unescoworldheritagesites.com

Kejaksaan Agung Buktikan Berani Tuntut Mati Heru Hidayat - News

terdakwa Heru Hidayat

JAKARTA: Kejaksaan Agung menjawab keraguan akan keberanian penegak hukum itu menuntut mati terdakwa korupsi. Jaksa Agung ST Burhanuddin membuktikan bicaranya yang menyebutkan bakal menuntut pidana mati terdakwa korupsi yang dinilai sangat tidak manusiawi dan keterlaluan. Maka selain tertepis bahwa kata-kata tuntutan mati bukan sekedar lips service dan pencitraan Jaksa Agung, Kejaksaan Agung juga mampu menunjukkan diri menuntut mati terdakwa korupsi untuk pertama kalinya.

Namun bukan tanpa alasan tuntutan mati terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Asabri (Persero), Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat. Pertama Heru Hidayat merupakan terpidana dalam kasus dugaan korupsi PT Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun. Dalam kasus itu, Heru Hidayat mendapat keuntungan mencapai Rp10,7 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan skema kejahatan Heru dalam dua kasus mega korupsi tersebut sangat sempurna dan berulang-ulang. "Banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrumen pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam sistem pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas," kata Leonard, Selasa (7/12/2021).

Leonard menyatakan perbuatan Heru dan kawan-kawan juga telah membuat banyak anggota TNI, Polri hingga PNS di Kementerian Pertahanan yang menjadi peserta Asabri merugi dan menderita. Tidak itu saja, kasus ini mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat. Heru diduga mendapat keuntungan sebesar Rp12,6 triliun dari total Rp22,7 triliun kerugian keuangan negara. "Perbuatan terdakwa telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum," kata Leonard.

Dia juga menyebut Heru tak memiliki empati lantaran tak beritikad baik mengembalikan uang dugaan korupsi tersebut. Selama proses penyidikan hingga persidangan, Heru juga tak pernah mengakui perbuatannya salah. "Bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah," katanya.

Menurut Leonard, dalam tuntutan mati itu JPU merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam menuntut hukuman mati kepada Heru. "Keadaan tertentu sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (2) berdasarkan karakteristiknya yang bersifat sangat jahat, maka terhadap fakta-fakta hukum yang berlaku bagi terdakwa Heru Hidayat sangat tepat dan memenuhi syarat untuk dijatuhi pidana mati," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati dalam perkara korupsi Asabri. Heru juga dituntut jaksa membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun. "Membebankan ke terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 dengan ketentuan dalam hal terdakwa tidak membayar uang pengganti selama setelah 1 bulan pembacaan putusan berkekuatan hukum tetap maka hartanya bendanya bisa disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata jaksa saat membaca tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/12/2021).

Terdakwa Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melakukan korupsi bersama mantan Dirut Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja dkk hingga merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun. Heru juga diyakini jaksa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

JPU menyebutkan Heru Hidayat bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juga Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat