unescoworldheritagesites.com

Kejati DKI Tunjuk Dua Jaksa Profesional Tangani Kasus Robianto Idup - News

Kasipenkum Kejati DKI Nirwan Nawawi SH MH

JAKARTA: Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menunjuk dua jaksa berpengalaman dan profesional untuk menangani kasus pengusaha Robianto Idup. Mengingat sampai saat ini perkaranya masih belum dinyatakan memenuhi syarat untuk disidangkan, kedua jaksa peneliti sekaligus penuntut umum itu diharapkan menjalankan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.

Kapuspenkum Kejati DKI Jakarta Nirwan Nawawi SH MH menyebutkan, berkas kasus Robianto Idup yang sempat dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) baru-baru ini dilimpahkan kembali penyidik Polda Metro Jaya ke Kejati DKI setelah sebelumnya dikembalikan disertai petunjuk untuk dilengkapi (P19).  "Saat ini belum tahu apakah berkas itu sudah memenuhi syarat untuk disidangkan (P21) atau tidak. Masih dilakukan penelitian oleh jaksa peneliti apakah berkas tersebut sudah memenuhi syarat formil dan materil," ujar Nirwan Nawawi di Jakarta, Jumat (13/3/2020)

Jika ternyata berkas tersebut sudah memenuhi syarat untuk di-P21-kan atau disidangkan maka selanjutnya Kejati DKI langsung mem-P21-kan kemudian tinggal menunggu tahap dua atau penyerahan tersangka berikut berkasnya untuk selanjutnya digelar persidangannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Tersangka Robianto Idup yang Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) sempat melarikan diri ke luar negeri  atau buron hingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan red notice sebelum akhirnya menyerahkan diri di Konsulat RI di Denhaag, Belanda. Meski begitu, Robianto Idup tidak dijebloskan ke dalam tahanan oleh Polda Metro Jaya dan masih bebas menghirup udara bebas.

“Saya sungguh-sungguh berharap kasusnya segera disidangkan di pengadilan, walaupun perbuatannya telah membuat perusahaan saya nyaris gulung tikar,” ujar saksi korban Dirut PT Graha Prima Energy (GPE), Herman Tandrin di Jakarta, baru-baru ini.

Dia tentu saja sebagaimana pencari keadilan lainnya yang menderita kerugian cukup besar akibat perbuatan Robianto Idup berharap yang bersangkutan dijebloskan ke dalam tahanan kalau bukan Polda Metro Jaya ya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta setelah berkas dan tersangka diserahkan.

 “Tersangka yang sempat buron dan melarikan diri seyogyanya dimasukkan ke dalam tahanan setelah tertangkap atau menyerahkan diri. Sebab, sudah terbukti dia tidak kooperatif bahkan mempersulit proses hukum kasusnya. Dengan penahanan itu pula, menjadi tidak ada kecurigaan pihak-pihak atas kinerja aparat hukum yang tengah menangani kasus tersebut  sebagai berlaku diskriminatif bahkan “melindungi” tersangka,” tutur salah seorang advokat di Jakarta, Sabtu (14/3/2020).

Menurut praktisi hukum yang meminta jati dirinya tak ditulis itu,  jika eks buronan tidak dijebloskan ke dalam tahanan padahal sebelumnya sudah merepotkan penyidik dan mempersulit proses hukum kasus yang menjeratnya, maka akan ada kecurigaan dan tudingan akan adanya dugaan permainan kotor dalam penegakan hukum itu.

Tersangka Robianto Idup maupun penasihat hukumnya belum bisa dimintai komentar atas perkembangan penanganan kasus penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang yang merugikan Herman Tandrin sedikitnya Rp 22 miliar.

Dia (Robianto Idup)  menjadi tersangka utama dalam kasus penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Laporan Polisi (LP) No 2221. Kasusnya berawal adanya kerja sama antara tersangka Robianto Idup (Komisaris PT DBG) dalam usaha pertambangan batubara dengan Herman Tandrin, Dirut PT GPE, pada pertengahan tahun 2011.  PT GPE yang memiliki peralatan lengkap diperjanjikan  mengerjakan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

PT GPE pun melakukan mobilisasi unit, land clearing dan pekerjaan overburden sesuai yang diperjanjikan sampai Agustus 2011.  Bahkan dilanjutkan penggalian batubara September 2011. Namun PT DBG tidak kunjung melakukan pembayaran atas kerja keras PT GPE hingga mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan penambangan. Dalam situasi seperti itu  tersangka Robianto Idup meyakinkan Herman Tandrin lagi bahwa dirinya bukanlah tipe orang tak konsisten membayar hutang. Seluruh hutang-hutangnya akan dibereskan yang penting penambangan diteruskan. Oleh karena akan dibayar sekaligus dengan bayaran yang telah dilaksanakan maupun yang sedang dikerjakan, maka penambangan dilanjutkan.

PT GPE pun melakukan eksplorasi penambangan batubara hingga menghasilkan sebanyak 223.613 MT atau senilai Rp 71.061.686.405 untuk PT DBG. Namun, pihak PT DBG yang diwakili tetap tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 22 miliar lebih.

Berbagai upaya pendekatan termasuk kekeluargaan dilakukan Herman Tandrin. Namun hal itu tidak meluluhkan hati Robianto Idup hingga akhirnya dirinya dan Iman Setiabudi  dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Iman Setiabudi yang menjabat Dirut PT DBG pun menjalani proses hukum, bahkan sudah usai jalani hukumannya. Berbeda dengan Robianto Idup sampai saat ini belum duduk di kursi pesakitan PN Jakarta Selatan karena berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat