unescoworldheritagesites.com

MPSI Menilai Pasal Zat Adiktif Tembakau di RUU Kesehatan, Diskriminatif - News

Ketua Paguyuban MPSI Sriyadi Purnomo mengatakan pasal Zat Adiktif Tembakau di RUU Kesehatan diskriminatif (istimewa)

 

Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI) menilai Pasal 154 Mengenai Pengamanan Zat Adiktif dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan,  diskriminatif bagi pekerja sektor padat karya.

Dalam Pasal Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehan tersebut menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika. Hal ini berdampak pada kekhawatiran seluruh masyarakat yang terlibat dalam sektor pertembakauan. Termasuk para pekerja di pabrikan sigaret kretek tangan (SKT).

"RUU Kesehatan yang praktis secara langsung menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam kelompok yang sama, mendiskriminasi para pekerja yang didominasi oleh pekerja perempuan," jelas Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo, di sela-sela acara halal bihalal paguyuban bersama elemen MPSI, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga: SEA Games 2023 : Polo Air Gagal Capai Target, Tim Putra Raih Perak, Putri Perunggu

Lebih lanjut Sriyadi mengatakan upaya Kementerian Kesehatan yang memposisikan tembakau sama dengan barang ilegal jelas sangat mengancam masa depan para pekerja di segmen SKT dan keberadaan pabrikan di daerah.

"Selama ini para pekerja perempuan khususnya telah menjadi tulang punggung keluarga, yang harusnya mendapat perlindungan, kini akan disamakan dengan pekerja ilegal,” jelasnya lagi.

Sriyadi juga menyebut selama ini MPSI tidak hanya sumber energi bagi karyawan pabrik, tetapi juga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di daerah pedesaan. Karena keberadaan MPSI dapat memacu usaha-usaha lain untuk tumbuh dan berkembang.

Baca Juga: Operasional Kereta Api Bandara Kualanamu Diperpanjang Sampai Stasiun Binjai

"Saat ini ada sekitar 45 ribu tenaga kerja SKT di bawah naungan paguyuban MPSI," katanya.

Untuk itu, pohaknya minta kepada pemerintah untuk bijak dalam melihat realita perekonomian yang ada di daerah. 

"Tolong dihapus Pasal 154 Mengenai Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan demi keberlangsungan pertumbuhan sektor padat karya," katanya lagi.

Serta jangan sampai regulasi tersebut justru menghambat siklus penyerapan tenaga kerja dan perputaran perekonomian daerah. Terkait pasal tersebut, dirinya mengaku sangat khawatir dengan kelangsungan para tenaga kerja tembakau nasional.

Baca Juga: Direjtorat Binmas Polda Metro Jaya Giat Suling dan Serahkan 100 Paket Sembako di Masjid As Syukur

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat