: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menegaskan, transisi energi menjadi salah satu dari tiga topik utama dalam Presidensi G20 Indonesia tahun ini.
Artinya, energi baru terbarukan menjadi sektor prioritas dalam pembangunan Indonesia di masa depan.
Pemerintah berkomitmen meraih Net Zero Emission pada 2060.
“Kita harus berusaha menyeimbangkan kenaikan permintaan energi di masa depan dengan komitmen reduksi karbon. Untuk itu, pengembangan energi baru terbarukan menjadi hal yang sangat penting,” kata Menko Airlangga.
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini menambahkan, pemerintah juga akan mengimplementasikan kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade, serta skema pajak karbon di 2023.
Kebijakan ini akan menentukan batas atas dalam emisi karbon di beberapa sektor tertentu dan memperkenalkan perdagangan dan skema pajak karbon.
“Kami harap kebijakan ini dapat memberikan keuntungan bagi industri untuk mengubah energinya menjadi sumber terbarukan,” tegas Airlangga.
Baca Juga: Kemenperin Bersama Polri Bentuk Satgas Awasi Produksi Dan Distribusi MGS Curah, Waskat 24 Jam
Menurut Airlangga, energi baru terbarukan harus mampu menggantikan energi karbon yang memiliki emisi tinggi seperti bahan bakar fosil.
Airlangga mengaku, pemerintah menargetkan pada 2025 mendatang, pencapaian proporsi energi baru terbarukan sebesar 23 persen dari total sumber energi nasional.
Menurutnya, pada 2021, pemerintah sudah mengakselerasi tranformasi energy dengan pengurangan emisi karbon pada pembangkit listrik di Indonesia hingga 10,37 juta ton. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat dari target reduksinya.
Ia menegaskan, untuk mencapai target proporsi energi baru terbarukan tersebut, Indonesia tidak hanya membutuhkan dukungan sektor swasta nasional, tapi juga komunitas global.
Termasuk kolaborasi dengan negara maju di dunia. Airlangga menilai hal ini wajar karena pencegahan perubahan iklim merupakan tanggungjawab seluruh negara di dunia.