unescoworldheritagesites.com

Tak Kunjung Tahap Dua, Kejari Kirim P21A Ke Polres Jakarta Utara - News

Polres Jakarta Utara

JAKARTA: Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara akan mengirimkan P21A ke penyidik Polres Jakarta Utara. Pasalnya, meski sudah cukup lama berkas perkara tersangka Abdullah Nizar Assegaf dinyatakan memenuhi syarat untuk disidangkan (P21) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara penyidik Polres Jakarta Utara tidak kunjung menyerahkan berkas dan tersangka Abdullah Nizar Assegaf ke penuntut umum Kejari Jakarta Utara guna disidangkan kasusnya di pengadilan setempat.

"P21A ini salah satu upaya Kejari Jakarta Utara menagih penyerahan berkas dan tersangka ke penuntut umum (Kejari Jakarta Utara). Kalau tidak diserahkan atau ditahapduakan tentu tidak ada berkas yang mau dilimpahkan ke pengadilan untuk kemudian disidangkan," ujar Kasi Pidum Kejari Jakarta Utara, Satria Irawan SH MH di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Dia mengakui bahwa tersangka penipuan Abdullah Nizar Assegaf menghilang setelah kasusnya dinyatakan memenuhi syarat untuk disidangkan (P21).  "Karena itulah kami kirimkan lagi P21A, siapa tahu tersangka sudah ada dan bisa diserahkan ke Kejari Jakarta Utara biar perkaranya kami sidangkan," tutur Satria.

Langkah pengiriman P21A ini sesungguhnya dimaksudkan untuk menagih pentahapduaan dari penyidik sekaligus tindakan proaktif penuntut umum/Kejari setempat atas belum ditahapduakannya berkas dan tersangka kasus itu. "Hanya sebatas itu yang bisa kami lakukan. Keinginan segera menggelar persidangan itu secepatnya terbentur pada kaburnya tersangka dan belum dapat diringkas sampai saat ini," kata Satria.

Abdullah Nizar Assegaf dilaporkan ke Polres Jakarta Utara terkait kasus penipuan dan penggelapan dengan saksi korban pengusaha Deepak Rupo Chugani. Sejak berkas perkaranya dinyatakan memenuhi syarat untuk disidangkan, Abdullah Nizar Assegaf langsung menghilang.

Polres Jakarta Utara tentu saja memburunya. Namun pengusaha itu tak kunjung dapat ditemukan. Oleh karenanya Polres Jakarta Utara mau tidak mau  terpaksa memasukkannya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak September 2019 silam.  Begitu pun sampai saat ini tidak kunjung ditemukan tempat persembunyian yang bersangkutan. Hanya saja masih ada keyakinan pihak Polres Jakarta Utara bahwa buronan tersebut masih ada di Indonesia. Artinya, belum kabur ke luar negeri.

Oleh karena saksi korban pengusaha, maka kerugiannya menjadi bertambah-tambah akibat terlalu lambatnya proses hukum kasus tersebut. Belum lagi menunggu tahap duanya yang dijanjikan bakal dilaksanakan waktu dekat oleh penyidik.

Berperkara tidak hanya bagi pengusaha memang menjadi suatu hal atau pilihan paling sulit. Kendati suatu pihak adalah korban, tidak menjadi jaminan dia cukup menunggu kasus itu ditangani tanpa melakukan dorong-mendorong ke sana ke mari. Tanpa pendekatan dan lobi ke pihak-pihak terkait jangan harap kasus yang dilaporkan itu ditangani sebagaimana mestinya.

Maka satu-satunya jalan aman menghindari jangan sampai bertransaksi dengan penipu atau penjahat. Tetapi siapa yang tahu orang yang dihadapi bukanlah mitra yang penuh tanggung jawab? yang bisa dilakukan hanyalah imbauan kepada pengusaha atau investor asing maupun dalam negeri diminta berhati-hati berbisnis, termasuk dengan makelar tanah. Sebab, ada saja di antara makelar tanah ini tidak lain mafia tanah.

Mereka bekerja secara rapi bahkan mengiming-imingi calon korbannya dengan berbagai kemudahan berkat  kepiawaian mengurus berbagai surat-surat yang dibutuhkan pengusaha atau investor yang butuh lahan bakal lokasi usahanya. Sesungguhnyakah demikian?

Sepak-terjang Abdullah Nizar Assegaf alias ANA sebelumnya tidaklah mengkhawatirkan Deepak Rupo Chugani pada awal perkenalan mereka.  Abdullah Nizar Assegaf begitu piawai meyakinkan Deepak sampai pengusaha itu tertarik membeli tanah bersertifikat HGB No 372/Tebet seluas 1.225 m2 atas nama Zainuddin Olie seharga Rp 26,3 miliar di Jalan Supomo, Jakarta Selatan. Sebelumnya lahan dimaksud adalah milik Ny Samsidar, istri mantan Walikota Jakarta Timur.

Tersangka Abdullah Nizar Assegaf kemudian meminta Rp 4 miliar untuk balik nama sertifikat tersebut menjadi atas nama Deepak. Bahkan tersangka meminta lagi Rp 3 miliar masih juga untuk keperluan kepengurusan surat-surat tanah tersebut menjadi atas nama pembeli baru (Deepak). Demi percepatan investasinya, saksi korban Deepak memenuhi permintaan Abdullah tersebut.

Namun saksi korban Deepak akhirnya merasa curiga karena hingga akhir 2016 tak kunjung terbit sertifikat atas namanya sebagaimana dijanjikan Abdullah. Deepak pun menunjuk penasihat hukum Hartono Tanuwidjaja SH Msi MH CBL mencari tahu kebenaran Abdullah. Termasuk mengecek counter chek yang diberikan Abdullah sebagai jaminan kepada Deepak. Ternyata chek tersebut kosong.  Usai disomasi, Abdullah dan Dedy Prihambodo menyerahkan empat chek. Setelah diuangkan tiga chek masing-masing  berisi Rp1 miliar. Namun satu chek yang disebutkan Rp4 miliar ternyata kosong pula.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat