unescoworldheritagesites.com

Tanggulangi Macet, Sepeda Motor Dimasukan Ganjil Genap Kenapa Tidak? - News

Oleh: Wilmar Pasaribu

: Berbagai jenis kendaraan bermotor terus menerus menyerbu kemudian memacetkan ruas-ruas jalan di Kota Jakarta. Sampai-sampai Ibukota Negara yang akan pindah ke Kaltim ini penuh sesak, sumpek nyaris tidak bisa "bernafas". Boleh jadi ratusan juta rupiah uang yang dibelikan BBM "terbakar" di jalan-jalan yang mandeg seperti tempat parkir super panjang. Belum lagi waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia.

Sempat bisa "bernapas" sejenak sepanjang tahun 2020 – 2021 kala dikenakan  PSBB dan PPKM mengantisipasi merajalela Covid-19. Menyenangkan dan lancar berkendara di Kota Jakarta kurun waktu dua tahun tersebut. Jarak 60-80 KM bisa ditempuh dalam tempo satu jam. Dini hari, pagi hari, siang hari dan malam hari atau jam sibuk sekalipun sama saja. Nyaris hanya kala lampu merah di traffic light menyala pengendara berhenti.

Namun masa longgar jalan-jalan Jakarta selama Covid-19 tersebut telah tamat sejak awal 2022, kendati Covid-19 dengan varian barunya masih ada. Kemacetan kembali terjadi di mana-mana di Jakarta. Jalan-jalan Jakarta kembali menjadi "pembakar" uang setiap harinya melalui mesin-mesin kendaraan di jalan. Kondisi macet parah semakin menjadi-jadi jelang Idul Fitri 2022.

Dalam kondisi seperti itu, nyaris tidak ada solusi kecuali kebijakan spektakuler yang boleh jadi tidak populer bagi para pemilik kendaraan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang menyerbu Jakarta setiap hari. Kondisi melelahkan ini tidak terhindarkan karena saat ini saja jumlah kendaraan yang berseliweran di Jakarta setiap harinya tercatat mencapai 16 juta;  terdiri dari 13 juta unit sepeda motor dan  3 juta unit mobil. Jumlah ini bakal segera bertambah lagi, karena dua tahun selama pandemi Covid-19 banyak warga yang urung membeli kendaraan akibat morat-maritnya ekonomi. Sekarang ekonomi sudah mulai membaik dan bergerak, mobil baru diprediksi bakal berdatangan kian memacetkan jalan-jalan di Jakarta lagi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri mengakui bahwa jumlah kendaraan 16 juta sudah sangat  memacetkan Jakarta. "Apa yang terjadi dengan 13 juta unit motor dan 3 juta unit mobil di Jakarta? Dengan penduduk 11 juta, ukurannya hanya 600 kilometer persegi. Jakarta itu 20 kali 30 kira-kira 600 kilometer persegi saja. Apa yang terjadi? Tentu saja kemacetan, kemampatan yang kita biasa saksikan di Jakarta khususnya jam-jam sibuk," demikian Anies dalam suatu kesempatan.

Kurangi Kemacetan Dengan Program JakLingko

Dia menyebut Pemprov DKI Jakarta telah berupaya mengurangi jumlah kendaraan pribadi dengan menambah jumlah kendaraan umum dan menjalankan program JakLingko. Program itu, katanya, membuat seluruh transportasi umum di Jakarta menjadi satu kesatuan. Setidaknya 27 operator transportasi umum terlibat.

Sistem JakLingko, katanya, bakal mengubah cara bertransaksi masyarakat dalam menggunakan transportasi publik. JakLingko menerapkan sistem satu tarif bagi masyarakat yang menggunakan transportasi umum. Warga tidak perlu bayar per kilometer. Warga bayarnya per 3 jam Rp5.000 untuk naik kendaraan umum 3 jam kendati gonta-ganti kendaraan tanpa ongkos tambahan.

Anies mengklaim cara itu sudah membuahkan hasil. Saat ini jumlah warga yang menggunakan transportasi umum meningkat dari 350 ribu menjadi 1 juta orang perhari sejak Jaklingko diterapkan. "Harapannya nanti 2 juta, 3 juta, 4 juta jiwa. Kalau sudah 4 juta, baru kita bisa bilang mission accomplished. Kalau sekarang menuju mission accomplished, karena sekarang sudah naik, naiknya tiga kali lipat," jelas Anies.

Kendati demikian, Anies yang disebut-sebut bakal mencalon diri sebagai Presiden RI pada Pilpres 2024  juga mengklaim tingkat kemacetan Jakarta sudah berkurang lantaran semakin banyak warga yang memakai angkutan umum.  Dia merujuk hasil penelitian Tomtom Index yang menyatakan bahwa saat ini Jakarta keluar dari 10 besar kota termacet dunia berkat transportasi umum.

Data TomTom Traffic Index menunjukan bahwa kemacetan Jakarta sejak 2017-2021 terus membaik. Pada tahun 2017, Jakarta berada di posisi ke 4 kota termacet di dunia dengan tingkat kemacetan 61 persen. Tahun berikutnya posisi Jakarta turun ke posisi 7 dengan tingkat kemacetan 53 persen pada 2018. Selanjutnya tahun 2019 posisi Jakarta kembali membaik dengan turun ke posisi 10.

Posisi Jakarta di peringkat tersebut kian membaik  lagi tahun 2020. Jakarta keluar dari posisi 10 besar dan menempati posisi ke-31 dengan tingkat kemacetan 36 persen. Selanjutnya, pada tahun 2021, Jakarta berada di ranking ke-46 dari total 404 kota termacet di dunia.

Bagaimana kenyataan di lapangan dirasakan warga Jakarta sendiri? Jawabannya masih macet dan macet. Dari panjang jalan yang ada di Jakarta sendiri menunjukkan macet tidak bisa terhindarkan. Berdasarkan data dari statistik.jakarta.go.id, panjang jalan yang ada di lima kota DKI Jakarta pada tahun 2019 yakni, 6.652.679 meter.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat