unescoworldheritagesites.com

Kabinet Gemuk - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi,  Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi

: Wacana pembentukan kabinet semakin santer dan koalisi yang ada sepertinya meminta jatah kursi di parlemen. Hal ini sejatinya tidaklah aneh karena mereka yang mendukung pastinya juga akan mendapatkan tali asih dalam pemerintahan. Artinya, siapapun yang menang dalam pesta demokrasi, terutama pilpres pasti akan membentuk kabinet sebagai pendukung spirit kinerja pemerintahan untuk 5 tahun kedepan.

Meski demikian, realitas yang ada juga menegaskan bahwa pembentukan kabinet sejatinya tidak sekedar terkait bagi-bagi kue kekuasaan tapi juga harus mempertimbangkan kompetensi dan kapasitas kandidat untuk menempati pos kementerian tertentu. Terkait ini, teoritis MSDM secara jelas menegaskan pentingnya the right man on the right place sehingga jangan terjadi di kementerian orang yang tidak berkompeten menduduki kursi kementerian hanya terkait kepentingan bagi-bagi kue kekuasaan mengacu pertimbangan dalil koalisi semata.

Argumen yang mendasari tidak bisa terlepas dari tuntutan kinerja 100 hari pemerintah dan juga terkait dengan kementerian. Artinya, jika teoritisnya the right man on the right place dikebiri maka bisa menjadi ancaman terhadap kinerja pemerintahan, terutama dari aspek evaluasi 100 hari. Hal ini menjadi penting karena diluar pemerintahan pasti tidak bisa terlepas dari kritikan kubu oposisi.

Baca Juga: Keperilakuan Pancasila

Meski eksistensi oposisi sangat penting tapi di sisi lain kritik oposisi juga harus konstruktif, bukan sekedar kritik yang destruktif. Hal ini kemudian menjadi catatan dibalik pernyataan atau sindiran jika tidak mau koalisinya maka sebaiknya jangan berbuat onar di pemerintahan. Setidaknya, penegasan itu terkait dengan adanya ancaman oposisi dari kubu yang kalah dalam pilpres kemarin.

Koalisi dan oposisi sejatinya menjadi pewarna dalam kehidupan pasca pesta demokrasi dan realitas ini juga terjadi di negara manapun. Artinya, tidak ada yang aneh dari realita oposisi yang ada. Selain itu, koalisi sangatlah berkepentingan terhadap jalannya sukses pemerintahan, bukan hanya kinerja 100 harinya tapi juga setidaknya untuk 5 tahun pada rentang waktu pemerintahan berkuasa. Di sisi lain, eksistensi koalisi itu tidak bisa lepas dari keberadaan oposisi, sementari oposisi berperan sebagai penyeimbang dalam ritme kinerja pemerintahan.

Jadi, keberadaan koalisi dan oposisi sejatinya memberikan peran dan fungsi yang sama pentingnya dalam mendukung roda kinerja pemerintahan. Terkait ini maka pemerintah harus bisa mengakomodasi keduanya yaitu koalisi dibangun tetapi di sisi lain oposisi juga harus dirangkul.

Baca Juga: Polemik Outing Class

Kontroversi dari rencana pembentukan kabinet pasca putusan MK bahwa kebutuhan riil dari kabinet itu sendiri juga harus mempertimbangkan anggaran dari APBN yang tentu sangat terbatas. Artinya, jangan sekedar pertimbangan bagi-bagi kekuasaan lalu dengan seenaknya membangun kementerian yang gemuk. Padahal, kementerian yang gemuk di sisi lain juga sangat rentan dan rawan dengan tumpang tindih pekerjaan.

Artinya, bukan tidak mungkin akan terjadi diskripsi pekerjaan yang saling berlompatan sehingga justru akan menambah rancu kepentingan terhadap perbaikan kinerja pemerintahan. Jadi tidak ada salahnya jika rencana pembentukan kabinet dengan komposisi 40 menteri dirasakan gemuk dan pastinya rentan terhadap anggaran. Padahal, pos kementerian dirasakan bisa sangat besar alokasi kebutuhan dana operasionalnya.

Kabinet memang penting untuk mendukung kinerja pemerintahan, tidak hanya janji 100 hari tapi juga untuk 5 tahun ke depan. Oleh karena pemerintahan pasca Jokowi haruslah cermat mempertimbangkan kebutuhan kementerian di pemerintahannya. Jangan sampai kepentingan bagi-bagi kue kekuasaan lalu justru mengebiri esensi pembangunan untuk perbaikan kinerja secara sistematis dan berkelanjutan.

Baca Juga: Sekali Lagi tentang Maduramart

Kabinet yang terlalu gemuk juga bisa menuai kritik dari oposisi dan bukan tidak mungkin ini juga sangat rentan terhadap konflik kepentingan, konflik antar departemen dan pastinya konflk kinerja karena fakta diskripsi pekerjaan yang tumpang tindih antar kementerian atau departemen. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat