unescoworldheritagesites.com

Terpidana Rohadi Berharap Dapatkan JC Setelah Ada Meninggal - News

eks panitera pengganti PN Jakut Rohadi

JAKARTA: Bekas panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Rohadi yang menjadi terdakwa  tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengajukan diri bakal bekerjasama dengan penegak hukum atau  justice collaborator (JC). Terpidana yang tidak hadir dalam persidangan karena sedang menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas) Sukamiskin Bandung berharap apa yang dilakukannya mendapat sambutan dari penegak hukum.

"Klien kami Pak Rohadi siap untuk mengungkap siapapun untuk pelaksanaan penegakan hukum yang sedang berjalan," kata penasihat hukum Rohadi, Fariz Risvano, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/2/2021), sebelum sidang melalui sambungan video conference dilaksanakan. "Pada intinya alasan Pak Rohadi itu siap koperatif dalam semua pemeriksaan dalam penegakan hukum yang sedang berjalan," kata Fariz.

Fariz belum menjelaskan siapa saja orang-orang yang akan diungkapkan Rohadi terkait dengan perkara yang dihadapinya. "Belum tahu, nanti Pak Rohadi yang akan menyampaikan dalam perkembangan persidangan ini, mungkin akan disampaikan secara langsung," kata Fariz.

Pada persidangan tindak pidana korupsi atau suap yang melibatkan pedangdut Saiful Jamil sempat terungkap beberapa nama yang terlibat. Namun, karena KPK agak lamban menangani kasus tersebut beberapa nama yang disebut-sebut telah meninggal dunia. Yang meninggal dunia tersebut ada hakim juga mantan hakim.

Dalam persidangan yang seharusnya beragendakan pemeriksaan saksi terpaksa ditunda satu pekan karena Rohadi baru pulih dari Covid-19. Rohadi dalam kaitan TPPU dipersalahkan dengan beberapa tindak pidana korupsi. Dia menerima suap Rp1,21 miliar dari anggota DPRD Papua Barat 2009-2014 Robert Melianus Nauw dan anggota DPR RI dari fraksi PDIP 2019-2024 Jimmy Demianus Ijie terkait pengurusan perkara korupsi Robert dan Jimmy pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Rohadi disangka juga menerima uang dari Jefri Darmawan sebesar Rp110 juta; dari Yanto Pranoto sebesar Rp235 juta; dari Ali Darmadi sebesar Rp1,608 miliar dan Sarehwiyono (almarhum) sebesar Rp1,5 miliar sehingga totalnya mencapai Rp3,453 miliar untuk mengurus perkara yang disidangkan di PN Jakarta Utara maupun perkara pada tingkat kasasi di MA.

Rohadi disebutkan juga menerima gratifikasi dari sejumlah orang senilai total Rp11.518.850.000 terkait dengan "pengurusan" perkara ataupun masih terkait dengan proses persidangan, maupun diberikan karena berhubungan dengan jabatannya. Tidak itu saja, Rohadi dipersalahkan menerima/melakukan pencucian uang dari hasil korupsi hingga senilai Rp40.133.694.896. Oleh karenanya, sejumlah asset Rohadi mulai dari yang tidak bergerak, dan tidak bergerak antara lain rumah sakit disita KPK sebagai salah satu tindakan antisipasi kerugian negara.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat