unescoworldheritagesites.com

Jutaan Data Penduduk Diduga Bocor, Pimpinan DPR Desak Aparat Bergerak Cepat - News

Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad. (Foto: Humas DPR)

JAKARTA: Menanggapi info kebocoran 279 juta data pribadi penduduk Indonesia yang berpotensi dapat disalah gunakan dan tindak kejahatan, maka Pimpinan DPR melalui Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad mendesak aparat penegak hukum bergerak cepat. Aparat harus melakukan antisipasi terhadap segala kemungkinan kejahatan khususnya pada sektor keuangan.

"Kebocaran data atau menjual data sebanyak 297 juta harus segara ditindak lanjuti aparat penegak hukum, karena kalau betul kebocoran itu ada, hal itu sangat disayangkan karena kerahasiaan yang penting kok bisa jatuh ke tangan yang tidak berwenang. Oleh karena itu saya minta segera aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan melakukan tindakan preventif secepatnya agar hal tersebut tidak merugikan banyak," ujar Dasco kepada wartawan, Jumat (21/5/2021) di Gedung Parlemen DPR RI.

Sebelumnya diberitakan Chairman CISReC Pratama Persadha menyatakan 279 juta data penduduk Indonesia yang diduga bocor bisa sangat berbahaya. Dia mengatakan data itu bisa digunakan untuk kejahatan lain.

"Prinsipnya adalah memang data pribadi ini menjadi incaran banyak orang. Sangat berbahaya bila benar data ini bocor," ujarnya.

Pratama mengatakan telah memeriksa langsung sebagian data dari 279 juta data penduduk yang dijual di forum peretas Raid Forums. Dia berkata data yang disajikan oleh akun bernama Kotz cukup lengkap, seperti ada nama, tempat tanggal lahir, alamat, jumlah tanggungan. Bahkan ada nomor ponsel, NIK KTP, dan NPWP.

"Kita tunggu saja apakah benar ini data bocor dari Dukcapil atau dari sumber lain. Kita juga akan tunggu klarifikasi dari Kemendagri terkait ini," ujarnya.

Adapun jenis kejahatan yang bisa dilakukan dengan menggunakan data itu, Pratama menyebut adalah kejahatan perbankan. Selain itu, data itu juga bisa digunakan pelaku kejahatan untuk membuat KTP palsu dan kemudian menjebol rekening korban.

Meski demikian, Pratama tidak menutup kemungkinan data itu tidak valid. Pasalnya, pemilik data itu mengklaim datanya bersumber dari BPJS.

"Harusnya jumlah data user BPJS tidak sebanyak itu. Artinya bisa klaim pelaku berlebihan atau bohong, bila benar data BPJS," jelasnya. (Elvis) ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat