unescoworldheritagesites.com

Diskusi Publik, Saatnya Wali Kota Dipilih Rakyat Pasca Ibu Kota Pindah ke Kaltim - News

Pemprakarsa Diskusi Publik Sugiyanto menyapaikan  mendesak Wali Kota di Jakarta dipilih langsung oleh rakyat, demikian  juga DPRD Tingkat II.




: Jelang  Ibu Kota Negara (IKN)  pindah ke Kalimantan Timur, desakan terhadap adanya Pilkada tingkat Wali Kota di Jakarta makin mencuat. 

Tidak hanya Wali Kota, DPRD Tingkat II juga dipilih  langsung oleh rakyat.

Pasalnya, jika pemerintahan Jakarta tetap berpusat pada Gubernur, maka pelayanan masyarakat tidak akan berjalan baik. Berdasar aspirasi masyarakat tersebut, Komunitas Masyarakat Peduli Pemilu Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil (KMPP-Luber Jurdil) menggelar diskusi publik bertajuk 'Saatnya Pilkada Walikota dan Pentingnya DPRD Kota Pasca DKI Jakarta Tidak Lagi Sebagai IKN'.

Baca Juga: Gelar Puncak Harlah di Solo, PMII Bakal Serahkan Rekomendasi Tentang IKN

Diskusi yang  menghadirkan narasumber Anggota DPR-RI Santoso, Anggota DPD-RI Dailami Firdaus, dan lainnya berlangsung di Hotel d'Arcici Jalan Raya Plumpang, Koja, Jakarta Utara, Kamis (22/6/2023).

Ketua KMPP Luber Jurdil Sugiyanto atau SGY selaku pemrakarsa menyampaikan bahwa diskusi tersebut untuk mengakomodasi elemen masyarakat soal masa depan Jakarta setelah tidak lagi menjadi IKN.

 "Kita pertemukan antara kalangan politisi dan elemen masyarakat untuk berdiskusi sekalian silaturahmi," kata Sugiyanto pada acara yang diikuti sejumlah kader partai dan aktivis perkotaan.

Baca Juga: Jokowi di G7: Indonesia Fokus Bangun Infrastruktur di Luar Jawa termasuk IKN, Ingin Dukungan Nyata PGII

Politisi Partai Demokrat Santoso mengatakan kalau Jakarta tidak lagi menjadi IKN, maka saatnya  Wali Kota di Jakarta harus lewat proses Pilkada yang mana pejabat tersebut dipilih oleh rakyat.

"Karena kalau pemerintahan Jakarta masih dijalankan secara sentral oleh Gubernur, maka pengelolaan anggaran yang begitu besar tidak akan berjalan maksimal. Tiap tahun anggaran selalu banyak SILPA atau ujug-ujungnya diberikan ke BUMD sebagai Penyertaan Modal Daerah (PMD) karena kewalahan menyerap APBD yang tiap tahunnya lebih dari Rp 80 triliun," ujar Santoso yang pernah dua periode menjadi anggota DPRD DKI dan kini menjadi anggota DPR-RI.

Baik Santoso maupun Dailami Firdaus sependapat bahwa besarnya dana APBD DKI tersebut mampu untuk menyelenggarakan Pilkada tingkat Wali Kota.

Baca Juga: Apresiasi Kinerja KPK, Pemuda Kaltim: IKN Harus Jadi Simbol Peradaban Antikorupsi


 "Saya contohkan dana APBD  DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 82,47 triliun, bisa dibagikan ke lima kota dan satu kabupaten masing-masing Rp 15 triliun dan sisanya untuk provinsi, maka tiap kota di Jakarta bisa mengurus sendiri sesuai azas otonomi daerah. Bayangkan kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2,9 juta jiwa dan APBD cuma Rp 10,3 triliun, sudah bisa mengelola kotanya dengan baik, termasuk memberi makan gratis kepada lansia," ujar Santoso.

Jalan gang-gang di Surabaya semua dibangun dengan baik.

Sementara itu, Dosen  Fakultas Hukum Tata Negara (HTN ) Institute of Business Law   and Management (IBLAM),   Punta Yoga Astoni, SH, MH menambahkan, pada Keputusan Presiden (Keppres) untuk UU IKN yang akan dikeluarkan Presiden pada 2024 nanti sudah tidak boleh menggunakan DKI Jakarta lagi.

Baca Juga: Penting, Dukungan Konkrit BUMN dalam Pembangunan IKN

" Dengan Pilkada Wali Kota dan DPRD Tingkat II, maka bentuk pemerintahan kota/ kabupaten  yang merdeka, tidak bergantung pada Gubernur," kata Yoga.***







Terkini Lainnya

Tautan Sahabat