unescoworldheritagesites.com

Penanganan PHK, Menko PMK Pastikan Perlindungan Sosial untuk Pekerja - News

Menko PMK Muhadjir Effendy meninjau pabrik garmen.

 
 
: Terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berkunjung ke Kabupaten Semarang, untuk membahas prospek ketenagakerjaan yang berkaitan dengan penanganan PHK, di Semarang, Jawa Tengah, Jum'at (2/12/2022). 
 
"Perlu disadari bersama, PHK jangan dilihat hanya dari sudut pekerjanya saja. Jika PHK  terjadi pada tulang punggung keluarga, maka berdampak pada keluarga dan tentunya akan berdampak pada kenaikan tingkat kemiskinan. Peran perlindungan sosial penting di sini,"  jelasnya. 
 
Menko PMK, yang didampingi  Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Sakina Rosellasari, Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang Djarot Supriyoto, serta jajaran Direksi BPJS Ketenagakerjaan, berdialog dengan perwakilan perusahaan padat karya di bidang tekstil, alas kaki, serta garmen, yang rentan PHK. 
 
 
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah menyatakan, tingkat pengangguran Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2022 sebesar 5,57 persen menurun dari tahun sebelumnya sebesar 5,96 persen. 
 
Namun, tercatat  di Disnaker per November 2022 sebanyak 2.318 pekerja ter PHK oleh 272 perusahaan. Maka, Disnaker mengupayakan tenaga kerja yang ter-PHK dapat terserap oleh perusahaan lain. Pemprov Jawa Tengah juga menerima layanan aduan 1x24 jam untuk para pekerja yang terkena PHK. 
 
Hadir pada kesempatan itu manajemen PT APAC INTI CORPORA, PT Hoplun Indonesia, PT Liebra Permana, PT Nesia Pan Pasific, PT Muara Krakatau, PT Mandiri Niaga Indonesia, PT Kamaltex, PT Dunia Sandang Asli Tekstil, PT Inti Sukses Garmindo, PT Argo Manunggal Group,  Perwakilan Serikat Pekerja, serta Asosiasi Pertekstilan Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Mereka menyampaikan dampak krisis global mulai dirasakan. 
 
 
Menko PMK juga berkesempatan meninjau langsung proses produksi di PT APAC INTI CORPORA dan melihat langsung dampak penurunan order. Yang berkonsekuensi terhadap penurunan aktivitas produksi. 
 
"Saya cek, sudah mulai terlihat penurunan produksi akibat penurunan permintaan ekspor. Kita saksikan dari 135 alat produksi ada 80 alat tidak dioperasikan. Tadinya bisa memproduksi 3,5 juta meter persegi per bulan sekarang tinggal 500 ribu meter persegi per bulan. Sudah dilakukan penyesuaian jam kerja dan bahkan PHK," ungkapnya.
 
Dia menyampaikan, sebisa mungkin agar perusahaan tidak melakukan PHK dan dapat diganti dengan alternatif lain. Misalnya mengurangi jam kerja atau merumahkan sementara. 
 
 
Namun, jika harus terjadi PHK, maka perlu dilakukan sinkronisasi program jaminan sosial dan bantuan sosial untuk pekerja ter-PHK. Sehingga, dapat mencegah peningkatan jumlah kemiskinan. 
 
"Pastikan pekerja ter-PHK mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan status BPJS Kesehatannya harus segera dialihkan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI)," kata Menko PMK. 
 
Kemudian, lanjutnya, dilengkapi perlindungan sosial lainnnya melalui bantuan sosial Kemensos ataupun daerah. Mereka yang ter-PHK dapat masuk dalam DTKS.  Jadi, kemungkinan PHK meningkatkan kemiskinan, sudah terantisipasi. 
 
 
Pada kesempatan itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Anggoro Eko Cahyo memastikan, jika terjadi resiko apapun termasuk kehilangan pekerjaan, para peserta dapat terlindungi secara optimal dengan Jaminan kehilangan Pekerjaan (JKP). 
 
JKP dapat diperoleh pekerja yang telah terdaftar dalam program jaminan sosial ketenegakerjaan dan kesehatan. Terdapat tiga manfaat utama dari JKP, yaitu manfaat uang tunai yang diberikan kepada peserta JKP sebesar 45 persen dari upah sebelumnya untuk 3 bulan pertama, dan 25 persen untuk 3 bulan selanjutnya. 
 
manfaat vokasi dan pelatihan yang sifatnya dipersiapkan untuk menambah keahlian para pekerja dan manfaat akses lapangan kerja untuk melamar pekerjaan lainnya. 
 
 
Dia menjelaskan, jaminan sosial sebagai salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja atas risiko kesehatan, risiko kecelakaan kerja, risiko kematian, risiko hilangnya pekerjaan, hingga persiapan memasuki hari tua dan pensiun. 
 
"Kami mengajak seluruh perusahaan untuk memastikan seluruh karyawannya terlindungi. Sehingga, kalau terjadi risiko maka keluarganya tetap sejahtera dan anaknya masih bisa sekolah," tutur Dirut BPJAMSOSTEK.*** 
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat