unescoworldheritagesites.com

Ridwan Hisjam: Pemerintah Harus Berani Buka Iklim  Inovasi Dan Invensi  Hilirisasi Retina - News

Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam

JAKARTA: Anggota DPR RI Ridwan Hisjam menyoroti dengan serius energi terbarukan (ET) di Indonesia. Politisi senior Partai Golkar ini mengemukakan dalam simposium hukum Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia.

Acara tersebut sebagai upaya melakukan akselerasi pengembangan energi terbarukan. Temanya adalah Peluang dan Tantangan Energi Baru dan Terbarukan Sebagai Alternatif Solusi Ketahanan Energi Nasional. Ia menyebutkan sulit untuk menerapkannya di Indonesia.

Masyarakat Indonesia masih banyak yang suka menggunakan energi fosil, baik minyak bumi atau batubara dalam mendukung aktivitasnya. Anggota Komisi VII DPR ini mengatakan bahwa Revolusi Energi Terbarukan di Indonesia (Retina) melakukannya masih sulit.

Padahal ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat yang semakin besar. Itu sebabnya, wacana untuk melakukan pengembangannya, setidaknya sejak 2005, dengan terbitnya Perpres no. 6. Perpres ini bicara tentang Kebijakan Energi Nasional. Kemudian Perpres tersebut berubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 2014.

Kita belum dapat menerapkan kebijakan energi nasional sepenuhnya hingga kini. Padahal untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat yang semakin besar, ET ini sangat penting.

“Dalam rangka menunjang pembangunan berkelanjutan, kita perlu mendorong pemanfaatan energi yang bersih, ramah lingkungan, yakni, ET. Hal ini guna menjamin generasi mendatang memperoleh kondisi lingkungan hidup yang sama atau lebih baik daripada kondisi saat ini. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama” ucap Ridwan, Rabu (17/11/2021) secara daring.

Dalam rangka melakukan pengembangan ET, Indonesia membutuhkan tambahan 14.087 MW untuk mencapai target 23% pada 2025 atau memerlukan investasi sebesar 34 miliar USD untuk proyek-proyek Energi terbarukan.

”Sedangkan energi terbarukan saat ini masih sekitar 8% secara keseluruhan dan 12% untuk pembangkit. Ini masih jauh dari target sedikitnya 23% pada 2025. Padahal waktu tersisa kurang dari 4 tahun lagi. Oleh karena itu perlu upaya-upaya sistematis, terstruktur dan terus-menerus untuk pengembangan energi terbarukan. Konsep tersebut kita kasih sebutan Revolusi Energi Terbarukan Indonesia (Retina),” tuturnya.

Revolusi Energi Terbarukan Indonesia (Retina) Setidaknya ada tiga prasyarat yang harus terpenuhi dalam melakukan Retina, antara lain: Pertama, Payung Hukum yang kokoh dalam pengembangan energi terbarukan berdasarkan kondisi saat ini adalah Undang-undang (UU). UU ini merupakan konsensus semua pemangku kepentingan.

Ini dapat memacu kita semua untuk secara serius terlibat dalam melakukan akselerasi pengembangan ET. Ridwan menyampaikan bahwa Komisi VII DPR RI sedang menyusun Rancangan UU tentang energi baru dan terbarukan, harapannya dapat segera terselesaikan.

“Kita telah mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pelaku usaha, akademisi, asosiasi serta melakukan kunjungan spesifik ke perguruan tinggi. Ini untuk menjaring aspirasi dan pemikiran dari semua pemangku kepentingan agar memperkaya substansi RUU tentang energi baru dan terbarukan,” lanjutnya.

Pra-syarat kedua adalah teknologi yang mumpuni. Kondisi saat ini dengan membanjirnya produk asing berimbas juga pada teknologi ET, sehingga terkesan harga ET relatif mahal. Perlu adanya pengembangan teknologi ET yang terjangkau.

Ini dapat melalui transfer teknologi, kliring teknologi, inovasi dan pengembangan industri teknologi ET di dalam negeri. Ridwan menjabarkan menjadi syarat wajib kita untuk menguasai teknologi ET, sehingga perlu industri-industri yang menghasilkan teknologi ET. Contohnya adalah industri solar panel photovoltaic, teknologi baterai listrik, teknologi inverter, teknologi turbin, dan lain sebagainya.

Kita harus berani Stop impor produk teknologi ET dari asing, kecuali kita hanya untuk ATM – Amati, Tiru dan Modifikasi. Pemerintah harus memiliki keberanian dan niat tulus untuk membuka seluas-luasnya iklim inovasi dan invensi serta hilirisasi hasil-hasil riset berkaitan dengan teknologi energi baru dan terbarukan. Hal ini dalam rangka mewujudkan kemandirian teknologi ET sebagai langkah awal dalam mewujudkan kemandirian nasional. Kita perlu meningkatkan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki kemampuan teknologi maju terkait ET baik skala regional maupun global. Demikian juga, kita perlu kerjasama dengan lembaga-Lembaga internasional yang memiliki concern terhadap pengembangan ET.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat