unescoworldheritagesites.com

Kepala BKKBN: Masyarakat Jadi Kuat Saat  Perempuan dan Anak Diberdayakan - News

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K)

 
 
: Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K) menegaskan, masyarakat global harus memajukan kesetaraan gender. Untuk menciptakan dunia yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan dengan kemungkinan tak terbatas.
 
“Masyarakat menjadi lebih kuat dan lebih sehat ketika perempuan dan anak perempuan diberdayakan," ujar Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, di Jakarta, Selasa (11/7/2023). 
 
Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo melanjutkan, untuk memilih bagaimana dan kapan mereka ingin membangun keluarga yang mereka inginkan. 
 
 
Semua itu disampaikan, saat
menyikapi peringatan Hari Kependudukan Dunia (HKD) yang jatuh pada 11 Juli 2023. 
 
Bertajuk 'Kekuatan Kesetaraan Gender: Mengangkat Suara Perempuan dan Anak Perempuan untuk Membuka Peluang-peluang Tanpa Batas di Dunia', peringatan HKD 2023 lebih menyorot pada kreativitas, kecerdasan, sumberdaya, serta kekuatan dari setengah populasi planet ini, yaitu perempuan. 
 
Memberdayakan perempuan sangat penting untuk mengatasi tantangan demografis dan lainnya. Yang mengancam masa depan umat manusia, termasuk perubahan iklim dan konflik.
 
 
“Perempuan memainkan peran yang kuat dalam mendorong kesepakatan bersama dan membangun perdamaian di semua tingkatan.” Demikian pernyataan UNFPA (Dana Kependudukan PBB).
 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis, ketidaksetaraan gender membuat banyak perempuan dan anak perempuan tidak bisa bersekolah, atau mendapatkan pekerjaan dan posisi kepemimpinan. Hanya enam negara di dunia yang jumlah anggota parlemennya setara antara laki-laki dan perempuan.
 
Kondisi ini, membatasi hak pilihan dan kemampuan perempuan untuk membuat keputusan tentang kesehatan dan kehidupan reproduksi mereka. Hal ini, seringkali membuat mereka tidak bisa mencapai rencana reproduksi dan kesuburan yang mereka inginkan.
 
 
Ketidaksetaraan gender juga meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap kekerasan, praktik-praktik berbahaya dan kematian ibu, yang sesungguhnya dapat dicegah.
 
Fakta yang diperlihatkan PBB menunjukkan lebih dari 40 persen perempuan di seluruh dunia tidak dapat mengambil keputusan tentang kesehatan seksual dan reproduksi serta hak-hak reproduksi. Hanya satu dari empat perempuan di negara berpenghasilan rendah dan menengah bisa mewujudkan kesuburan yang mereka inginkan.
 
Fakta lain, secara global diketahui seorang perempuan meninggal setiap dua menit karena hamil atau melahirkan. Dan, dalam situasi konflik, jumlah kematian dua kali lebih tinggi. Di Indonesia, seorang ibu meninggal hampir setiap jam akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (Long Form Sensus Penduduk 2020).
 
 
Potret miris lainnya, sepertiga perempuan pernah mengalami kekerasan pasangan intim, kekerasan seksual non-pasangan, atau keduanya. Di Indonesia, satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan oleh pasangan atau bukan pasangannya seumur hidup (Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Indonesia/SPHPN 2021).
 
Demikian pula, sebanyak 9,23 persen perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun (Survei Sosial Ekonomi Nasional/ Susenas 2021). Hanya enam negara yang memiliki 50 persen atau lebih perempuan di parlemen. Lebih dari dua pertiga dari 800 juta orang di dunia yang tidak bisa membaca adalah perempuan.
 
“Keinginan perempuan dan anak perempuan itu penting untuk didengar - di mana pun, dalam lingkungan pembangunan dan kemanusiaan, di ruang daring maupun luring,” kata dr Hasto.
 
 
Memajukan kesetaraan gender, lanjutnya, berarti mengharuskan semua elemen masyarakat mendengarkan suara perempuan, anak perempuan, dan kelompok termarginalisasikan lainnya. Untuk memahami tantangan yang mereka hadapi dalam mewujudkan impian dan potensi mereka.
 
Terlalu sering, hambatan dan tantangan ekonomi gender terhadap hak dan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, termasuk kurangnya akses kontrasepsi, telah  menyulitkan perempuan untuk menciptakan keluarga yang mereka inginkan. Sehingga, melanggar otonomi tubuh mereka yang mengancam masa depan global.
 
Pemerintah, kata dr Hasto,  harus membentengi hak perempuan dan anak perempuan serta kemampuan mereka. Untuk membuat pilihan berdasarkan undang-undang dan kebijakan, demi memastikan populasi global yang lebih inklusif dan tangguh.
 
 
Memberdayakan perempuan dan anak perempuan untuk menggunakan hak-hak mereka dan membuat keputusan, terutama mengenai otonomi tubuh mereka, dipastikan PBB  akan berdampak langsung dalam membangun dunia yang lebih baik. Akan lebih banyak orang dapat hidup bebas dari kekerasan dan mencapai potensi optimal mereka. 
 
Menurut Bank Dunia, menutup kesenjangan gender dalam pekerjaan dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) per kapita hingga rata-rata 20 persen di masa depan. Perempuan dan anak perempuan merupakan 49,7 persen dari populasi global. Di Indonesia, 50,48 persen penduduk adalah perempuan dan anak perempuan (Dukcapil Kemendagri 2022).***
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat