unescoworldheritagesites.com

Batu Kumbung Lombok Barat Miniatur Taman Sari Toleransi Keberagaman Umat Beragama - News

Anggota DPR RI Dapil Pulau Lombok H Rachmat Hidayat Sosialisai 4 pilar kebangsaan di Batu Kumbung, Lombok Barat. (Suara Karya/Istimewa)

 :  Anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan H Rachmat Hidayat tak henti-hentinya menggelar sosialisasi 4 pilar MPR RI berbangsa dan bernegara. 

Kali ini, tokoh kharismatik Bumi Gora itu menggelar sosialisasi 4 pilar kebangsaan di Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat pada Jumat siang, (18/11/2022) lalu di Kantor Desa Batu Kumbung. 

Rachmat Hidayat menyematkan predikat khusus kepada Desa Batu Kumbung. Ia menyebut Desa Batu Kumbung sebagai "Miniatur Taman Sari Toleransi Keberagaman Umat Beragama". 

Baca Juga: Ini Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan Ala Rachmat Hidayat

Bagaimana tidak, Desa Batu Kumbung kata Rachmat layak masuk menjadi teladan toleransi dunia, karena telah memberikan contoh toleransi yang baik antar umat beragama.

Baca Juga: Salatiga Resmi Dicanangkan Sebagai Kota Empat Pilar Dan Kota Vanili 

Desa Batu Kumbung dihuni oleh dua mayoritas agama yakni agama islam dan hindu. Kedua eskponen masyarakat ini selama puluhan tahun telah hidup berdampingan. Tak pernah terjadi konflik yang sifatnya terbuka.

Baca Juga: Diskusi Empat Pilar MPR Bahas Potensi Adanya Isu SARA Dalam PEMILU 

Di desa tesebut juga terdapat dusun yang diplot sebagai "Kampung Toleransi" yakni Dusun Tragtag. Di harmonisasi dua suku yaitu Suku Bali dan Suku Sasak yang hidup rukun berdampingan. 

Hal itu dinilai Rachmat sebagai bentuk konkret pengimplementasian nilai-nilai pancasila. 

"Di Batu Kumbung kita melihat pancasila. Ada keberterimaan, toleransi, keberagamaan. Batu Kumbung ini merupaman miniatur Taman Sari keberagaman umat beragama," jelas Rachmat. 

Sebagai contoh, kata Rachmat Kerja sama kedua umat yakni Islam dan Hindu, selain menciptakan harmoni, juga mempercepat penanganan persoalan-persoalan yang datang, salah satunya dampak bencana alam gempa bumi pada 2018. 

Kala itu, gempa bumi menyebabkan rusaknya rumah warga dan bangunan lainnya termasuk masjid dan mushala. Akibatnya umat Islam tidak bisa menjalankan ibadah di masjid dan musala sebagaimana layaknya. 

Prediksi datangnya gempa susulan yang masih akan terjadi juga membuat warga harus mencari lokasi tanah lapang untuk hunian dan tempat ibadah sementara. Warga setempat bersama relawan berinisiatif mendirikan musala darurat. Para relawan yang datang dari berbagai daerah bahu membahu bersama warga setempat. Musala darurat dengan bahan baku bambu dan terpal dibangun sekitar dua hari. Uniknya, di antara para warga bukan hanya umat Islam, yang berkepentingan dengan musala darurat sebagai tempat salat, yang turut kerja bakti. Beberapa penganut Hindu juga turun tangan. Bahkan salah satu areal musala darurat adalah lahan milik umat Hindu. 

Hal yang sama juga terjadi saat datangnya pandemi Covid-19 lalu. Sinergi dua umat ini bahu-mambahu melawan virus yang membahayakan itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat