unescoworldheritagesites.com

Pemilu, KemenPPPA Ajak Pilih Perempuan Demi Wujudkan Kesetaraan Gender   - News

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Iip Ilham Firman

 
: Perhelatan Pemilu Serentak Tahun 2024 tinggal menghitung hari, masyarakat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi dengan memilih dan dipilih secara langsung, untuk menempati kursi Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Legislatif di tingkat Nasional, Provinsi, serta Kabupaten/Kota. 
 
Jelang Pemilu atau pesta demokrasi pada 14 Februari 2024 mendatang, Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Iip Ilham Firman mengajak seluruh elemen, untuk mendukung keterwakilan perempuan di parlemen dengan memilih caleg perempuan.
 
“Memanfaatkan sisa waktu yang ada, jelang Pemilu kami akan melakukan kampanye digital untuk mendukung keterwakilan perempuan di parlemen," ujar Iip, saat menajdi nara sumber dalam Media Talk, di kantor KemenPPPA,L Jakarta, Senin (22/1/2024). 
 
 
Media Talk itu bertajuk 'Pilih Perempuan dalam Pemilu, Aksi Afirmatif Wujudkan Kesetaraan Gender', yang mengangkat upaya meningkatkan keterpilihan perempuan dalam Pemilu Tahun 2024.
 
Dikemukakan Iip, pada Selasa (23/1/2024), akan digelar  Seminar Nasional 'Perempuan Indonesia untuk Parlemen' dengan slogan 'Dukung Keterwakilan Perempuan di Parlemen'. 
 
Kampanye ini, ujarnya, bersifat imbauan untuk mendukung keterwakilan perempuan di parlemen, dengan harapan di detik-detik terakhir masa kampanye pemilu pesan itu dapat tersampaikan dengan baik. 
 
 
Iip mengatakan ruang partisipasi dan representasi politik perempuan perlu difasilitasi dengan baik. Sebab, keterwakilan perempuan pada sistem demokrasi dalam Lembaga-Lembaga Negara yang strategis seperti Legislatif (Parlemen) akan menentukan produk kebijakan-kebijakan yang dihasilkan. 
 
Sehingga, penting untuk meningkatkan keterwakilan perempuan baik secara deskriptif (kuantitas) maupun secara substantif (kualitas). Agar kebutuhan perempuan dapat direpresentasikan dan didefinisikan dalam Lembaga-Lembaga Negara. 
 
Dalam bentuk produk kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan perempuan.
 
“Pada pemilu 2019, angka keterwakilan perempuan yang masuk ke kursi parlemen sebesar 20,5 persen. Kita harus memperjuangkan agar angka ini jangan sampai turun pada pemilu 2024," ujar Iip. 
 
 
Pemilu 2024 ini, lanjutnya, merupakan kesempatan emas bagi masyarakat, khususnya perempuan, untuk melakukan percepatan. Dalam mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia dengan mencapai 30 persen keterwakilan perempuan yang terpilih di parlemen. 
 
Iip mengatakan berbagai tantangan dan hambatan masih harus dilalui  perempuan yang memutuskan terjun ke dunia politik. 
 
Ada beragam faktor yang mempengaruhi tingkat keterwakilan perempuan di Indonesia, yang belum mencapai angka ideal, baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
 
 
“Salah satunya yang menjadi tantangan utama bagi perempuan adalah biaya politik di Indonesia yang sangat tinggi, ditambah tidak mudahnya mereka untuk mendapatkan dana kampanye," ungkapnya. 
 
Sehingga, lanjut dia, ini menjadi salah satu hambatan tidak hanya untuk perempuan tetapi juga laki-laki. Selain itu, jika melihat ke tingkat akar rumput masih banyak anggapan, keterlibatan perempuan dalam politik merupakan hal yang tabu. 
 
Alhasil, untuk mengatasi hal ini, rencana jangka panjang yang harus menjadi concern bersama adalah bagaimana mempermudah langkah perempuan. Untuk terlibat dalam politik dengan memberikan dana yang khusus dianggarkan untuk perempuan. 
 
 
Iip menambahkan ke depannya, KemenPPPA akan terus konsisten melakukan pembinaan praktik perempuan desa, perempuan yang sudah eksis seperti kepala desa perempuan. 
 
Untuk dilibatkan dalam pelatihan kepemimpinan perempuan perdesaaan, dengan harapan mereka dapat menjadi kader-kader yang siap bertarung di politik yang akan mendatang.
 
Di bagian lain, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengungkapkan, perjuangan perihal 30 persen keterwakilan perempuan dalam dunia politik sudah ada sejak era reformasi 1998.Yakni melalui dorongan kebijakan affirmative action (tindakan afirmatif). 
 
 
Tindakan afirmatif bertujuan agar perempuan memperoleh peluang dan kesempatan yang setara dalam bidang politik. Perjuangan itu telah menghasilkan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam setiap regulasi.
 
“Seperti yang tertuang dalam Pasal 245 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Adapun Kebijakan afirmasi adalah upaya menghadirkan kemurnian suara rakyat melalui keadilan dan kesetaraan politik laki-laki dan perempuan,” terang Titi.
 
Titi mengatakan dibutuhkan kebijakan baru yang mengharuskan terpenuhinya kuota 30 persen bukan hanya pada tahap pencalonan tetapi juga keterpilihan perempuan di parlemen. 
 
 
Jumlah keterpilihan perempuan pada tahun 2019 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia yakni sebesar 20,5 persen.  Kita  berharap angka ini tidak mengalami penurunan pada Pemilu 2024.
 
“Sayangnya, penyelenggaraan Pemilu 2024, mengalami pelanggaran administrasi mengenai target keterwakilan caleg perempuan sebesar 30 persen. Yang dilakukan pembulatan ke bawah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ini sekaligus menegaskan, saat ini kita tengah mengalami musim gugur dalam keterwakilan perempuan politik di Indonesia," ungkap Titi. 
 
Padahal faktanya, imbuh Titi, pemilih perempuan terbukti memiliki loyalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Namun, loyalitasnya tidak berbanding lurus dengan keterpilihan perempuan dalam parlemen dan kebijakan dari Lembaga terkait.***
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat