unescoworldheritagesites.com

Selembar Ulos Saput Batak Pembuka Peti Jenazah dan Misteri Terbunuhnya Brigadir Yoshua Hutabarat - News

tangis pilu ibunda Brigadir Yoshua Hutabarat, Rosti Simanjuntak

 

: Selembar Ulos (Batak) Saput atau Ulos Holong yang jika di-Indonesia-kan sebagai seledang menjadi salah satu "kunci" penting terbongkar kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Apa benar begitu ya? Tentu saja ya, karena untuk membungkuskan Ulos ke jenazah peti harus dibuka lagi. Lagi, kehadiran Ulos Saput/Holong mengiringi perjalanan hidup orang Batak.

Tatkala Brigadir J tewas ditembak kemudian peti jenazah Brigadir Yoshua dibawa dari Jakarta menuju Sungai Bahar, Jambi, tempat tinggal orangtuanya, belumlah dikenakan Ulos Saput/Holong ke jenazahnya dari Tulang atau Pamannya. Selain karena tewasnya secara tidak wajar, kematiannya juga tidak diketahui orangtua maupun kerabatnya, termasuk Pamannya tentu saja.

Dalam kondisi demikian, pemakaman yang mau dilangsungkan tidaklah sesuai mekanisme adat orang Batak Toba. Sebagaimana lazimnya orang Batak, Ulos Saput tersebut  dikenakan atau diuloskan oleh Tulang atau Paman almarhum untuk bungkus jenazah Bere-nya (Brigadir J) sebelum peti jenazah ditutup.

Maka ayah dan ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak,  pun meminta petugas Kepolisian yang mengantarkan jenazah agar dibuka petinya. Sempat terjadi perdebatan sengit. Pengantar jenazah menolak membuka peti yang sudah ditutup rapat itu. Sampai Rosti Simanjuntak menangis pilu. Dia kemudian menangis/mangandung pilu sampai warga yang berdatangan tak kuasa menahan air mata.

"Ito (Tulangnya Brigadir J) uloshonma Ito Ulos Holongmi asa unang ngalian daging ni Beremon," tangis Rosti Simanjuntak terisak-isak.

Baca Juga: Senandung Pilu Rosti Simanjuntak, Ibunda Brigadir Yoshua Hutabarat Alias Brigadir J

Sebagaimana kita dengar belakangan kematian dari Brigadir Yoshua penuh tragedi,  misteri bahkan kebohongan dari banyak oknum polisi. Simpang-siur kebenaran dari wafatnya si pemuda Batak ganteng yang ajudan seorang jenderal berpengaruh di institusinya itu.

Disebut-sebut tidak kurang dari 83 oknum Polisi jalani pemeriksaan bahkan ada yang kini dikandangkan karena terjerat penyalahgunaan wewenang, termasuk yang terlibat pembunuhan. Mulai dari eksekutor, aktor intelektual sampai yang menghalang-halangi penyidikan dan hilangkan alat/barang bukti.

Entah karena jerit tangis pilu Rosti Simanjuntak, akhirnya diizinkan peti mati Brigadir J dibuka. Meski dibatasin waktunya, terbukalah sedikit aib yang menghebohkan dalam perjalanan Kepolisian RI. Larangan dari petugas untuk membuka peti mati milik Brigadir J ternyata berselimutkan kekejian, dusta dan kebohongan.

Oleh karena itulah, jenazah pemuda Batak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang kedua orangtua itu dilarang keras diperlihatkan untuk yang terakhir kalinya.

Setelah dilihat sekejap jenazah Brigadir J, Ulos untuk penutup jenazah pun diuloskan Tulangnya ke jenazah Bere-nya sesuai tradisi Batak. Petugas yang juga ada diantaranya orang Batak hanya mampu terdiam dan tidak bisa melarang. Jika melarang terus, maka sama saja mereka memusuhi adat istiadat orang Batak. Melarang melakukan tradisi adat bisa dikategorikan memusuhi tradisi. Apabila begitu berarti memusuhi suku Batak.

Baca Juga: Tim Dokter Forensik Datangi Bareskrim, Luka di Brigadir J Karena Tembakan

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat