unescoworldheritagesites.com

Lesehan, Ganjar Pranowo Jajal Alat Musik Bundengan Bersama Musisi Wonosobo - News

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo lesehan bareng seniman musik Bundengan saat menghadiri Gala Dinner Hari Sumpah Pemuda di Pendapa Kabupaten Wonosobo. Ganjar sempat menjajal alat musik yang sudah masuk ke dalam warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Pertunjukan musik Bundengan itu awalnya ditampilkan untuk menghibur peserta gala dinner yang hadir dari 35 kabupaten/ kota di Jawa Tengah. Dua musisi bernama Said Abdullah (28) dan Nanda (19) memainkan dua lagu. Pertama, tembang “Sulasih” yang biasa digunakan sebagai pengiring tari Lengger Wonosobo. Kedua, lagu “Caping Gunung”.

Pada akhir pertunjukan, Ganjar yang sudah selesai menyantap hidangan mi ongklok khas Wonosobo langsung diminta untuk mencoba alat musik tradisional itu. Ganjar kemudian beranjak dari tempat duduknya dan langsung duduk bersila di balik Bundengan. Ia langsung memetik senar yang dipasang pada kowangan (peneduh dari anyaman bambu yang biasa digunakan oleh penggembala bebek). Saat itu juga penonton langsung serentak melantunkan lagu “Ojo Dibandingke” ciptaan Abah Lala.

Baca Juga: Maknai Hari Sumpah Pemuda, Tiga Orang Muda Dirikan Start Up Iklanjalan.com

“Wis. Wis. Ora bisa nadane. (Sudah. Tidak bisa nadanya),” ujar Ganjar yang langsung meminta Said untuk memainkan Bundengan dan Nanda menyanyikan lagu “Ojo Dibandingke”. Ganjar dan semua yang hadir pun ikut mendendangkan lagu tersebut.

Usai acara, Ganjar mengatakan, Bundengan merupakan alat musik tradisional yang sangat unik dan bagus. Apalagi sekarang mulai banyak anak-anak muda yang memainkan alat musik itu.

“Alat musik yang bagus banget ya. Bundengan itu ada yang memainkan, tradisional, dan menurut saya ini bisa dijadikan satu musik khas yang sangat etnik. Etnomusiknya itu bisa betul-betul memunculkan,” katanya.

Baca Juga: Uji Berkala Kendaraan Penting demi Keselamatan Pengendara

Ganjar berharap kesenian tersebut bisa terus dikembangkan. Apalagi sudah masuk dalam warisan budaya tak benda. Mereka yang mendengar dan melihat Bundengan dimainkan, pasti tidak menyangka jika alat itu dulunya digunakan untuk berteduh para penggembala bebek.

“Kalau kemudian di Wonosobo bisa dimainkan oleh banyak orang dan nanti dikawinkan dengan musik-musik modern, rasa-rasanya ini akan menjadi satu tontonan yang menarik karena unik banget, dan orang pasti tidak mengira kalau itu bisa dipakai untuk alat musik. Dulunya itu hanya dipakai untuk berteduh sebagai peralatan. Ini pernah ditampilkan juga di beberapa negara dan banyak orang yang menekuni itu. Menurut saya itu oke banget,” ujar Ganjar.

Said Abdullah mengatakan awal mula Bundengan terbuat dari kowangan yang biasa dipakai petani dan penggembala bebek untuk berteduh. Selanjutnya peneduh itu dimodifikasi menjadi alat musik. Biasanya para petani dan penggembala itu berteduh sambil memainkan musik pada waktu senggang di sawah.

Baca Juga: Mahasiswa Dianiayai, Akhirnya Sembilan Karyawan Café Ditahan Polda NTB

Menurut Said, musik Bundengan saat ini mulai diterima dan populer lagi di kalangan anak-anak muda di Wonosobo, terutama sejak 2017 silam. Bahkan Bundengan sudah menjadi salah satu ekstrakurikuler di salah satu sekolah menengah pertama di Wonosobo sejak 2018. Bahkan, ada festival khusus alat musik Bundengan yang diberi nama “World Is Bundengan” yang digelar rutin sebelum pandemi. Di Wonosobo juga ada satu desa yang terkenal dengan musik Bundengan yaitu Desa Ngabean.

“Anak-anak muda sudah banyak sekali yang berkecimpung dengan Bundengan, bisa memainkan dan melestarikan. Bahkan ada yang bisa membuat Bundengan juga. Jadi untuk generasi penerus Bundengan itu, sebenarnya anak-anak sudah banyak yang mengetahui dan menguasai juga,” ujar lulusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat