unescoworldheritagesites.com

Nilai Kewenangan Kepolisian Terlalu Besar, Seorang Advokat Uji Materiil UU Polri ke MK - News

Mahkamah Konstitusi

 

: Pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan awal direncanakan digelar pekan depan.

Pemohon uji materiil, advokat Sandi Eben Ezer Situngkir, menyebutkan pengujian lebih fokus ke kewenangan aparat kepolisian yang dinilai berlebih karena bisa menafsirkan sendiri apa yang akan dilakukannya sehingga tak ada keseimbangan.

Selain itu, anggota TAMPAK itu juga menyoroti keberadaan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang agak kurang tepat diposisikan untuk mewakili aspirasi masyarakat.

Mengenai kedudukan hukumnya sebagai pemohon, Sandi mengklaim tidak masalah karena sering/banyak melakukan advokasi publik kepada masyarakat korban penggusuran, korban penangkapan polisi terhadap aktivis, kebebasan beragama pada Tim Pembela Kebebasan Beragama (TPKB),  termasuk membentuk Tim Advokasi Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) untuk melakukan advokasi terkait tewas dibunuh Brigadir Joshua Hutabarat atau Brigadir J.

“Sebagai warga negara dan advokat, menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, pemohon adalah penegak hukum berkewajiban menegakkan dan menjunjung tinggi hukum,” tutur Sandi Eben Ezer Situngkir, dalam siaran persnya, Jum'at (14/10/2022).

Sandi Eben Ezer Situngkir merinci, beberapa ketentuan dalam Pasal 15, 16 dan 18 UU Polri, yakni membolehkan anggota Polri melakukan tindakan kepolisian menurut penilaian atau penafsirannya sendiri.  “Kewenangan yang diberikan kepada Polri untuk melakukan penilaian atau penafsiran sendiri untuk melakukan tugas dan kewenangannya sangat berbahaya dan melanggar hak hidup, hak aman, hak kepastian hukum yang diatur dalam UUD Tahun 1945,” tuturnya.

Baca Juga: Bantah Monopoli Dewan Pers, Mahkamah Konstitusi Tolak Seluruh Gugatan Uji Materiil UU Pers

Sebagai manusia biasa, anggota Polisi pun tentunya bisa salah oleh karena lalai atau sengaja. Pribadi polisi yang terdiri dari daging, jiwa dan roh adalah lemah. Akan tetapi UU Polri memberikan kewenangan untuk menilai dan menafsirkan sendiri untuk melakukan tindakan.

“Anggota Polri dapat saja menembak seseorang termasuk pemohon dengan alasan melarikan diri atau membahayakan jiwa Polisi,” ujarnya seraya mengingatkan, anggota Polri juga dapat menetapkan dan menahan seseorang atas penilaian sendiri atau lebih dikenal istilah diskresi.

Oleh karenannya,  jangan heran jika ada penembakan polisi dengan alasan melarikan diri dan membahayakan keselamatan anggota Polri.

Menurut Situngkir, banyak juga keluhan dari masyarakat atas tindakan kriminalisasi oleh Polri atas dugaan tindak pidana, baik karena tidak cukup bukti maupun karena perbuatan tersebut adalah perdata.

“Alasannya sesuai dengan ketentuan UU Polri yang dapat menilai atau menafsirkan sendiri peristiwa tersebut,” ujarnya. Hal itu terjadi karena kewenangan yang diberikan oleh UU Polri menafsirkan atau menilai sendiri.

“Celakanya, perbuatan tersebut hanya dipandang sebagai pelanggaran Kode Etik Polri yang pemeriksaannya dilakukan oleh Propam Polri. Polisi memeriksa Polisi melanggar prinsip imparsialitas dan keterbukaan. Jeruk makan jeruk karena Polisi memeriksa Polisi,” tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat