unescoworldheritagesites.com

Penyidik Koneksitas Kejaksaan Agung Tetapkan Tiga Tersangka Terkait Pengadaan Satelit - News

: Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung semakin menunjukkan gigi. Terbukti,  tim penyidik koneksitas terdiri dari jaksa penyidik pada bidang Pidana Militer dan penyidik dari POM TNI dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menetapkan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan), Laksamana Muda (Purn) AP, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021.

Tidak itu saja, menurut Brigjen TNI Edy Imran, Direktur Penindakan (Dirdak) Jampidmil Kejaksaan Agung  dalam konferensi pers hybrid di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/6/2022), pihaknya juga menetapkan dua orang lagi tersangka. “Mereka berinisial SCW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kesuma (DNK). AW selaku Komisaris Utama (Komut) PT DNK,” ungkap Edy Imran.

Dirdak Jampidmil juga menjelaskan, perbuatan para tersangka tidak mengindahkan Surat Keputusan  Menteri Pertahanan (Menhan) dalam hal penunjukan langsung kegiatan sewa satelit. Padahal, kegiatan tersebut menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menhan.

Edy Imran juga mengungkapkan tidak dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan (TEP), tidak ada penetapan pemenang lelang proyek oleh Menhan selaku Pengguna Anggaran (PA) setelah melalui evaluasi dari TEP, dan kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan tersebut. “Kontrak tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli, kontrak juga tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan. Dengan demikian, menjadi tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat/menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis,” tuturnya.

Tidak ada pula bukti dukungan terhadap tagihan yang diajukan, spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit Garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat atau sia-sia belaka.

Atas perbuatan para tersebut, mereka dipersalahkan penyidik melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Pasal 3 junco Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan akibat perbuatan para tersangka teersebut, diperkirakan telah menimbulkan kerugian keuangan negara antara lain berupa pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp480.324.374.442 (Rp480,3 miliar) dan pembayaran konsultan sebesar Rp20.255.408.347 (Rp20,2 milir). Sehingga total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp500.579.782.789. “Jumlah kerugian Negara sebesar itu sesuai hasil audit oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” tutur Edy Imran.

Hasil audit tersebut, kata Edy Imran, sesungguhnya sudah bias dipertanggung jawabkan. Sebab, penyidik koneksitas sebelumnya secara intens melakukan koordinasi dengan auditor BPKP untuk menentukan unsur-unsur yang memenuhi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan korupsi tersebut. “Hasil audit BPKP telah dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu audit internal, audit atas tujuan tertentu, dan audit investigasi,” katanya menambahkan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tim penyidik mulai dari keterangan para saksi dan alat bukti lainnya, baik berupa dokumen, surat, rekaman video, rekaman suara serta alat bukti lainnya terdapat indikasi kuat adanya unsur-unsur yang telah menimbulkan terjadi kerugian negara dalam proses pengadaan dan sewa Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) tersebut.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat