unescoworldheritagesites.com

Bambang Haryo: Nilai Harga Elpiji di Indonesia Tidak Realistis, Cenderung Bisa Hancurkan Perekonomian Rakyat - News

Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo  (Istimewa )

:  Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menilai harga Elpiji di Indonesia sangat tidak realistis dan carut marut  di bawah kelola manajemen Pertamina.

Sebagai penghasil Gas Terbesar di Asia, ia menduga ada pihak tertentu yang menginginkan masyarakat tetap menggunakan gas elpiji yang harganya bisa dipermainkan. 

"Saat ini harga Gas Elpiji 3kg tabung melon HET sudah mencapai 25.000 rupiah di tahun 2023 padahal di tahun 2014 harga HET Elpiji 3kg masih berada di 13.500 rupiah, berarti terjadi kenaikan 85% selama kurun waktu tidak lebih dari 10 tahun. Ini tidak masuk akal! " kata ta Bambang Haryo, kepada awak media, Jumat (11/8/2023).

Baca Juga: Dibanding Malaysia, Total Subsidi BBM di Indonedia Tidak Rasional, Bambang Haryo : Pertamina Harus Diaudit

Menurut anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, apalagi harga gas elpiji di sebagian besar luar Jawa bisa mencapai diatas 40.000 rupiah seperti misalnya Sidrap Sulawesi mencapai 40.000 rupiah dan Kutai Timur Kalimantan mencapai 50.000 rupiah.

"Pertamina sebagai penyuplai gas elpiji dan bahan bakar secara monopoli mendapatkan subsidi pemerintah berupa PNM dari APBN sebesar 82,3 triliun di tahun 2023. Seharusnya suplai elpiji ke seluruh Indonesia tidak boleh terkendala dari sisi biaya, apalagi saat ini juga ada Tol Laut yang bisa digunakan untuk pengiriman elpiji menjadi jauh lebih murah. Seharusnya tidak boleh ada disparitas harga di Jawa dan luar Jawa," imbuh  pemilik sapaan akrab BHS

Baca Juga: Standar Pelayanan di Terminal II Bandara Juanda Dinilai Buruk, Bambang Haryo : Kemenhub Harus Dikelola Orang

Lebih lanjut, alumni ITS Surabaya ini mengungkapkan, Elpiji 3kg ini banyak digunakan oleh usaha mikro kecil yang di Indonesia berjumlah sekitar 25 juta usaha mikro dan dikonsumsi masyarakat menengah kebawah yang berjumlah sekitar 110 juta di Indonesia (data BPS).

Ini sangat memberatkan masyarakat bawah dan bahkan untuk masyarakat menengah ke ataspun mereka diberikan beban penggunaan elpiji isi ulang 5,5kg dengan harga sekitar 110.000 rupiah dan 12kg sebesar 240.000 rupiah.

"Berbeda dengan di Malaysia harga elpiji isi ulang 16kg sebesar 25,8 ringgit atau setara dengan 90.300 rupiah di Kota Kuala Lumpur, Perak, Pulau Pinang, Terengganu, Pahang, dan lain lain, sehingga harga elpiji di Malaysia perkilonya sebesar 5.600 rupiah, maka jika ada elpiji 3kg di Malaysia harganya sebesar 16.900 rupiah, padahal harga tersebut bukan harga subsidi di Malaysia, di mana Malaysia mengikuti harga pasar internasional. Bahkan harga di Malaysia bagian Pulau Kalimantan di Kota Kinabalu dan Serawak sampai ke pelosok-pelosok harganya berbeda tidak lebih dari 1 ringgit. Sehingga hampir dikatakan harga adalah sama di seluruh wilayah Malaysia sampai ke pedalaman," kata BHS.

Baca Juga: PLN Nusantara Power Siap Pasok Puluhan Ribu Ton FABA untuk Pembangunan Infrastruktur IKN

Petronas, kata mantan ketua bidang Infrastruktur KADIN Pusat ini, sebagai perusahaan milik negara tidak diberikan satu monopoli dan semua penyuplai BBM yang ada di negara tersebut baik Shell, Petron, dan lain lain mereka juga menjual gas kepada masyarakat publik dengan harga yang sama seperti yang berlaku di perusahaan negara Petronas, bahkan Petronas dan semua perusahaan penyuplai gas tersebut tidak mendapatkan subsidi dari negara.

"Padahal Malaysia itu sendiri mengimpor gas elpiji dari negara yang sama dengan Indonesia yaitu dari USA, Arab, Qatar, Anggola, Kuwait dan Singapura. Di Malaysia tabung elpiji 16kg hanya digunakan oleh UMKM /usaha mikro makanan di kedai-kedai kecil di pasar tradisional termasuk pedagang kaki lima yang ada di Malaysia. Sedangkan untuk semua pemukiman rakyat di Malaysia sampai ke pelosok sudah teraliri dengan jaringan gas 100% dengan harga yang jauh lebih murah dari penggunaan elpiji dan bahkan mendekati gratis hanya membayar service charge saja dengan penggunaan gas yang tidak dibatasi" Imbuhnya

Sedangkan di Indonesia, hampir 100% pemukiman masih belum difasilitasi jaringan gas, sehingga mereka harus menggunakan tabung elpiji untuk kebutuhan rumah tangganya.

Baca Juga: Tanliara Coffee, Tawarkan Konsep Minum Kopi dan Makan sambil Gunakan Tempat Meeting Gratis

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat