unescoworldheritagesites.com

Pembela Tiga IRT Tuding JPU Aben BM Situmorang Buat Fiksi Di Dakwaan - News

ketiga wanita petani miskin tengah ikuti sidang

SAMOSIR: Penasihat hukum Imbon Manik SH menuding JPU Aben BM Situmorang SH sebagai penulis cerita fiksi hebat  dalam membuat  surat dakwaan terhadap  tiga ibu rumah tangga (IRT) petani miskin kliennya masing-masing Serialam br Situmorang, Romauli br Simbolon dan Jetti Rusliani br Gultom. Pasalnya, dalam surat dakwaannya itu JPU menggabungkan cerita fiksi dengan fakta yang sangat jelas tidak beranah pidana.

Hal itu dilontarkan advokat Imbon Manik SH dalam nota keberatan atau eksepsinya atas surat dakwaan JPU Aben BM Situmorang SH dalam sidang kasus dugaan kriminalisasi tiga IRT yang viral di FB di PN Balige yang berlangsung di Pangururan, Samosir, Kamis (1/8/2019).

Imbon Manik mengingatkan JPU Aben BM Situmorang SH bahwa membuat surat dakwaan bukanlah seperti mengarang cerita fiksi. Membuat surat dakwaan sangatlah penting karena dalam pemidanaan itu terkait kehidupan  seseorang atau beberapa orang terdakwa sekaligus. “Oleh karena surat dakwaan adalah rangkaian kejadian/peristiwa yang berujung pada adanya perbuatan pidana, maka pembuatan surat dakwaan harus berdasarkan fakta dan alat bukti yang kuat dan akurat. Tidak bisa hanya rangkaian cerita fiksi karena itu bukan bagian dalam unsur pemidanaan. Karena surat dakwaan itu bakal tidak bisa mengambarkan kejadian yang merupakan unsur penting pemidanaan itu sendiri,” kata Imbon. Atas dakwaan yang dibacakan sebelumnya itu sudah patut dan beralasan hukum jika pihaknya menyatakan tidak jelas dan kabur.

Bahkan selain kabur, dakwaan JPU Aben BM Situmorang terhadap ketiga IRT awam hukum tersebut dinilai  tidak sinkron dan tidak logis serta mengada-ada. JPU tak dapat menguraikan tali yang sebelahmana dari alat semprot yang putus. Bahkan JPU tidak memahami tali semprot yang putus atau terlepas dari ikatannya. Akibat tarikankah putusnya atau hanya sekedar lepas akibat ditarik.

Dalam dakwaannya JPU juga tidak menyebutkan  bahan apa yang disemprotkan oleh pelapor dan tanaman apa yang disemprot pelapor. Tanaman siapa pula yang disemprot pelapor sehingga JPU menghilangkan unsur yang paling mendasar dalam menuntut atau mendakwa seseorang dalam kasus tersebut.

Tiada pidana tanpa didahului niat (means rea), yang artinya yaitu setiap kali mempidana sesorang hal paling mendasar adalah adanya niat (means rea) dari pelaku (terdakwa) itu sendiri. Dalam kasus ini dikhawatirkan pelapor justru sengaja memancing-mancing ketiga terdakwa untuk mengajukan protes karena memang tanaman terdakwa disemprot/diracun.

Penetapan tersangka/terdakwa memerlukan bukti yang valid dan akurat. Tidak demikian dalam kasus tiga IRT petani ini, alat bukti yang dimajukan JPU sangat sumir dan  kabur. Alat semprot yang rusak tersebut tidak terindentifikasi pula secara jelas dimana alat semprotnya.  Bukti kepemilikan, type, kapasitas, merek, warna dan nomor seri produk yang dikeluarkan oleh pabrik sehingga jelaslah apakah barang yang rusak itu benar barang yang rusak akibat kejadian pada tanggal 2 Maret 2019 atau sengaja dirusak lagi?.

Dalam menghadirkan saksi pun, JPU menghadirkan saksi-saksi yang merupakan saudara sedarah dan mempunyai bertalian darah dimana oleh hukum saksi tersebut tidaklah mempunyai kekuatan (hukum) mengikat.

Tidak itu saja, pembela ketiga terdakwa juga mempertanyakan seolah kliennya sebelumnya didampingi penasihat hukum. Padahal, para terdakwa tidak pernah didampingi oleh penasehat hukum pada saat dilakukan pemeriksaan dan tidak mengenal penasehat hukum bernama Friska Simarmata. Ketidaktahuan ketiga terdakwa akan keberadaan pembela itu dapat dilihat dari berkas perkara yang dilampirkan yakni adanya surat permohonan penunjukkan penasehat hukum yang dibuat tanggal 31 Mei 2019 dan terdakwa diperiksa tanggal 31 Mei 2019.

Berdasarkan pembuatan surat dakwaan JPU seperti itu, yakni tidak cermat dan ceroboh dan dugaan adanya pelanggaran hukum oleh penyidik Polres Samosir dan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir tersebut maka pembela terdakwa  telah dilaporkan ke Propam Polda Sumatera Sumatera Utara (Sumut) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.

Jika JPU profesional, kata Imbon,  patut pula kiranya bila JPU menduga bahwa laporan pelapor bagian dari upaya kriminalisasi agar pelapor dapat berkuasa atas tanah dimana pelapor menyadari baik secara fakta maupun secara adat tanah tersebut belum tentulah miliknya. Ketiga terdakwa sendiri berkeyakinan tanah dimaksud adalah warisan kakeknya. Atas alasan itulah para terdakwa bereaksi saat dilihat pelapor/saksi  telah menyemprotkan rancun rumput pada tanaman jagung miliknya yang ditanam di atas tanah miliknya.

Itu pula sebabnya terdakwa melarang pelapor/saksi menyemprot tetapi tidak dihiraukan sehingga terdakwa berusaha menghentikan aksi pelapor/saksi tersebut. Namun usaha ketiga terdakwa mendapat perlawanan dimana pelapor menyemprotkan racun tersebut ke arah wajah terdakwa Serialam Situmorang dan menghantamkan secara membabibuta gagang semprot ke arah kepala dan wajah serta tubuh Serialam Situmorang. Atas semua perbuatan saksi menghantamankan gagang semprot di bagian badan menyebabkan Serialam Situmorang mendapat luka lembam pada bagian kepala, wajah, mata dan harus dirawat di Puskesmas.

Ketiga terdakwa sesungguhnya bukan tak berkeinginan melaporkan apa yang dialami ke Kepolisian saat itu pula. Namun karena permintaan para tetua adat mengingat pelaku atau pelapor masih keluarga ketiga terdakwa tidak melaporkan perbuatan pelapor/saksi tersebut.

Atas banyaknya kekurangjelasan bahkan kejanggalan dalam surat dakwaan JPU Aben BM Situmorang tersebut, penasihat hukum Imbon Manik meminta majelis hakim yang memeriksa atau mengadili perkara tersebut agar menerima seluruhnya nota keberatan atau eksepsi yang diajukan. Sebaliknya majelis hakim diminta agar menolak surat dakwaan JPU Aben BM Situmorang yang dibuat tidak sebagaimana diisyaratkan KUHAP.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat