unescoworldheritagesites.com

Masalah Kekerasan Seksual Kian Kompleks Dan Memprihatinkan, Pemerintah Optimalkan DIM RUU TPKS - News

Menteri PPPA Bintang Puspayoga.

 
JAKARTA:  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menyelenggarakan Konsultasi Publik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) secara hybrid, dari Jakarta, Senin (7/2/2022).
 
Pertemuan dengan perwakilan Kementerian/ Lembaga (K/L), masyarakat sipil, serta akademisi ini dilakukan untuk menyempurnakan DIM Pemerintah terkait RUU TPKS. 
 
“Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS karena kami sangat memahami mendesak dan urgensinya RUU yang sudah ditunggu banyak pihak ini," ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga. 
 
Semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan, lanjutnya, adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin. Agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan. 
 
Menteri PPPA menjelaskan, proses penyusunan DIM RUU TPKS berjalan lebih cepat dan efektif dengan pengawalan Gugus Tugas yang diinisiasi oleh Kantor Staf Kepresidenan. “Selama ini sudah banyak pandangan yang diakomodasi oleh Gugus Tugas. Kami berharap pertemuan hari ini dapat memperkaya substansi dengan mendengarkan pandangan serta masukan akademisi dan masyarakat sipil yang nantinya perlu kita akomodasi di dalam DIM dan pandangan pemerintah,” ungkap Menteri PPPA.
 
Dkemukakannya, RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Seperti pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual. 
 
“Selain itu, juga ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Menteri PPPA.
 
Di bagian lain, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah syarat Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual. 
 
“Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban. Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice,” temangnya.
 
Calvijn mengatakan, melalui RUU TPKS ini, nantinya keterangan saksi ataupun korban dalam proses penyidikan dapat dilakukan melalui perekaman elektronik. “Keterangan saksi atau korban juga sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, tentunya disertai alat bukti sah lainnya dan keyakinan hakim,” ungkap Calvijn.
 
Dikemukakannya, RUU TPKS juga memberikan penegasan, tenaga kesehatan, psikiater, dan psikolog yang mengetahui atau melakukan konseling terhadap korban yang mengalami tanda-tanda tindak pidana kekerasan seksual. Diharapkan dapat melaporkan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, atau Kepolisian.
 
“Pertama, banyak sekali terjadi kekerasan seksual, tetapi yang dilaporkan lebih sedikit. Kedua, kejadian kekerasan seksual diketahui, tetapi ada yang tidak dilaporkan dengan berbagai alasan, seperti perasaan malu. Ketiga, banyak terjadi kekerasan seksual, tetapi kita tidak tahu bahwa di sekeliling kita terjadi hal tersebut. Ini adalah fenomena gunung es.k, karenanya perlu dukungan dari tenaga kesehatan, psikiater, maupun psikolog,” papar Calvijn.
 
Konsultasi Publik penyusunan DIM RUU TPKS  dihadiri para pendamping korban, khususnya pengacara dan psikolog yang selama ini terlibat dalam proses beracara menangani kasus kekerasan seksual. 
 
Sementara dari Perwakilan Masyarakat Sipil, Ratna Batara Munti dan Asfinawati memberikan masukan, terkait penambahan pasal maupun redaksional. Pemerintah pun menyambut baik seluruh pandangan yang disampaikan dalam Konsultasi Publik, dan masih akan membuka akses yang luas terhadap pandangan lainnya. Terlebih, pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat akan diselenggarakan secara terbuka.***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat