakuan pasar atas upaya masyarakat dalam melestarikan hutan.
 
Sementara itu,  Matt Saragih selaku CEO SOBI mengatakan Indonesia memiliki potensi hutan rakyat masif dengan luasan total mencapai 34,8 juta hektar. 
 
 
"Kami di SOBI hadir berkolaborasi bersama petani hutan rakyat untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal dari pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan. Tim SOBI memberikan nilai tambah secara komprehensif ke petani hutan sosial yang mencakup penguatan kelembagaan sosial, peningkatan kemampuan teknis, manajemen pembiayaan operasional dan fasilitasi pemenuhan regulasi. Terlebih, kami juga membantu pengelolaan sertifikasi (salah satunya FSC), penyediaan akses penjualan hasil panen, pengembangan in-house sistem digital keterlacakan (traceability), dan tentunya memastikan pemeliharaan kawasan dengan nilai konservasi tinggi," urai Matt Saragih. 
 
Yang terbaru dari SOBI, pihaknya sedang memberlakukan upaya intensif agar supply chain kayu kami dapat mematuhi EUDR sebelum regulasi tersebut dimulai pada 1 Januari 2025.
 
“Sebagai promotional licence holder yang mendukung program FSC di Indonesia sejak 2015 Ircomm melihat ARCH:ID 2024 sebagai wahana yang baik bagi pelaku industri kayu di Indonesia untuk berkenalan dengan dunia arsitektur yang menawarkan kesempatan luas bagi pengggunaan kayu dari sumber yang berkelanjutan,” ungkap Isra Ruddin, CEO Ircomm. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat