unescoworldheritagesites.com

30 Tahun Berpulangnya Prof Lafran Pane: Legacy Dan Sejarah HMI - News

 

Oleh:  Prof Hary Azhar Azis

Saya tidak sempat ikut dalam pemakaman Prof Lafran Pane, yang meninggalkan kita pada 25 Januari 1991, 30 tahun yang lalu. Karena saya baru pulang studi Master dari Amerika Serikat.Tetapi kenangan terhadap beliau cukup mengesankan.

Lafran termasuk pendiri dan tokoh HMI yang sangat sederhana dalam perilaku hidupnya. Bahkan telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai salah seorang Pahlawan Nasional. Dan siapa tahu suatu saat nanti foto Lafran Pane juga menghiasi mata uang di Indonesia, karena salah satu syarat foto seseorang tokoh dapat dijadikan salah satu mata uang haruslah seorang Pahlawan Nasional.

Bisa jadi rujukan pribadi dan karakteristik Lafran Pane yang membuat HMI bertahan dan berkembang hingga sekarang yang telah berusia 74 tahun ini. Dan tantangan HMI dalam kurun waktu itu beragam sesuai tantangan zamannya.

Kalau boleh dipilah generasi HMI, sejak berdirinya tahun 1947 sampai 1970 dan boleh dikatakan sebagai generasi pertama HMI, banyak di antara mereka generasi ini telah berpulang. Sedangkan generasi ke dua bisa antara 1970-1990, sebagian dari mereka masih ada yang menjabat dan atau telah masuk usia senja, dan generasi ketiga 1990-2010 banyak terlihat memimpin berbagai bidang kehidupan di republik ini.

Lalu generasi keempat antara 2010-2030, relatif masih muda-muda para punggawanya dan prospektif untuk terus menanjak karirnya di berbagai posisi strategis negeri ini.

Pengalaman yang mengesakan yang saya rasakan terhadap Lafran Pane adalah ketika di tahun 1985. Waktu itu, saya masih Ketua Umum PB HMI yakni saat kunjungan bersama beberapa pengurus di PB HMI ke Yogyakarta untuk menyampaikan keputusan sidang MPK atau Pleno PB HMI yang sangat bersejarah.

Sebelum disiarkan ke publik atau diekspose media massa. Karena sejak tahun 1983, ketika saya terpilih di Kongres Medan, kehebohan soal HMI “menolak” asas tunggal Pancasila telah menguasai pro-kontra di ruang publik.

Dua tahun saya dan teman-teman PB HMI bertahan dalam situasi status quo. Abdul Gafur dalam posisi sebagai Menpora ketika itu sudah mengatakan pada saya bahwa izin Kongres berikutnya tidak akan diberikan sampai ada indikasi HMI mau berubah sikap.

“Sampai kiamat tidak akan ada izin Kongres, Harry." Begitu kira- kira penegasan Bang Gafur yang juga alumni HMI kepada saya. Sejurus dengan peristiwa itu, ternyata ada upaya untuk membuat PB HMI tandingan.

M Yamin Tawary, salah satu staf Ketua PB HMI, pernah bercerita kepada saya -lama kemudian setelah kami tidak di PB HMI- bahwa dia ditawari oleh sekelompok alumni untuk menjadi Pj Ketua Umum dengan meng”coup” posisi saya.

Karena ceritanya setelah kami tidak lagi di PB HMI, Yamin dan saya hanya tertawa mengenang itu semua. Saya bercanda pada Yamin kenapa nggak diambil kesempatan itu. Yamin lalu menjawab: Saya tidak tega melawan Ketua Umum, maksudnya saya dan merasa Ketua Umum bisa menyelesaikan masalah ini.

Begitu tahu cerita dibalik peristiwa, terharu saya mendengar penjelasan Yamin Tawary. Akhirnya Yamin dan saya dan dibantu oleh pengurus lainnya bisa menyelesaikan sampai Kongres berikutnya dihelat di Padang tahun 1986.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat