unescoworldheritagesites.com

Asosiasi Ingin Standarisasi Vape Tidak Wajib - News

Ilustrasi pengguna rokel vape. (ist).

JAKARTA: Pertumbuhan industri rokok elektronik (vape) di Indonesia berkembang pesat. Sebagai industri yang baru berkembang beberapa tahun terakhir, produk yang dikategorikan sebagai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) ini telah memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

Saat ini, diperkirakan pengguna produk HPTL di Indonesia sudah lebih dari 2 juta orang. Mayoritas pelaku industri HPTL merupakan industri kecil dan menengah (IKM).

Kementerian Perindustrian telah menyatakan komitmennya untuk membahas SNI vape pada 2021. Direktur Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menilai standardisasi untuk produk rokok vape sangat diperlukan agar konsumen lebih aman dan nyaman dalam menggunakan vape.

Namun sempat muncul kekhawatiran dari beberapa produsen liquid vape di Indonesia mengenai hal tersebut. Beberapa produsen khawatir jika nantinya standarisasi (SNI) diterapkan malahan akan memberatkan bagi sebagian produsen, dan konsumen.

"Sudah pasti. SNI sudah pasti akan menambah beban biaya dan akan membebani harga jualnya. Di tingkat konsumen juga pasti lebih mahal. Kan ngurus SNI itu mahal," ujar Ketua Asosiasi Vapers Indonesia (AVI), Johan Sumantri, Rabu (2/12/2020).

Pemberitaan negatif mengenai produk masih bisa terlihat beredar di media karena beberapa kejadian di masa lalu. Contohnya, di tahun 2016 dilaporkan seorang vaper di Jawa Barat harus dilarikan ke rumah sakit setelah perangkat vape miliknya meledak.

Disebutkan beberapa kontroversi terkait rokok elektrik juga terjadi di luar negeri seperti Amerika Serikat, dimana kurangnya standar rokok elektrik mengakibatkan banyaknya produk rokok elektrik yang tidak diatur di pasaran sehingga menimbulkan beberapa insiden.

Sebaliknya, negara-negara yang telah menyadari perlunya standar rokok elektrik telah berhasil memastikan hanya bahan dan komponen berkualitas tinggi yang boleh digunakan untuk pembuatan rokok elektrik ini.

Negara-negara seperti Selandia Baru, Kanada, Rusia, serta semua negara anggota Uni Eropa saat ini memiliki aturan yang memastikan adanya standar minimum yang harus dipenuhi oleh produsen. Ini tidak hanya mengatur standar kemurnian e-liquid tetapi juga keamanan dan keandalan baterai.

Johan Sumantri mengaku produk elektronik bisa jadi ada kekeliruan dan gagal fungsi. Terkadang terdapat pods yang kualitasnya kurang baik, sehingga selain cepat rusak juga akan membahayakan konsumen saat digunakan.

Namun dia mengingatkan untuk tidak serta merta menerapkan SNI Wajib untuk produk vape.

"AVI sangat mendukung rencana pemerintah melalui BSN dan Kementerian Perindustrian untuk segera menerbitkan standardisasi nasional terkait vape pada tahun 2021, tapi bersifat sukarela," kata dia.

Dia berharap penyusunan standardisasi produk vape bisa melibatkan produsen dan konsumen vape Indonesia. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat