unescoworldheritagesites.com

Ekspor Produk Makanan Haji, UKM Minta Moeldoko Segera Turun Tangan Atas Sikap Kemenag  - News

Pelepasan ekspor perdana produk makanan haji

 
: Sejak awal 2019, Presiden Joko Widodo sudah serukan, agar tingkatan upaya ekspor produk makanan haji dan bahan makanan ke Saudi Arabia. Bagi pemenuhan kebutuhan jamaah haji Indonesia dengan melibatkan peran Usaha Kecil Menengah (UKM) di Tanah Air.
 
“Menyadari kemampuan dan peran UKM yang masih lemah untuk melawan persaingan global. Khususnya, dalam partisipasi ekspor produk makanan haji, untuk memenuhi kebutuhan haji, maka Kadin Indonesia menginisiasi dan membuka ruang dialog dengan kementerian terkait. Yaitu Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Perdagangan (Kemendag), serta Kementerian Koperasi dan UKM," terang Wakil Ketua Tim Task Force Implementasi Kesepakatan Tiga Kementerian dengan Kadin Indonesia Hendra Hartono, di Jakarta, Senin (4/12/2023). 
 
Pada mulanya pemenuhan ekspor produk makanan haji, untuk memenuhi kebutuhan haji, berjalan lancar dan ada kesepakatan dari para pihak. Tapi pada proses selanjutnya, dirasakan adanya keengganan dari Kemenag, untuk memulai melakukan reformasi peraturan dan sistem pelayanan konsumsi haji. 
 
 
Selanjutnya, tiga kementerian dan Kadin Indonesia sepakat membuat Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Lalu, menunjuk PT SPI sebagai koordinator di lapangan. 
 
Sekaligus, perusahaan ini sebagai Aggregator Company untuk program capacity building bagi UKM. Termasuk, menyeleksi kelompok UKM yang telah siap dan memiliki kemampuan dalam ekspor, baik kapasitas produksi maupun kualitas produk.
 
“Saya melihat di sini Menag telah ingkar janji dan melanggar MoU, serta PKS yang sudah dibuat bersama-sama pada tahun 2021,” ungkap Hendra.
 
 
Pada MoU yang ditandatangani para pihak, yakni ketiga menteri, yalni Mendag Muhammad Lutfi, Menag Yaqut Cholil Qoumas,  Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, serta Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, terbit nomor surat 01/M- DAG/MoU/1/ 2021, 1 Tahun 2021, 01/KB/KUKM/2021 dan nomor MoU/006/DP/1/2021 tertanggal 13 Januari 2021.
 
Masing-masing pihak telah menyetujui isi MoU dan PKS termasuk Menag, yang menyatakan bahwa para pihak untuk memfasilitasi UKM Indonesia guna memasuki pasar ekspor melalui pemenuhan kebutuhan haji dan umroh
 
Terutama, yang terkait dengan catering jamaah haji dan umroh Indonesia di Tanah Suci Mekkah. MoU dan PKS menyangkut soal 'Optimalisasi
Peran UKM dalam Memenuhi Kebutuhan Jamaah Haji dan Umrah".
 
Dalam surat yang ditujukan kepada Moeldoko tanggal 25 Agustus 2023, menjelaskan penyelenggaraan haji tahun 2023 telah selesai dan meninggalkan beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
 
 
Khususnya, soal pelayanan konsumsi jamaah haji yang selalu jadi masalah dan bahan pembicaraan di kalangan stakeholders sejak awal periode reformasi. 
 
Sepertinya, perlu upaya yang ‘ektra’ untuk memperbaikinya, baik menyangkut sistem penyelenggaraan maupun moral pelaksananya, yang dalam hal ini tim haji Kemenag.
 
Kemenag mengatakan, ada tiga jenis layanan utama untuk jamaah haji, yaitu layanan konsumsi sebanyak 17.280.000 paket selama ibadah haji (sekitar 41 hari). Terdiri dari 10.200.000 paket di Makkah, 3.672.000 paket di Madinah, 3.204.000 di Mina, Musdalifah dan Arafah serta 204.000 paket di Jeddah. 
 
 
Akomodasi sebanyak 72.000 kamar, terdiri di Mekkah 52.000 kamar dan 20,000 kamar di Madinah. Layanan transportasi diperlukan sekitar 3.377 armada melayani jamaah selama ibadah haji, baik antar kota dan layanan Arafah-Musdalifah-Mina (Armina).
 
“Seluruh pengadaan layanan ini dilakukan melalui tender di Saudi Arabia dan diselenggarakan oleh Kemenag. Peserta tender adalah perusahaan berbadan hukum Saudi Arabia. Kendati sudah ada desakan dari Kemendag serta Kementerian Koperasi dan UKM, untuk menggunakan produk Indonesia, tetapi kenyataannya di lapangan tidak lagi menjadi ketentuan yang bersifat mandatory,' terang Direktur Utama PT Sarana Portal Indonesia (SPI) Ridwan Hamid. 
 
Mereka menyatakan, lanjutnya, perusahaan catering Saudi tidak mematuhi ketentuan, karena mereka menganggap penggunaan produk Indonesia ini lebih bersifat imbauan, tidak tertulis baik berupa keputusan Dirjen atau keputusan dari Kemenag yang mengikat dan melibatkan peran UKM nasional. 
 
 
Ridwan menyebutkan, padahal
untuk layanan konsumsi selama ibadah haji dibutuhkan biaya sekitar SR 302.400.000 atau setara Rp933.120.000,000. Dengan rincian jumlah paket 17.280.000. Biaya per paket 17.5 SR (1SR=Rp.4.000). 
 
Layanan akomodasi butuh biaya Rp3.9 triliun, dengan jumlah jamaah 221 ribu (kuota haji 2023), biaya akomodasi per jamaah 4.250 SR (I SR= Rp4.000), biaya akomodasi yang dikeluarkan pemerintah ini belum termasuk biaya-biaya lain, seperti biaya perangkat perlengkapan kamar (gordyn, handuk dan peralatan mandi dan lain sebagainya), biaya layanan transportasi sewa bus dan sejenisnya sebanyak 3.377 armada.
 
Pada pelaksanaan haji 2023, Kadin Indonesia menunjuk Aggregator Company PT SPI, atas petunjuk Direktorat Jenderal Pelayanan Haji Luar Negeri. Pasalnya, PT SPI telah mengekspor sebanyak sepuluh kontainer tuna kaleng dan satu kontainer bumbu kuning. 
 
 
Produk-produk itu telah sampai di Jeddah-Saudi Arabia sebelum pelaksanaan haji 2023. Namun yang aneh, tidak satupun perusahaan catering yang mau menerima produk tersebut. 
 
"Padahal, kami telah berusaha menghubungi pejabat terkait dalam pelaksanaan haji ini, baik yang di pusat maupun di Jeddah. Tapi tidak satupun dari pejabat terkait yang berhasil membantu SPI untuk menyalurkan produk UKM kepada perusahaan catering yang ditunjuk perusahaan Saudi atas persetujuan Kemenag," jelas Ridwan
 
Kadin/SPI telah beberapa kali melaporkan hal ini secara verbal kepada pihak Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri. Pejabat terkait terkesan menghindar dengan berbagai alasan dan sulit dihubungi.
 
 
Sampai akhir pelaksanaan haji, bumbu kuning hanya terjual sekitar 130 karton dari 720 karton yang diekspor dan tuna kaleng tidak ada sama sekali yang terjual. 
 
"Hal ini telah kami sampaikan melalui surat kepada Menag. Karena tidak ada desakan dari pihak pemerintah RI, maka selama ini mayoritas perusahaan catering Saudi Arabia, dengan alasan harga dan ketersediaan, menggunakan produk bahan makanan yang diimpor dari negara tetangga kita, seperti Thailand, Vietnam dan negara lain,” papar Ridwan, yang juga salah satu pengurus pusat Kadin Indonesia.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat