unescoworldheritagesites.com

Penny Lukita: Pemberian Persetujuan EUA Mempercepat Penanganan Pandemi Covid-19 Di Indonesia - News

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito bersama otoritas lainnya melakukan konferensi pers terkait penerapan EUA dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi Covid-19 (Ist)

JAKARTA: Saat ini Indonesia telah memasuki bulan ke-10 kondisi kedaruratan pandemi Covid-19 yang ditetapkan pemerintah pada bulan April 2020 lalu melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.

Berbagai upaya pemerintah telah dan akan terus dilakukan untuk percepatan penanganan pandemi Covid-19 ini. Salah satu upaya pemerintah yang saat ini akan segera digulirkan adalah program vaksinasi Covid-19.

Vaksin Covid-19 diharapkan menjadi penentu dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini, dan seluruh negara di dunia sedang melakukan upaya yang sama.

Memperhatikanku kondisi kedaruratan dan merespon kebutuhan percepatan penanganan Covid-19, maka Badan POM mengambil langkah kebijakan dengan menerapkan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin Covid-19.

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mengatakan bahwa penerapan EUA ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini.

“Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria. Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit atau keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait,” jelas Penny di Jakarta, Senin (11/1/2021).

Kemudian, kriteria ketiga, lanjut Penny, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis) didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan, dan terakhir belum ada alternatif pengobatan atau penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Saat ini pemerintah telah melakukan pengadaan vaksin Coronavac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech dan didaftarkan di Indonesia oleh PT. Bio Farma. Dalam pengembangan vaksin ini, uji klinik fase 3 dilakukan di beberapa negara termasuk Indonesia, Brazil dan Turki.

Ini berdasarkan data-data yang telah dirilis oleh PT. Bio Farma kepada Badan POM dan hasil pembahasan yang dilakukan bersama Komite Nasional Penilai Obat dan Para Ahli pada Bulan Desember 2020 dan Januari 2021.

Kepala Badan POM mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin Coronavac diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki dan Brazil yang dipantau sampai periode 3 bulan setelah penyuntikan dosis yang ke 2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavac aman.

“Hasil evaluasi menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam,” tutur Kepala Badan POM ini.

Penny berkata efek samping tersebut bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali.

Kepala Badan POM mengungkapkan bahwa Vaksin CoronaVac, telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), yang dilihat dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai 6 bulan.

“Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai 3 bulan jumlah subjek yang memiliki antibody masih tinggi yaitu sebesar 99,23%,” jelasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat