: BIN bantah laporan Conflict Armament Research (CAR) bermarkas di London Inggris s<span;>oal 2.500 mortir. Yang diisukan dipasok ke Papua untuk tindak teroris.
Soal Papua belakangan ini banyak hal dipolitisasi seakan benar adanya. Khususnya sejumlah program yang dicanangkan pemerintah.
Umumnya program yang sifatnya positif membangun Papua itu tak menjadi perhatian.
Baca Juga: Warga Papua Barat Bikin Deklarasi Terima Otsus Dan Pembentukan DOB
Menjadi isu penting untuk dipublikasikan. Adalah apa pun persoalan yang memojokkan pemerintah.
Lukas, warga asli Papua, menjelaskan opini-opini yang dihembuskan untuk memojokkan pemerintah berlangsung dari tahun ke tahun.
Kali ini muncul isu soal 2.500 mortir yang dibeli untuk menghancurkan teroris di Papua.
Baca Juga: Kilang Kasim Terima Penghargaan Lingkungan Hidup Dari Bupati Sorong
Masyarakat di Papua juga paham bahwa kebanyakan isu murahan seperti itu dimunculkan.
Tak lain hanya untuk menghambat pembangunan di Papua.
Karena itu, sebaiknya pihak-pihak yang sering membuat hoaks seperti itu sadar.
"Bahwa masyarakat Papua kini sudah pintar- pintar. Dan tak mau ditipu lagi dengan isu murahan seperti itu," kata Lukas.
Baca Juga: Ditemukan Virus Cacar Monyet Dalam Cairan Sperma Pria Yang Berhubungan Seks Sesama Jenis
Soal 2.500 mortir tersrbut. Badan Intelijen Negara (BIN) membantah laporan Conflict Armament Research (CAR).
Kelompok pemantau senjata berbasis di London, yang menyebut lembaga telik sandi itu membeli sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk operasi di Papua pada 2021 lalu.
Deputi II Bidang Intelijen Dalam Negeri BIN Mayjen Edmil Nurjamil membantah hal itu.
Baca Juga: Bangun Pangkalan Militer Indonesia Bikin Geger Dunia Meski Agak Terlambat
"Kami ngga punya mortir seperti diisukan itu. Ngga, ngga ada itu. Itu punya TNI," kata Edmil seperti dikitip dari CNN.
Edmil juga membantah terkait temuan lapangan bahwa terdapat 32 mortir dari Serbia dijatuhkan.
Termasuk lima yang tak meledak di Papua. Ia pun membantah bahwa senjata itu dibeli oleh BIN.
"Enggak lah. Kan Pangdamnya sudah mengakui kalau itu senjata TNI. Kita enggak main-main begitu. Panglima Kodamnya sudah sampaikan, bulan apa itu," katanya.
Baca Juga: Kerja Sama PT KPI RU VII Kasim Dan BKSDA Papua Barat Lindungi Satwa Liar
Sebagai informasi, CAR melaporkan BIN membeli sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk agen RI di Papua dan dijatuhkan ke desa-desa pada 2021 lalu. Dilansir dari Reuters pada Sabtu (4/6), laporan menunjukkan mortir itu diproduksi pembuat senjata Serbia, Krusik.
Senjata tersebut kemudian dimodifikasi, entah oleh pihak mana, agar bisa dijatuhkan dari udara alih-alih dari tabung mortir. Tiga anggota CAR mengatakan pembelian senjata tak diungkapkan ke komite pengawasan parlemen yang menyetujui anggaran.
Laporan itu juga menunjukkan BIN menerima 3.000 inisiator elektronik dan tiga perangkat pengatur waktu yang biasanya difungsikan untuk membasmi bahan peledak.
Baca Juga: Berkas Perkara Doni Salmanan Dan Indra Kenz Belum Lengkap Dikembalikan Ke Kepolisian
CAR melaporkan peluru mortir 81 mm digunakan dalam serangan di sejumlah desa Papua pada Oktober 2021 lalu.
Merespons temuan itu, Komisaris PT Pindad Alexandra Wuhan tidak ingin membahas secara spesifik pembelian mortir tersebut. Ia mengatakan perusahaan tunduk dengan aturan.
"Pindad berkewajiban dan tunduk pada hukum, aturan, dan peraturan Indonesia soal pengadaan senjata militer dan sipil, begitu juga BIN sebagai pengguna akhir," tutur Alexandra. ***
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga: Terkait Penyesuaian Tarif Listrik PLN Laksanakan Keputusan Pemerintah
Baca Juga: Terdeteksi 8 Kasus Covid 19 Subvarian Omicron BA.4 Dan BA.5 Di Indinesia
Baca Juga: Kementerian Pertanian Gelar Kegiatan Peningkatan Kapasitas Petani Di Desa Suli