unescoworldheritagesites.com

Jalan Tol: Infrastruktur Rakyat Dan Divestasi - News

Ahmad Febriyanto (Ist)

Oleh Ahmad Febriyanto 

: Proyek pembangunan jalan tol merupakan salah satu mega proyek yang ada di Indonesia. Ratusan bahkan ribuan kilometer terbentang di seluruh kepulauan Indonesia.

Memang begitulah cara Presiden Joko Widodo dalam membangun akses yang mudah bagi masyarakat. Akan tetapi, dibalik bentang jalan tol tersebut ternyata masih meninggalkan hutang yang menyebabkan beberapa ruas tol harus dijual. 

PT Waskita Karya yang merupakan salah satu perusahaan milik negara yang dipercaya dalam mega proyek pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam data kuartal III tahun 2021 disebutkan bahwa rasio utang sudah berada di angka 85% dari total aset usaha. Selain itu Waskita Karya juga memiliki masalah terkait likuiditas. Namun, Waskita Karya tidak sendiri ada 3 emiten BUMN Karya utama yang memiliki masalah yang sama. Antara lain, PT PP Tbk dan PT Adhi Karya Tbk, PT Waskita Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk. 

Baca Juga: Reshuffle Kabinet, Solusi Turunkan Harga?

Dari nama-nama emiten BUMN Karya tersebut pada akhir kuartal III pada tahun 2021 memiliki utang mencapai Rp 218,61 triliun dan Rp 144,99 triliun merupakan utang jangka pendek. Dengan total utang PT Waskita Karya sebanyak Rp 89,934 miliar, PT Wika Karya sebanyak Rp 51,529 miliar, PT PP sebanyak Rp 41,992 miliar, PT Adhi Karya sebanyak Rp 35,161 miliar. 

Namun BUMN Karya memiliki total aset yang lebih baik yaitu sebesar Rp 272,14 triliun, dengan total kas gabungan Rp 15,04 triliun dan Aset lancar gabungan dari 4 perusahaan tersebut sejumlah Rp 139,35 triliun. Sehingga dapat dikatakan bahwa total utang 4 BUMN Karya mencapai 4,03 kali jumlah liabilitas yang dimiliki, dengan kas yang hanya mampu menutup 12,41% dari total kewajiban perusahaan. Hal tersebut dapat menyebabkan keempat emiten BUMN Karya tersebut tidak dapat menambah utang karena likuiditas yang buruk. 

Jalan Keluar

Sehingga memang solusi yang dilakukan untuk melakukan penyehatan likuiditas adalah divestasi. Divestasi menjadi pilihan karena memang dalam proses pembangunan jalan tol akan menimbulkan utang perusahaan semakin bertambah besar. Utang yang ditimbulkan dari investasi jalan tol sendiri setidaknya Rp triliun hingga Rp 54 triliun. Pada tahun 2021 PT Waskita Karya tercatat sudah pernah melakukan divestasi pada empat ruas tol, antara lain, Semarang-Batang, Cinere-Serpong, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, dan Cibitung-Cilincing. Dengan total dana mencapai Rp 6,84 triliun. 

Berangkat dari keberhasilan melakukan divestasi tersebut maka PT Waskita nampaknya akan terus melakukan hal yang sama. Pada tahun 2022 PT Waskita juga berencana akan melepas lima ruas tol anak usaha. Antara lain PT Semesta Marga Raya dengan target Rp 471 miliar, PT Pejagan Pemalang Tol Road dengan target Rp 1,1 triliun, PT Trans Jawa Paspro Jalan Tol dengan target Rp 359 miliar, PT Pemalang Batang Tol Road dengan target 583 miliar, PT Cimanggis Cibitung Tollways dengan target Rp 306 miliar. Dengan total target Rp 2,98 triliun. 

Baca Juga: Jakarta Layak Huni

Selain dalam upaya penyehatan likuiditas dengan divestasi Waskita juga telah melakukan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek atau rights issue. Namun menurut catatan perusahaan hanya mampu menyerap Rp 9,44 triliun, dari target senilai Rp 11,93 triliun. Dengan partisipasi publik hanya 63%. 

Milik Rakyat

Prospek pembangunan jalan tol pada era Presiden Joko Widodo memang berkembang begitu cepat dan pesat. Kemajuan infrastruktur yang sangat dapat dirasakan oleh rakyat. Pemerataan pembangunan dan penyelesaian masalah mobilitas menjadi fokus utama kerja kabinet Indonesia Maju. Namun, dari data diatas dapat disaksikan bahwa itu semua belum selesai. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat