unescoworldheritagesites.com

Ketum KSBN Sebut Sosialisasi 4 Pilar Tak Cukup Hanya Bernarasi: Gunakan Nilai-nilai Seni Budaya Lebih Membumi - News

Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Hendardji Soepandji di Rakernas I KSBN menyatakan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan tidak cukup hanya dengan narasi saja. Tapi dapat menggunakan nilai-nilai seni budaya Indonesia agar lebih membumi (AG Sofyan )

 
 
: Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Mayjend TNI (Purn) Drs. Hendardji Soepandji, S.H menyatakan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan tidak cukup hanya dengan narasi saja. Tapi dapat menggunakan nilai-nilai seni budaya Indonesia agar lebih membumi.
 
Menurut Hendardji nilai-nilai kearifan lokal yang terangkum di dalam sila-sila Pancasila, seharusnya dapat diejawantahkan di setiap program yang dijalankan  pemerintah. Termasuk dalam merancang pembangunan nasional hingga dengan mensosialisasikan 4 Pilar Kebangsaan.
 
 
"Proklamator dan Bapak Bangsa, Soekarno menggali Pancasila dari nilai-nilai perjalanan sejarah panjang Indonesia, bahkan jauh dari sebelum zaman Majapahit dan Sriwijaya. Nilai-nilai itulah yang kemudian menjadi nilai-nilai Pancasila yang sekarang ini,  menjadi nilai ideologi bangsa dan negara ini," jelas Hendardji kepada di sela-sela Rapat Kerja Nasional  Rakernas I  KSBN di Rumah Budaya, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (17/11/2022).
 
Rakernas I KSBN dihelat paska Pengukuhan Pengurus DPP KSBN periode 2022-2027 bertepatan Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober lalu.
 
 
Hadir pada kesempatan itu Pengurus DPP KSBN dari unsur Dewan Pengawas adalah mantan Anggota MPR dan DPD RI Dr. H. Rahmat Shah, Ketua 1 Mayjend TNI (Purn) Drs. Sudarmo;  Ketua 2  Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H; Staf Ahli Prof. Dr. Sihol Situngkir, S.E., M.B.A; Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ir. Yekti Tri Wahyuni, M.M; Wasekjen Ir. Retty Kusuma Wardani;  Wabendum Dra. Diah Tedja Sumirat; Deputi 1 Bidang Perlindungan Kebudayaan Dra. Triana Wulandari, M.Si; Deputi 2 Bidang Pengembangan Kebudayaan Drs. Nurcahyo Prihantoro, SE; Deputi 3 Bidang Pemanfaatan Kebudayaan Eny Sulistyowati, S.Pd., SE., MM; Deputi 4 Bidang Pembinaan KebudayaanTamunan Kiting, S.E., M.M, serta Ketua Bidang dan Anggota DPP KSBN.
 
Mayor Jenderal TNI (Purn) Hendardji mengutip pernyataan Bung Karno, bahwa Indonesia bukan lah barat Kapitalis atau timur Sosialis. Indonesia adalah Nusantara dengan ideologi Pancasila dan memiliki kemajemukan budaya yang terletak antara dua benua dan dua samudera.
 
 
"Indonesia memiliki kurang lebih 800 suku dan 1.300 ragam bahasa. Diantara 800 suku, 250 suku itu ada di Papua, yang terbagi di tujuh wilayah adat. Satu wilayah adat, yang ditampilkan saat ini adalah wilayah adat Animha, Papua Selatan dengan Ibu Kota Merauke," paparnya.
 
Belajar Dari Tarian Musamus
 
Dalam kesempatan Rakernas KSBN, ujar Hendardji, memang sengaja ditampilkan Tarian Musamus oleh putra-putri Papua sebagai salah satu role model sarana penyampaian sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dalam tarian drama dengan cara yang lebih komunikatif, segar, menarik, menyenangkan, dan mudah dipahami masyarakat karena dituturkan juga dengan narasi cerita yang menarik. Namun tetap syarat pesan-pesan moral Kebangsaan yang tercermin dalam sosialisasi 4 Pilar yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
 
 
Tarian Musamus (rumah semut) oleh putra-putri Papua, salah satu role model sarana penyampaian sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dalam tarian drama dengan cara yang lebih komunikatif,  mudah dipahami masyarakat karena dituturkan dengan narasi cerita menarik. Namun tetap sarat pesan kebangsaan
Tarian Musamus (rumah semut) oleh putra-putri Papua, salah satu role model sarana penyampaian sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dalam tarian drama dengan cara yang lebih komunikatif, mudah dipahami masyarakat karena dituturkan dengan narasi cerita menarik. Namun tetap sarat pesan kebangsaan (AG Sofyan )
 
"Musamus atau yang berarti rumah semut yang hidup di Taman Nasional Wasur, berada di bagian tenggara Provinsi Papua Selatan. Namanya merupakan nama salah satu desa di dalamnya yang masyarakatnya hidup berdampingan penuh  damai di ekosistem budaya flora, fauna alam, dan manusia," jelas Hendardji.
 
Tokoh budaya ini menegaskan tidak ada kerusakan alam dalam . pembangunan Musamus dan tidak ada yang termarjinalkan. Justru Musamus mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan pada penghuninya.
 
 
"Melalui Tarian Musamus ada pesan moral kuat yang disampaikan antara interaksi dalam suatu ekosistem besar, yang terdiri dari manusia, flora dan fauna. Jadi tidak ada perkelahian, pertentangan atau yang mengganggu mereka. Semuanya berinteraksi dengan rukun dan damai serta natural berperikehidupan menyatu dengan alam," tutur Hendardji.
 
Tarian Musamus  mengintreprestasikan keberadaan Taman Nasional Hutan Wasur. Bersamaan itu, juga ditampilkan tarian Cendrawasih dah Tarian Asmat, yaitu sebuah tarian yang menggambarkan aktivitas manusia di sekitar hutan tersebut.
 
 
Secara khusus, Jenderal Hendardji juga mencontohkan bagaimana manusia seluruh dunia seharusnya bisa mencontoh apa yang dilakukan para semut.
 
Rakernas KSBN: sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan melalui Sendratari Musamus, Festival Film Pendek Audio Visual, Festival Tradisi Lisan dan Manuskrip, Festival Musik di Hari Musik Nasional Maret 2023, Festival Musik Tradisi & Orkestra Musik Nusantara,World Dance Day, Festival Seni Budaya Nusantara
Rakernas KSBN: sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan melalui Sendratari Musamus, Festival Film Pendek Audio Visual, Festival Tradisi Lisan dan Manuskrip, Festival Musik di Hari Musik Nasional Maret 2023, Festival Musik Tradisi & Orkestra Musik Nusantara,World Dance Day, Festival Seni Budaya Nusantara (AG Sofyan )
 
"Tarian Musamus, yang memiliki arti Rumah Semut, menunjukkan bagaimana begitu banyaknya semut saat membangun tempat tinggal atau rumahnya hanya dalam satu malam tanpa merusak lingkungan. Semut saja bisa mengajarkan kita untuk bekerjasama bahu membahu, solidaritas sesama semut dalam satu koloni. Tidak saling berebut, melawan, apalagi bermusuhan dan merugikan. Artinya, kita sebagai manusia sejatinya harus bisa menghargai apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Jangan kita tidak menghargai apa yang sudah diberikan alam kepada kita, dengan merusak alam itu sendiri," terang putra mendiang Brigjen TNI (Purn.) dr. Soepandji dan Roesmiati ini.
 
 
Ia menegaskan bahwa semua kearifan lokal dari Sabang hingga Merauke merujuk pada dasar negara Indonesia, Pancasila.
 
"Tidak ada yang saling bertentangan. Setiap sila dalam Pancasila memiliki keterhubungan dan saling menunjang. Dan nilai-nilai ini telah diwadahi dalam Pembukaan UUD 1945. Tak ada besar atau kecil, tak ada yang termarjinalkan, semua memiliki peran yang sama. Semua setara atau equal," pungkas mantan mantan Komandan Pusat Polisi Militer (2006-2007) ini. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat