unescoworldheritagesites.com

Hidden Story Reformasi, Testimoni di Antara Orasi Prof Hermawan “Kikiek” Sulistyo - News

Prof (Ris) Hermawan “Kikiek” Sulistyo memberikan orasi kebudayaan di kampus Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) Bekasi (Ist)

:  Orasi Kebudayaan Prof (Ris) Hermawan “Kikiek” Sulistyo kemarin, Selasa (25/7/2023) di kampus Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) Bekasi, menjadi menarik. Sejumlah sahabat didaulat maju ke podium untuk menyampaikan testimoni. 

Kikiek menyampaikan Orasi Kebudayaan berjudul: The Death of The Intellectuals, Nation-State, Saintek, dan Masa Depan Peradaban.  Sedangkan testimoni para sahabat, cenderung warna-warni. Tidak sedikit yang mengundang tawa hadirin. Tak sedikit pula yang menguak serpihan sejarah penting. 

Kenangan Ahwil Luthan 

Sebelum Prof Kikiek berorasi, MC mempersilakan sejumlah sahabat menyampaikan testimoninya. Diawali dengan testimoni Komjen Pol Purn Drs Ahwil Luthan, SH, MBA, MM. Mantan Dubes RI untuk Meksiko, merangkap Panama, Honduras dan Costa Rica itu menyampaikan kenangannya bersama Prof Kikiek ke Jerman. Tentu saja ini hanya satu di antara sekian banyak kenangan. 

Sekadar pengingat, Ahwil Luthan adalah lulusan Akpol 1968. Ia termasuk seorang polisi yang memiliki karier luar biasa. Sebelum purna tugas tahun 2002, ia pernah menjabat Sekretaris NCB-Interpol Indonesia, Gubernur PTIK, Kepala BNN, Irwasum Polri, hingga Sekretaris Jenderal Polri. Ahwil Luthan juga pernah menjadi calon kuat kapolri pada tahun 2001. Mantan Kepala BNN ini sekarang aktif membantu BNN sebagai Pimpinan Staf Ahli. 

Persinggungan eratnya dengan Kikiek terjadi sekitar tahun 1998 saat ia menjabat Gubernur PTIK. Saat itu, Kikiek aktif di LSM RIDeP (Research Institute for Democracy and Peace). Kikiek mengajak “jalan-jalan” ke Jerman, pasca penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur. 

Penyatuan kembali Jerman (Jerman Deutsche Wiedervereinigung) berlangsung pada tanggal 3 Oktober 1990, ketika eks kawasan Republik Demokratis Jerman ("Jerman Timur") digabungkan ke dalam Republik Federal Jerman ("Jerman Barat"). 

“Dalam kunjungan ke Jerman, ikut  serta Bapak Suaidi Marasabessy, dan anggota Komisi III DPR RI,” kata Ahwil Luthan, sambil melempar pandang dan menunjuk Letjen TNI Purn Suaidi Marasabessy, yang ada di baris depan hadirin. 

Di Jerman, mereka mengunjungi markas batalyon angkatan darat, juga markas kepolisian. Pasca unifikasi Jerman, banyak terjadi cerita unik. Sebagai contoh, tantara Jerman Timur yang berpangkat mayor, pasca penyatuan jerman, justru turun jadi Kapten. 

Kikiek mengajak rombongan kecil ke Jerman itu, karena negara ini pernah mendapat julukan “negara polisi”. Jerman memiliki banyak satuan polisi. Di antaranya Polisi Pelindung Negara (Schutzpolizei des Reiches), Polisi Perlindungan Kota (Schutzpolizei der Gemeinden), Polisi Pedesaan Negeri (Gendarmerie), Polisi Lalu Lintas (Verkehrspolizei), Polisi Air (Wasserschutzpolizei), Polisi Api (Feuerschutzpolizei), dan sejumlah polisi pembantu. 

Sebagai seorang polisi, Ahwil Luthan tentu sangat berkesan saat mengunjungi markas kepolisian Jerman. Di situ, Ahwil Luthan bertanya bagaimana cara mengatasi aksi demonstrasi. Sebab, saat itu di Jerman masih marak aksi demo pasca menyatunya dua Jerman yang sebelumnya beda ideologi itu. 

Perwira polisi Jerman mengatakan, mereka menghadapi demonstran dengan mengerahkan anggota kepolisian. Luthan bertanya lagi, bagaimana jika aksi demo lebih besar dan melibatkan massa yang juga lebih besar. Dijawab, kepolisian Jerman akan mengerahkan lebih banyak lagi anggota kepolisian. Luthan masih mengejar, bagaimana kalau demonya jauh-jauh lebih besar bahkan berpotensi chaos. Dijawab lagi, “kami punya cadangan mantan polisi. Mereka akan kami kerahkan.” 

Luthan pun menohok pada pertanyaan kunci, “Apakah tidak melibatkan tantara?” Dan perwira polisi Jerman menjawab, “Sama sekali tidak. Ini bukan perang. Ini soal HAM, dan tentara tidak dipersiapkan untuk menghadapi demo HAM. Kamilah (polisi) yang harus bertanggung jawab menghadapinya.” 

Itulah, tambah Ahwil Luthan, cikal-bakal gagasan pemisahan Polri dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). “Pemisahan itu telah melalui banyak kajian, banyak tahapan, dan bersyukur akhirnya bisa berpisah dengan baik-baik. Peran mas Kikiek besar dalam proses pemisahan Polri dari ABRI,” kata Luthan. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat