unescoworldheritagesites.com

TPST Bantargebang Penuh, Sarana Jaya Segera Bangun FPSA  Untuk Perkuat ITF - News

Kegiatan webinar Balkotera  tentang penugasan PerumdaSarana Jaya membangun  FPSA.

JAKARTA: Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya ditugaskan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk membangun dua Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) atau Intermediete Treatment Facility (ITF) untuk mengelola sampah di ibu Kota.

Dalam proyek tersebut, beragam teknologi pengolahan sampah akan diterapkan secara tepat guna dan ramah lingkungan dengan cara perubahan bentuk, komposisi, karakteristik dan volume sampah.

Teknologi yang akan digunakan pada proyek tersebut, akan mengacu pada teknologi FPSA Tebet yang menggunakan teknologi Hydrodrive untuk pemusnahan sampah yang tak bisa dimanfaatkan secara organik dan ekonomi, serta pengolahan sampah organik Black Soldier Fly (BSF).

Inventor Teknologi Pengolahan Sampah Thermal Hydrodrive Djaka Winarso menyebut pihaknya yang telah memulai untuk mengembangkan teknologi pengelolaan sampah sejak 2008, memilih menggunakan teknologi tersebut karena karakter sampah Indonesia yang cenderung basah dan biasanya tercampur antara organik dan anorganik.

"Itulah kenapa thermal, karena dia bisa menyelesaikan sampah dengan cepat dan volume yang signifikan dan itu yang kita butuhkan," kata Djaka dalam kegiatan webinar Balkoters Talk 'Olah Sampah dengan Teknologi Ramah Lingkungan' di Jakarta, Jumat (15/10/2021).

Teknologi yang digunakan dalam pemusnahan sampah dengan thermal hydrodrive, dijelaskan Djaka, memanfaatkan Superheated Steam (syntetic gas) menjadi katalisator untuk meningkatkan suhu pada furnace boiler (ruang bakar) sekaligus bahan bakar.

Super heated steam itu juga dimanfaatkan sebagai sumber panas untuk proses pengeringan sampah agar terjadi pembakaran sempurna.

Selain itu, untuk menjaga agar aman emisi, suhu dari perangkat tersebut dijaga pada suhu 850 derajat celcius, plus ditambah dengan filter asap menggunakan cyclone wet scrubber yang akan menyaring asap pembakaran dengan cyclone dan semburan air untuk menurunkan emisi pada ambang batas yang diizinkan.

"Namun fasilitas ini memang hanya sebagai teknologi, karena yang lebih dari itu, yang ideal, adalah adanya pemilahan di hulu atau berkonsep desentralisasi sehingga sampah terolah dan musnah di dekat sumbernya, tidak ke TPA yang luas," tuturnya.

*Biokonversi Sampah Organik* Di kesempatan yang sama, Project Officer Ambitious City Promises (ACP) ICLEI di DKI Jakarta Selamet Daroyni mengungkapkan hal senada bahwa yang ideal adalah pemilahan sampah dari sumber di mana saat ini baru 49 persen rumah tangga di Indonesia yang memilah sampah untuk menunjang pengolahan sampah dengan teknologi yang berkelanjutan.

Pihak ICLEI sendiri, menawarkan pengelolaan sampah dengan proses biokonversi sampah organik Black Soldier Fly (BSF) yang pilot projectnya bisa dilihat di fasilitas BSF di Rawasari, Jakarta Pusat, yang bisa mengolah 1 ton sampah organik per hari dengan menggunakan maggot atau belatung black soldier fly.

Fasilitas tersebut, disebut Slamet, mengurangi sampah organik 365 ton per tahun, mengurangi ga rumah kaca sebesar 401.14 tCO2 eq per tahun, serta meningkatkan income ekonomi rumah tangga warga.

"Dalam pengelolaan itu melibatkan kurang lebih tujuh ribu KK. Kita di bulan keenam saat ini kita baru bisa mencapai target 60 persen. Karenanya pemilahan sampah utamanya makanan ini menjadi tantangan yang serius ketika ingin mengelola sampah," ucapnya.

Untuk itu, demi menjalankan pengolahan sampah di Jakarta dengan berkelanjutan dan ramah lingkungan, diperlukan juga penguatan aspek perundang undangan dan kebijakan turunan yang jelas sebagai panduan semua pihak, kelembagaaan yang memadai, skema peran serta masyarakat yang inklusif.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat