unescoworldheritagesites.com

Sejumlah Keganjilan Bermunculan Dalam Kasus Penipuan & Penggelapan - News

saat hakim saksikan hitung-hitungan modal dan pembayaran

 

JAKARTA: Sejumlah keganjilan terdapat dalam kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Adnan Akbar, Dirut PT Nahda Mentari. Saksi pelapor yang diproses verbal/BAP bukan korban, tetapi Julius Lembe, penagih hutang yang juga advokat.

Locus delicti atau tempat kejadian perkara di Sorong (Papua) dan Jakarta. Namun disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara tanpa fatwa dari Mahkamah Agung (MA). Yang memberi cek jaminan (istilah pihak korban, cek pembayaran) bukan terdakwa Adnan Akbar, melainkan orang lain namun yang diadili atau dipersalahkan jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan Kejari Jakarta Utara Adnan Akbar dan bukan pemberi cek. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan telah terjadi salah dakwa orang atau error in persona.

Demikianlah yang terungkap dalam persidangan kasus penipuan dan penggelapan di PN Jakarta Utara, Kamis malam (17/1/2018).

Keganjilan lain, terdakwa dipersalahkan melakukan penipuan tetapi tidak pernah memperdaya dengan kata-kata saksi korban. Adnan Akbar juga tidak pernah mengucapkan kata-kata bohong terhadap saksi korban Irfan, pemilik CV Nusa Pertiwi Abadi. Bahkan berjumpa pun tidak pernah selama transaksi BBM jenis solar senilai Rp 5,1 miliar itu dilakukan.

Hal itu dikuatkan saksi korban Ifan sendiri. Dalam kesaksiannya dia terus terang menyatakan bahwa terdakwa Adnan Akbar tidak tahu menahu dengan transaksi solar Rp 5,1 miliar yang merugikanya. “Terdakwa tidak punya peran apa-apa,” demikian saksi Irfan dalam persidangan.

Saksi Frans Adu, yang menyatakan diri sebagai penghubung namun dalam BAP tercatat sebagai sales marketing CV Nusa Pertiwi Abadi, justru aktif berhubungan dengan pihak PT Nahda Mentari. Dialah yang berkata-kata, merayu dan membujuk Irfan hingga tertarik menjadi pemodal dalam transaksi solar Rp 5,1 miliar. Namun Frans Adu tidak dijadikan terdakwa atau ikut serta dalam kasus ini. Dia malah sebagai saksi a charge atau memberatkan bagi Adnan Akbar.

Persidangan pun diwarnai teriakan-teriakan penuh emosi baik saksi korban maupun penasihat hukum terdakwa. Saksi korban berteriak dan bersungut-sungut berkepanjangan karena tidak suka pertanyaan majelis hakim. Ruang persidangan menjadi tidak mulia dan tak memiliki rasa keadilan lagi.

Sedangkan penasihat hukum berteriak-teriak karena menilai majelis hakim, khususnya Ketua Majelis Hakim Ramses Pasaribu, telah berlaku/bertindak berat sebelah atau memihak penuh saksi korban. Selain itu, Jonri juga berteriak memprotes jaksa yang tidak berwenang mengikuti proses pemeriksaan kasus itu namun begitu banyak bertanya dan melakukan interupsi khususnya saat penasihat hukum mengajukan pertanyaan terhadap saksi yang diajukan jaksa. “Saudara jaksa (Timmy) tidak berwenang ikut memeriksa perkara ini. Dia tidak terdapat dalam P-16 kasus ini. Jadi kami minta diam saja atau keluar meninggalkan ruang sidang. Kami sangat menghargai persidangan yang mulia ini, karena itu kami tidak membawa teman-teman kami ke dalam persidangan. Kami yang mengikuti sidang dibekali surat tugas,” kata Jonri.

Jaksa Timmy sempat mengajukan protes. Tetapi dengan meyakinkan Jonri mengatakan hanya orang-orang yang mendapat penugasanlah yang berwenang mengikuti proses pemeriksaan perkara tersebut.

Dalam surat dakwaan dan keterangan saksi-saksi awalnya disebutkan hanya satu PO yang bermasalah atau menjadi hutang PT Nahda Mentari ke CV Nusa Pertiwi Abadi. Namun fakta-fakta persidangan menunjukkan telah banyak PO yang diselesaikan kedua pihak.

Pembayaran atas sejumlah PO terhadap CV Nusa Pertiwi Abadi justru berlebih. Pihak PT Nahda Mentari berpikir kelebihan ini termasuk pula pembayaran ke PO yang nilainya Rp 5,1 miliar.

“Khusus untuk hutang Rp 5,1 miliar pun klien kami sudah membayar Rp 3 miliar lebih. Jika ditambah kelebihan bayar pada PO-PO sebelumnya, maka hutang klien kami terhadap CV Nusa Pertiwi Abadi hanya sekitar Rp 300 juta atau hampir Rp 400 jutaan saja. Jadi, sejujurnya klien kami hanya kurang bayar saja,” demikian penasihat hukum Adnan Akbar, Andi Darti usai sidang di PN Jakarta Utara, Kamis malam.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat