unescoworldheritagesites.com

Perguruan Tinggi Wajib Melindungi Mahasiswa dari Pasar Pinjol yang Kejam - News

 
Oleh: Hendry Harmen 
 
Pembukaan UUD Dasar 1945 tegas menyebutkan bahwa salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 
 
Pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan mengatur sejumlah ketentuan berikut: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan negara dan daerah; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
 
Mahasiswa adalah warga negara yang berhak mendapatkan pendidikan yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. 
 
 
Pemerintah, yang direpresentasikan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi, memiliki kewajiban. Untuk mengembangkan mahasiwa menjadi manusia yang cerdas, berbudi pekerti luhur, dan memiliki kualitas hidup yang baik. 
 
Dalam proses ini, mahasiswa tidak boleh diberi tekanan-tekanan psikologis yang mengganggu kegiatan belajarnya. 
 
Kebijakan Rektor ITB yang mendorong mahasiwanya yang tidak mampu secara ekonomi, untuk menggunakan jasa pinjol (pinjaman online) dalam membayar biaya kuliah, dengan memfasilitasi lembaga fintech seperti Danacita, telah menempatkan mahasiswa sebagai mahluk ekonomi. 
 
 
Rektor ITB menjadikan mahasiswanya sebagai pasar pinjaman keuangan yang mencekik. Sebuah kebijakan yang sangat tidak manusiawi dan bahkan melanggar UUD 1945.
 
Menurut berbagai penelitian, pinjaman mahasiswa di beberapa negara memiliki dampak negatif terhadap perkembangan mental dan masa depan mahasiswa. 
 
Studi Panel Dinamika Pendapatan (PSID) gelombang 2011, 2013, dan 2015 di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa utang pinjaman mahasiswa berhubungan negatif dengan kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis serta berhubungan negatif dengan status kesehatan responden (Kim & Chatterjee, 2018). 
 
 
Pinjaman mahasiswa menciptakan tekanan keuangan selama kuliah. Sehingga, akan melemahkan kinerja akademis siswa dan berdampak langsung pada fungsi kognitif (Destin & Svoboda, 2017), selanjutnya dapat mengurangi kemungkinan penyelesaian gelar (Anderson et al., 2020; Denning et al., 2017). 
 
Utang mahasiswa juga berdampak pada tertundanya pembentukan rumah tangga, kepemilikan rumah, pernikahan, melahirkan anak, tabungan pensiun, dan kewirausahaan (Goldrick & Steinbaum, 2020).  
 
Berdasarkan Konstitusi dan penelitian ilmiah di atas, saya berpendapat bahwa Kebijakan Rektor ITB yang menggandeng pinjol dalam pembiayaan kuliah bagi mahasiwa ITB yang tidak mampu, telah mengabaikan konstitusi serta membunuh masa depan mahasiswa yang bersangkutan. 
 
 
Pinjol telah menjadi permasalahan kronis di kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Telah banyak kasus-kasus depresi hingga bunuh diri karena terlilit pinjol. Perguruan Tinggi seharusnya melindungi mahasiswanya dari sistem pasar yang kejam. Agar mahasiswa dapat berkonsentrasi dalam belajar dan mengembangkan diri tanpa tekanan dari luar.
 
Di sisi lain, pemerintah harus peka terhadap permasalahan ini. Konstitusi telah mengamanatkan 20 persen APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan. 
 
Seharusnya pemerintah bisa mengalokasikan anggaran tersebut untuk meningkatkan subsidi perguruan tinggi negeri, agar biaya kuliah menjadi gratis bagi yang tidak mampu. 
 
 
Untuk mahasiswa dari perguruan tinggi swasta, pemerintah dapat membuat semacam program dana talangan, dimana mahasiswa (orang tua) dapat meminjam untuk keperluan biaya kuliah tanpa bunga. 
 
Karena itu, di tengah kesulitan yang dihadapi masyarakat dan terbatasnya keuangan negara saat ini, diperlukan prioritas alokasi anggaran yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat. 
 
Perlu dipertimbangkan lagi proyek-proyek besar yang tidak langsung menyentuh kebutuhan hidup masyarakat banyak, dalam jangka pendek ini seperti Proyek IKN untuk ditunda dahulu. 
 
Proyek IKN memerlukan dana hampir 500 triliun rupiah. Pemerintahan Presiden Jokowi harus memberi prioritas terlebih dahulu pada pembangunan infrastruktur, yang dapat dinikmati langsung manfaatnya oleh rakyat banyak di seluruh Indonesia 
 
Seperti pembangunan infrasturktur pendidikan, kesehatan, transportasi, pengolahan sampah dan limbah, infrastruktur energi dan kelistrikan, serta infrastruktur telekomunikasi yang murah dan dapat menjangkau seluruh rakyat indonesia.
 
 
Penulis,  Hendry Harmen
(Ketua IA ITB Jakarta Periode 2010 – 2015)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat