: Salinan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 40 P/HUM/2022, intinya MA membatalkan keberlakuan Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UU Penyiaran sebagaimana diubah oleh Pasal 72 angka 3 UU Cipta Kerja.
Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 yang telah dibatalkan oleh putusan MA itu, berbunyi “LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.”
Pertimbangan hukum puusan MA dalam putusannya menyatakan, sebagai berikut: “… menurut MA yang menjadi titik tekan dalam permohonan hak uji materiil a quo adalah mengenai pengaturan kewajiban baru. Bagi pelaku
usaha untuk menyelenggarakan/ menyediakan layanan program siaran. Berupa kewajiban untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2021.
“Dampak dari putusan MA ini adalah Lembaga Penyiaran sudah tidak dapat lagi bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing, dan sebaliknya penyelenggara multipleksing tidak dapat lagi menyewakan slot multipleksing,” ungkap Gede Aditya Pratama SH LL M, kuasa hukum Lombok TV, selaku Pemohon Uji Materiil PP 46/2021, di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Artinya, TV analog lainnya bisa bersiaran berdasarkan Pasal 20 UU Penyiaran yang mengatur bahwa 1 saluran siaran hanya dapat digunakan untuk 1 siaran di 1 wilayah siaran.
Hal ini bisa menimbulkan
dualisme dan ketidakpastian hukum. Sedangkan LPS Digital dapat dikategorikan melakukan penyiaran ilegal apabila tetap melakukan siaran dengan menyewa slot multipleksing.
Walau begitu, Pemerintah melalui Menkopolhukam dan Menkominfo mengumumkan bahwa Analog Switch Off (ASO) tetap akan dilaksanakan pada 2 November 2022.
Dalam pengumuman itu Pemerintah terkesan mengabaikan eksistensi Putusan MA Nomor 40 P/HUM/2022.
"Pemerintah nampaknya abai dengan Putusan MA. Padahal, dampaknya sangat serius. Lembaga Penyiaran eksisting yang bukan Penyelenggara Multipleksing tidak lagi dapat bersiaran pasca ASO tanggal 2 November 2022," terang Gede.
Sementara, bagi Penyelenggara Multipleksing terbatas hanya bisa
bersiaran di wilayah layanannya sendiri, di mana dia ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing dengan menggunakan slot multipleksingnya sendiri.
Sebagaimana diketahui, untuk wilayah layanan Jabodetabek, Penyelenggara Multipleksingnya hanya terdiri dari BSTV, Trans TV, Metro TV, SCTV, tvOne, RCTI, serta RTV.
Paska 2 November 2022, hanya ke-7 TV itulah, yang dapat bersiaran di wilayah layanan Jabodetabek menggunakan slot multipleksingnya sendiri. Sementara, TV-TV lainnya harus berhenti siaran.
Tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha.
Untuk itu, Gede Aditya minta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak
mengabaikan putusan MA.
Dia juga mengimbau untuk menghentikan atau
setidaknya menunda proses ASO di seluruh Indonesia, sampai dengan dilakukannya revisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Pekerja Perempuan, Indonesia Selesaikan Dua Proyek Pelindungan dan Tingkatkan Kompetensi Pekerja
Hal ini, lanjutnya, penting karena sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan Putusan MA, bahwa UU Penyiaran atau UU Cipta
Kerja saat ini sama sekali tidak mengatur tentang kewajiban/dasar bagi LPS.
Untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing, gunamenyelenggarakan
layanan program siaran.
“Agar proses ASO dapat berjalan mulus, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah terlebih dahulu melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja," ujar Gede
Baca Juga: Pekerja Perempuan, Indonesia Selesaikan Dua Proyek Pelindungan dan Tingkatkan Kompetensi Pekerja
Dan juga, mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas
bersama dengan DPR. Tidak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya.
Di bagian lain, Direktur Lombok TV, Yogi Hadi Ismanto menyatakan, sudah seharusnya Pemerintah mematuhi Putusan MA. Dia berharap ke depannya
ada perlindungan. Bagi kelangsungan industri penyiaran termasuk kelangsungan usaha televisi lokal.
“Aturan penyelenggaraan multipleksing ke depannya diharapkan memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap televisi lokal. Yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat lagi bersiaran paska ASO," tutur Yogi.
Karena, imbuhnya, bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran, dengan cara menyewa slot multipleksin.***