unescoworldheritagesites.com

Jumhur: Berpotensi Rampok Uang Negara Di Program Kartu Pra Kerja, Presiden Harus Cepat Bertindak - News

M Jumhur Hidayat, Aktivis Buruh dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) era Presiden SBY

JAKARTA: Aktivis Buruh M. Jumhur Hidayat bereaksi keras atas keputusan pemerintah yang mengucurkan dana triliunan rupiah untuk pelaksanaan program Kartu Pra Kerja.

Jumhur juga menduga, saat ini sedang terjadi persengkokolan jahat untuk melakukan perampokan uang negara secara "brutal" yang memboncengi program Kartu Pra Kerja. Padahal, sesungguhnya program ini memiliki niat baik.

Dalam rekaman suara Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) era Presiden SBY ini yang diterima menyebut, dari total anggaran Rp20 Triliun, justru dialokasikan lebih dari Rp5 Triliun untuk delapan provider atau vendor ‘digital platform’ pelaksana pelatihan Pra Kerja.

Dia juga menyoroti dan mengkritisi Program Kartu Pra Kerja yang semestinya dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tetapi justru "dibelokkan" atau dialihkan untuk kepentingan tertentu di luar Kemenaker yang jauh tidak kompeten.

"Jika ini. tetap dilakukan oleh lembaga manajemen di bawah Kemenko Perekonomian, maka hal itu membajak tugas pokok Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), cq Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (disingkat Ditjen Binalattas)," tegas Jumhur.

Dia juga kembali menegaskan Kemenaker-lah yang terbiasa melakukan kerja ini yang sudah menjadi domain sejak lama. Jumhur menyebut, hingga saat ini tidak ada lembaga yang lebih kredibel menjalankan Kartu Pra Kerja ini, selain Kemenaker.

"Karena sejak Indonesia merdeka, Kemenaker memiliki tugas itu. Apalagi, jika ditambah dengan dinas tenaga kerja seluruh Indonesia yang mencakup lebih dari 500 kabupaten kota dan 34 provinsi," jelasnya.

Selain pengalaman, pendataannya pun diyakini paling dekat dengan keadaan sebenarnya. Sebab, setiap pencari kerja di daerah, mereka telah mencatatkan diri dalam kartu kuning yang telah disediakan dinas tenaga kerja setempat.

Kemudian, lanjut dia, hampir semua industri yang jika melakukan PHK, langsung mendaftarkan diri ke dInas tenaga kerja setempat. Selanjutnya semua data itu direkap dan bermuara di Kemenaker.

“Sehingga tidak ada lembaga yang paling mengerti, paling kompeten untuk mengetahui berapa tenaga kerja dan berapa jumlah ter-PHK, selain Kemenaker ini,” ucap Jumhur.

Jumhur mempertanyakan langkah pemerintah ini yang sangat gegabah, yang justru berpotensi melanggar Konstitusi negara.

"Sungguh tidak masuk akal, di republik yang dilengkapi lembaga yang terstruktur, tiba-tiba tugasnya diganti lembaga manajemen yang bersifat" ad hoc" yang dibentuk oleh lembaga di bawah Kemenko Perekonomian. Pasti lembaga itu ‘kaleng-kaleng‘ atau ‘abal-abal‘ yang fungsinya menyembunyikan niat jahat untuk menggarong uang rakyat,” ungkapnya.

Karena itu, Jumhur mendesak Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan panglima dalam pengelolaan negara menghentikan perbuatan tercela dan merugikan uang rakyat ini.

"Mumpung baru sekitar Rp166 Miliar dari Rp5,6 Triliun yang terpakai di program ini. Presiden masih bisa menyelamatkan uang rakyat. Dan jika tidak bisa menghentikan upaya jahat ini, maka Presiden patut diduga ikut merestui. Bila ini terjadi, maka Presiden ikut melakukan tindakan tercela,” tegas Jumhur***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat