unescoworldheritagesites.com

Keabsahan Alat Bukti Elektronik Dalam Perspektif Notaris - News

 

(Bagian pertama dari tiga tulisan)                      

Oleh : Prof Dr Liliana Tedjosaputro, SH, MH, MM

Kita mungkin sudah pernah mendengar ataupun membaca bahwa alat bukti elektronik dan dokumen elektronik memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, banyak orang masih terlalu 'asing' membahas bukti elektronik dan dokumen elektronik dengan pendekatan Undang-Undang (UU) Jabatan Notaris, UU ITE dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).Padahal, hal tersebut sangat penting juga menjadi dasar hukum untuk mengatur alat bukti elektronik ini.

Dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur bagaimana informasi eletkronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana keabsahan alat bukti elektronik dalam perspektif Notaris ? Selanjutnya, dapatkah alat bukti tersebut dibuat secara elektronik?

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu Notaris. Pada dasarnya, jabatan Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, yang dikehendaki oleh yang berkepentingan dinyatakan dalam akta otentik. Itu semua diatur dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Jabatan Notaris nomor 30 Tahun 2004 yang dulu diatur pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris.

Meski begitu, Jabatan Notaris tentu tidak bisa menolak globalisasi dunia,  yakni dampak dari Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 (Society 5.0). Ini mengakibatkan batas antara negara seolah-olah terhapus dunia virtual seperti elektronik, cyber physical system, internet of things dan networks sehingga, bukti elektronik dan dokumen elektronik menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Perlu dijelaskan disini bahwa akta otentik Notaris ada dua macam yaitu:

1. Akta Pejabat (Akta Relaas) adalah akta yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang menguraikan secara otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum dalam jabatannya.

2. Akta Pihak (Partij Acta) adalah akta yang dibuat di hadapan Notaris yaitu akta yang berisikan keterangan-keterangan dari pihak lain yang berkepentingan yang untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan Notaris dalam menjalankan jabatannya dinyatakan atau dituangkan dalam akta otentik.

Dalam Akta Pejabat atau Akta Relaas ini dapat dilakukan Berita Acara dengan teleconference dari beberapa tempat dan dicatat oleh Notaris dengan menggunakan Akta Minuta Relaas. Sedangkan untuk Partij Acta, harus dibuat di hadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta tersebut berisikan keterangan dari pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum dan membutuhkan alat bukti otentik seperti yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Akta-akta yang dibuat di hadapan Notaris dan akta yang dibuat di hadapan PPAT pada dasarnya adalah Partij Acta tetapi untuk PPAT hanya membuat akta-akta yang berkaitan dengan tanah.

Perbedaan antara Akta Relaas dan Partij Acta adalah pada tanda tangan para pihak dalam suatu akta.

Di dalam Akta Relaas, tanda tangan tidak merupakan syarat penting. Artinya yang berkepentingan hadir dapat tidak ikut atau ikut menandatangani akta. Dan itu harus ditegaskan dalam akta, karena yang hadir sebelumnya telah dimintai menandatangani daftar hadir guna menentukan kuorum kehadiran, dan itu dilakukan untuk setiap akta berita acara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat