unescoworldheritagesites.com

Nasabah WanaArtha: Kejagung Lips Service, Penuh Kebohongan Dan Tebar Fitnah - News

Ungkapan kekesalan perwakilan Pemegang Polis WanaArtha kepada Jampidsus dalam bentuk topeng serial TV

JAKARTA: Pemegang Polis WanaArtha Life mulai kehabisan kesabaran menghadapi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang kerap melontarkan statement yang meresahkan korban gagal bayar perusahaan asuransi senior ini. Mereka tersinggung dan meradang mendengar pernyataan Jampidsus Ali Mukartono saat Kejagung melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI yang hanya isapan jenpol dan penuh kebohongan dengan memutar balikkan fakta.

Dalam RDP tersebut Ali Mukartono mengaku tak pernah ada manajemen WanaArtha atau nasabahnya yang datang mengklarifikasi.

Dia bahkan, mempersilahkan pihak yang mengaku-ngaku sebagai Pemegang Polis WanaArtha untuk klarifikasi.

Pernyataan Ali Mukartono sangat melukai perasaan ribuan nasabah WanaArtha yang seharusnya dia bela dan lindungi sesuai tujuan bernegara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, justru dia lupakan bahkan kebiri karena tujuan syahwat kekuasaan dan sebagai bentuk arogansi penguasa.

"Sungguh itu hanya lips service dan kebohongan publik untuk tetap menjaga citra Kejagung yang sudah terlanjur dicap tidak becus, serampangan, dan penuh tendensi untuk menyelematkan sebagian oknum penguasa, dan cara mencari muka dihadapan Presiden Jokowi seolah-olah mereka telah berhasil menyelamatkan kerugian negara, bahkan melampaui target yang dilaporkan BPK RI atas kerugian keuangan negara atas kasus mega korupsi Jiwasraya," tegas Drs Wahjudi Akt, (76) pensiunan Auditor BPKP RI yang juga salah satu Nasabah WanaArtha dan paling senior mempercayai Investasi selama 26 tahun kepada WanaArtha bersama ratusan nasabah saat melakukan orasi di depan Gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2020).

Wahjudi menegaskan, sejak awal Pemegang Polis WanaArtha sudah melakukan berbagai upaya hukum dan nonhukum untuk menyatakan keberatan sita SRE yang berisi seluruhnya atau sebagian besar dana nasabah, yang disita secara melawan hukum dan bertentangan dengan UU Asuransi No. 40 tahun 2014, dan POJK Nomor 71 Tahun 2016 dan perubahannya terkait kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan bertentangan dengan pasal 39 KUHAP..

Sementara itu salah satu peserta aksi damai, Ellusi Phanata Djikoren menyebutkan beberapa upaya hukum dan nonhukum juga telah dilakukan Pemegang Polis antara lain, melakukan Praperadilan di PN Jakarta Selatan. Walaupun substansi sudah diperiksa dan karenamya diketahui substansinya oleh Kejagung namun dinyatakan gugur karena hakim berpendapat perkara pokok korupsi Jiwasraya sudah terlebih dahulu disidangkan.

Selain itu, kata dia, Pemegang Polis WanaArtha juga melakukan upaya hukum Class Action yaknj perbuatan melawan hukum organ negara justru kepada rakyatnya sendiri terkait keberatan sita yang serampangan dan jelas bukan milik tersangka apalagi terdakwa.

"Diajukan di PN Jakarta Selatan, dimana Kejagung pada sidang pertama tidak hadir dan diduga "sengaja" menunda proses persidangan dan pembuktian agar perkara Jiwasraya selesai diperiksa dan tuntutan sudah terlebih dahulu diajukan. Sungguh suatu perbuatan yang tidak terpuji dan picik yang justru dilakukan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya menjunjung tinggi aturan hukum," ucapnya.

Pada kesempatan itu Samsuga Sofyan,  yang juga tercatat sebagai nasabah bersama keluarga besarnya di WanaArtha menambahkan, perusahaan asuransi yang telah eksis hingga 46 tahun ini sudah mengajukan keberatan penyitaan SRE pada perkara Jiwasraya pada tanggal 2 Juni 2020. Sementara Pemegang Polisi juga mengajukan hal yang sama pada tanggal 3 Juni dan tanggal 6 serta 7 Agustus 2020 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat cq Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara para terdakwa Jiwasraya.

"WanaArtha melalui Direktur Keuangan Daniel Halim sedikitnya sudah 4 kali memberikan keterangan dalam klarifikasi kepada Kejagung baik selama, masa penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan di depan sidang pemeriksaan saksi pada tanggal 6 Agustus 2020. Pemegang polis juga sudah bersurat meminta perlindungan hukum dan politik yang berkeadilan dan pengawasan jalannya pemeriksaan yang fair dan sesuai hukum kepada Presiden Ir. Joko WIdodo, Pimpinan MPR, DPR, DPD RI, Komisi III dan XI DPR RI, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung,"kata jurnalis senior di media politik ini.

Menurut Samsuga, Pemegang Polis telah mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum dan politik dengan meminta audiensi kepada Komisi III yang merupakan mitra kerja Kejagung dan Komisi XI yang merupakan mitra kerja OJK untuk memastikan pengawasan proses penyitaan, pemeriksaan perkara dan perlindungan kepada Pemegang Polis dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundangan terkait.

"Kami pun selaku Pemegang Polis sudah melakukan audiensi ke Komisi Kejaksaan untuk mengawasi pelaksanaan fungsi dan tugas penuntutan oleh Kejagung sesuai dengan KUHAP dan aturan yang berlaku. Kami juga sudah pula melakukan klarifikasi menerima tantangan fitnah Jampidsus Ali Mukartono yang menyatakan bahwa kami adalah pemegang polis yang "ngaku-ngaku" dan tidak bisa membuktikan dana dalam Sub Rekening Efek Wanaartha Life adalah dana premi kami dan bahwa Kejagung hanya menyita saham Benny Tjokro di WanaArtha. Keterangan tersebut penuh kebohongan karena tidak sesuai fakta di persidangan maupun di luar persidangan. Jampidsus Ali juga melakukan fitnah karena tak berdasarkan fakta bahwa WanaArtha Life mulai bermasalah atau gagal bayar atau apapun namanya termasuk merugikan para Pemegang Polis sejak Oktober 2019 padahal nilai manfaat polis masih bisa diterima terakhir di bulan Februari akhir 2020, sebelum penyitaan okeh Kejsksaan. Jampidsus yang satu ini suka berfantasi ataupun berkhayal sayangnya tidak mutu apalagi lucu bahkan terkesan picisan serta sangat dan sangat tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara penegak hukum sekelas Jampidsus dalam persidangan Komisi III DPR yang mulia dan sangat terhormat itu  Bukankah saya sebagai Pemegang Polis sejak 26 tahun yang lalu mengalami sendiri secara langsung bahwa baru kali ini gagal bayar sejak Maret 2020 di mana manfaat investasi kami terpaksa hanya dibayar 50% bukan pada Oktober 2019 seperti ocehan murahan atau  bualan di pasar oleh Jampidsus tersebut diatas," tegasnya.

Mantan Audior Utama ini lebih jauh berkata, Pemegang Polis WanaArtha telah dengan berani datang ke Kejagung pada 11 September 2020 dan membuktikan bahwa SRE yang disita dananya sejatinya milik Pemegang Polis bukan milik WanaArtha Life, apalagi milik terdakwa Jiwasraya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat