unescoworldheritagesites.com

Prof Hikmahanto Juwana, Ikut Kecam Rusia, Indonesia Yang Rugi - News

Prof Hikmahanto Juwana (Youtube channel Helmy Yahya)

: Sikap luar negeri Indonesia yang mengecam, mengutuk serangan Rusia atas Ukraina dianggap bakal merugikan Indonesia sendiri. Sebab di beberapa sektor, selain dengan China dan Amerika, Indonesia juga masih bergantung dengan Rusia.

Menurut Prof Hikmahanto Juwana, seharusnya sikap luar negeri Indonesia bisa lebih netral dengan tidak buru-buru mengutuk Rusia yang dipelopori AS dan negara-negara sekutunya di NATO. Karena, disebutkan Hikmahanto, terkait serangan Rusia ke Ukraina bisa dilihat dari sudut pandang berbeda. Bukan semata-mata dari kacamata AS.

Lebih jauh Hikmahanto dalam channel Youtube Helmy Yahya (tertulis 2 hari lalu-red), menjelaskan awal mula serangan Rusia. "Kalau saya melihat ini serangan Rusia, bukan agresi. Saya tidak mau menyebut ini agresi, karena itu sudah menjudge," kata Hikmahanto mengawali penjelasannya. "Ini bisa dilihat dari sudut pandang berbeda," katanya.

Menurut Hikmahanto, di Ukraina itu ada sparatis Donetsk dan Luhansk. Dua wilayah pemberontak yang memproklamirkan diri sebagai republik. Keduanya terletak di Ukraina timur dan lepas dari kendali Kiev pada 2014.

Rusia pada Senin (21/2/2022) mengakui Donetsk dan Luhansk merdeka, sehingga memicu kecaman internasional. "Dari kacamata ini kita melihat Rusia tidak melakukan agresi, tetapi membela negara kecil yang sudah merdeka dari serangan Ukraina. Sementara dari sisi Ukraina, ini wilayahnya, dia berhak atas ketertiban di negaranya," katanya.

Selain persoalan itu, kata Hikmahanto, sebenarnya Rusia juga tidak senang dengan niatan Ukraina untuk bergabung ke NATO. Karena itu bisa membahayakan Rusia sebagai rival. "Terlepas dari itu, harusnya pemerintah Indonesia berhati-hati untuk ambil sikap. Tapi sekarang sudah terlanjur, AS sudah terima kasih ke Indonesia ikut mengutuk Rusia, di sisi lain Rusia sudah menganggap Indonesia bagian dari AS," kata Hikmahanto.

Lantas apa ruginya atas sikap Indonesia ini? Menurut Hikmahanto Indonesia masih bergantung dengan Rusia antara lain suku cadang Shukoi, gandum dan energy. "Ketergantungan ini harusnya membuat pemerintah Indonesia berhati-hati dalam bersikap," kata Hikmahanto.

Sikap luar negeri yang bebas dan aktif itu bisa ditunjukan dengan mempunyai sikap sendiri. Tidak harus mengutuk. "Misalkan mendesak agar dilakukan gencatan senjata, tanpa mengutuk salah satu pihak yang berkonflik," kata Hikmahanto.

Sementara itu Menlu Retno Marsudi mengatakan, mandat konstitusi dengan prinsip kepentingan nasional menjadi kiblat dalam menyikapi perseteruan dua belah negara tersebut. Sebab dampak akibat perang itu sangat luas. "Dampaknya akan sangat besar, terutama pada sektor ekonomi. Kemudian hitungan mengenai masalah energi. Harga minyak dunia sekarang sudah mencapai USD115 per 4 Maret 2022. Itu adalah harga tertinggi sejak 2014," terangnya.

Kemudian harga gas di Eropa, Rusia adalah produsen ketiga terbesar setelah Amerika dan Arab Saudi dan produksi gasnya mencapai 11%. "Maka dari itu, semua tim ekonomi kita mulai menghitung kira-kira dampaknya ke kita akan seperti apa," ujarnya.

Karena itu, kata Retno,yang dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat peperangan adalah mengupayakan perdamaian. Tentunya ini tidak bisa dilakukan Indonesia sendiri. "Kita butuh dukungan dari negara-negara lain untuk perdamaian Ukraina - Rusia. Dan kita mencoba untuk bergabung dengan semua negara-negara yang ingin perang ini berhenti," ucapnya.

Retno menyatakan, Indonesia juga tidak akan ikut-ikutan negara lain yang akan melakukan embargo ekonomi ke Rusia. "Sejak Indonesia merdeka, kita terus hormati prinsip mengenai penghormatan kedaulatan dan teritorial negera lain," tandasnya. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat