unescoworldheritagesites.com

Beras Oh Beras, Anomali Negara Agraris - News

Gungde Ariwangsa SH, Ketua Siwo PWI Pusat 2018 sd 2023, wartawan suarakarya.id, Faktual Indonesia, Ketua Pembina Yayasan IPO (Ist)

Oleh: Gungde Ariwangsa SH

: Di tengah-tengah karut marutnya pelaksanaan pemilahan umum (Pemilu) tahun 2024, rakyat menjerit dengan naiknya harga beras secara gila-gilaan. Sudah naik dengan harga yang mencapai rekor tertinggi, beras juga amat terbatas kalau tidak ingin disebutkan sulit untuk didapatkan. Tidak mengherankan bila rakyat di berbagai daerah di Tanah Air rela mengantre panjang untuk mendapatkan menir ini.

Pemilu dan beras adalah hak rakyat dalam konteks berbeda. Pemilu menjadi wahana rakyat untuk menunjukkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin negara ini dan wakilnya yang duduk di lembaga legislatif. Sedangkan beras merupakan hak rakyat atas pangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dua kebutuhan rakyat itu saat ini tidak mampu dipenuhi dengan baik oleh penguasa yang lima tahun lalu dipilih oleh rakyat dan diberi mandat mengelola negara ini demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo bukan saja abai namun gagal melaksanakan mandat rakyat. Gagalnya Pemilu dilaksanakan secara bebas, rahasia, jujur dan adil mencerminkan penguasa di bawah pimpinan Jokowi tidak menghormati rakyat dalam berdemokrasi. Mahalnya dan langkanya beras yang hadir saat pesta demokrasi belum berakhir menunjukkan pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

Yang memiriskan lagi, pemerintah seperti mengelak dari tanggung jawab penting itu. Berbagai alasan dan dalih dikemukakan untuk menutupi ketidakberesan dalam mengatur pemerintahan. Sudah begitu para penguasa justru lebih sibuk menari mengurus dan mengamankan posisi di atas penderitaan rakyat.

Ironi memang seperti ditunjukkan oleh waktu. Pemilu karut marut dengan adanya dugaan kecurangan yang terstruktur, sistimatis dan masif sehingga menggelindingkan wacana hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wacana ini mengemuka akibat kepercayaan begitu merosot terhadap Mahkamah Konstitusi sejak lahirnya keputusan diwarnai pelanggaran etik yang meloloskan pencalonan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Secara bersamaan harga-harga kebutuhan pokok melambung. Terutama beras yang naik mencapai Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium. Menurut pedagang pasar dan pengamat pertanian kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir itu  adalah yang "tertinggi dalam sejarah". Sudah begitu persediaan beras juga tipis sehingga masyarakat rela antre panjang dan berebut untuk mendapatkannya.

Kepadatan antrean terjadi di Kecamatan Banggai, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat,  Kota Tebing Tinggi, Sumtara Utara, Kota Jambi, Serang, Cilegon Banten, Kabupaten Purworejo, Pekalongan Jawa Tengah dan Bandung, Jawa Barat. Peristiwa ini mengingatkan antri beras tahun 1965 lalu. Berarti pemerintahan saat ini yang punya misi tinggal landas justru mundur lagi ke tahun 1965. Padahal pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia berkibar dengan swasembada beras.

Begitu memilukan cerita yang mewarnai upaya warga untuk mendapatkan beras setelah pelaksanaan Pemilu. Bukan saja rela antre berjam-jam hingga ada yang pingsan namun juga harus berebutan untuk bisa membawa pulang beras dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Bahkan ada yang harus pulang dengan tangan kosong meskipun sudah antre panjang berjam-jam.

Mungkin itu masih lebih baik dari nasib tragis yang menimpa warga di Desa Legokclile, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan. Tiga bocah di desa tenggelam di sungai tak jauh dari rumahnya, Jumat (23/2/2024), setelah ditinggal orangtuanya mengantre beras bantuan di balai desa. Satu bocah ditemukan tewas, satu selamat dan seorang bocah lainnya masih dalam pencarian.

Jor-joran Bansos Pemilu

Mengutip laporan BBC News Indonesia, Presiden Jokowi mengatakan harga beras meroket gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen. Kata Jokowi, kondisi ini hampir terjadi di seluruh negara di dunia.

Tapi sejumlah pengamat menilai pernyataan tersebut tak sepenuhnya benar. Sebab di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras.

Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat