unescoworldheritagesites.com

Sinergitas ATR/BPN-Pemkot Semarang Tak Bebani PTSL Dari APBN - News

Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang, Sigit Rachmawan Adhi, ST.MM

SEMARANG: Kolaborasi apik antara Kantor Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Semarang dengan Pemerintah Kota Semarang yang didukung DPRD Kota Semarang meneguhkan Kota Semarang, tercatat sebagai daerah yang memiliki anggaran daerah terbesar untuk pembiayaan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

Tentunya, semua didasarkan kepada goodwill seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat dalam rangka menghadirkan kepastian hak-hak atas bidang tanah yang masyarakat miliki.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang Sigit Rachmawan Adhi, ST. MM bahkan mengklaim hanya Kota Semarang satu-satunya pemda yang berkomitmen untuk suksesnya program PTSL dengan dibiayai oleh anggaran daerah bukan APBN.

Sigit Rachmawan Adhi mengatakan program sertipikasi tanah secara masal di seluruh bidang tanah di Kota Semarang tentu diharapkan akan berdampak positif secara signifikan dari seluruh aspek. Menurutnya, aspek filosofis bahwa hak tanah menjadi pijakan sejarah dimana masyarakat itu hidup dan tinggal bahkan tutup usia di atas tanah tersebut. Aspek legal bahwa pengakuan atas hak tanah yang mereka miliki menjadi dasar kepastian hukum sehingga kenyamanan dan keadilan yang lebih baik bagi pemiliknya akan terjamin secara yuridis-formil.

Kemudian aspek ekonomi bahwa kepemilikan hak atas tanah menjadi sarana untuk berusaha dan berproduksi serta melakukan investasi. Dan aspek social-enviromental berdampak kepada penataan ruang dan lingkungan yang terkelola secara sustain.

Kepala Kantah Sigit Rachmawan Adhi juga menyatakan kolaborasi ini bisa berjalan dengan baik karena masing-masing elemen pemerintahan memahami manfaat positif dari PTSL bagi masyarakat dan rencana pembangunan daerah.

"Kepedulian dan dukungan Pemkot Semarang dan DPRD Kota Semarang, bukan hanya karena KPK memang mewajibkan sertipikasi tanah ini dalam upaya mencegah korupsi dan penghilangan aset. Tapi juga karena, sertipikasi tanah ini memiliki dampak positif baik bagi masyarakat dan juga bagi dasar kebijakan pembangunan Kota Semarang kedepannya," kata Sigit di sela-sela halal bihalal terbatas secara ruring dan daring jajaran ATR/BPN Kota Semarang.

Sigit menjelaskan dampak positif sertipikasi tanah adalah untuk penguatan hak masyarakat atas tanah, legalisasi aset atau sertipikasi aset Pemkot Semarang untuk 30 Ribu bidang tanah. Saat ini baru 2.500 bidang tanah yang tersertipikasi dan sertipikasi tanah ini akan menjadi data persil tanah secara keseluruhan di Pemkot Semarang, yang dapat menjadi dasar pembangunan maupun kebijakan kedepannya. Termasuk untuk menarik ketertarikan investor maupun pelaku industri untuk melakukan aktivitas ekonomi di Kota Lumpia ini.

Selain itu, jelas Sigit, dengan legalisasi tanah ini maka masyarakat bisa menjadikan sertipikatnya sebagai akses pada kegiatan ekonomi dan data legalisasi tanah ini akan bisa menjadi data bantu pada masalah sengketa.

"Kolaborasi terkait pembiayaan PTSL di Pemkot Semarang ini bisa dikatakan yang paling besar di seluruh Indonesia. Misalnya saja di Kabupaten Brebes yang dibiayai oleh pemda, sekitar Rp500 Jutaan. Kecil kalau dibangun dengan pembiayaan yang dikeluarkan Pemkot Semarang melalui APBD-nya yaitu Rp25,6 Miliar," tutur Sigit yang baru satu setengah tahun memimpin Kantor Pertanahan Kota Semarang ini.

Upaya pembiayaan oleh APBD ini, menurut Sigit, tak luput dari kecermatan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau akrab dengan sebutan Mas Hendi dalam memerhitungkan potensi pemasukan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

"Kalau potensi BPHTB-nya itu sekitar Rp600 Miliar, artinya biaya PTSL yang tidak mencapai Rp50 Miliar, masih merupakan nilai yang pantas dan patut. Disinilah wujud kolaboratif dan sinergitas antara Kantor Pertanahan dengan Pemkot Semarang. Di satu sisi data Obyak Pajak dan NJOP-nya jelas, artinya PBB dan BPHTB juga akan bisa bertambah," tutur Sigit.

Sigit menyebut perubahan sistem pensertifikatan tanah ini, dinyatakan akan meningkatkan keadilan bagi masyarakat dan menurunkan biaya pengurusan tanah yang jika tidak dicarikan terobosan dari Pemerintahan Joko Widodo akan memberatkan masyarakat.

"Jadi dengan adanya digitalisasi, akan ada tampilan dimensi tanah dan bangunan. Tidak ada lagi, yang namanya pembayaran yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan bangunan. Dengan lengkapnya data maka pembayaran NJOP akan lebih akurat," tandas Alumni UGM Yogyakarta ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat