unescoworldheritagesites.com

MA Anulir Putusan Onzlagh PN Jakarta Selatan - News

MA

JAKARTA:  Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) menganulir putusan onzlagh (ada perbuatan tetapi bukan tindak pidana) majelis hakim Pengadeilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pimpinan Florensani Kendengan SH MH terhadap Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) Robianto Idup. MA selanjutnya menghukum lelaki yang sempat melarikan diri ke Belanda sehingga DPO itu (Robianto Idup) dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan (18 bulan).

Seorang aparat di kepaniteraan MA dan seorang petugas juga di kepaniteraan PN Jakarta Selatan membenarkan bahwa perkara Robianto Idup telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Status hukum Robianto Idup telah menjadi terpidana. “PN Jakarta Selatan telah menerima turunan putusan atas nama terdakwa Robianto Idup dari MA. Saat ini tengah dibuatkan administrasi pengiriman salinan putusan baik kepada terdakwa maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan,” ungkap salah seorang petugas PN Jakarta Selatan, Jum'at (5/3/2021).

Saksi korban penipuan terpidana Robianto Idup, Herman Tandrin, Direktur PT GPE, juga mengaku telah mendapat info bahwa kasus yang merugikannya Rp72 miliar telah diputus MA. Kasasi JPU Marly Sihombing dan Bobby Mokoginta dikabulkan MA. Sebaliknya kontra memori kasasi Robianto Idup dengan penasihat hukumnya ditolak MA.

JPU sebelumnya meminta kepada majelis hakim pimpinan Florensani Kendengan agar terdakwa Robianto Idup dihukum 3 tahun dan 6 bulan atau 42 bulan penjara dengan alasan
bahwa terdakwa Robianto Idup yang sempat masuk red notice terbukti secara sah dan meyakinkan merugikan Herman Tandrin Rp72 miliar lebih. Namun, karena majelis hakim PN Jakarta Selatan menganggap perbuatannya perdata Robianto Idup dibebaskan dari segala tuntutan hokum (pidana).

Putusan onzlagh tersebut mendorong Herman Tandrin mengadukan majelis hakim yang diketuai Florensani Kendengan ke Komisi Yudisial (KY) dan Bawas MA. Hanya saja sampai saat ini belum ada tindaklanjutnya yang konkrit.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan yang ditanya kapan dilakukan atau dilaksanakan  eksekusi (badan) atas putusan kasasi MA atau dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan terpidana Robianto Idup dijawab, masih menunggu salinan putusan dari PN Jakarta Selatan. “Kami selaku eksekutor putusan MA belum bisa menjalankan eksekusi kalau belum menerima salinan putusan. Jika salinan putusan sudah kami terima, pasti
segera melaksanakan eksekusi,” kata seorang eksekutor di Kejari Jakarta Selatan.

Kasus penipuan dan penggelapan disebutkan JPU dilakukan Robianto Idup dari awal hingga penghujung 2012. Bermula kerja sama bisnis atau pertambangan batubara antara Robianto Idup selaku Komisaris PT DBG dan Herman Tandrin dari PT GPE. Oleh karena mereka sudah saling kenal jauh hari sebelumnya,  pihak PT GPE telah terlebih dahulu mengerjakan pembuatan jalan, pelabuhan dan fasilitas lainnya di kawasan pertambangan PT DBG sebelum dibuat perjanjian kerja sama.

Awalnya PT GPE selaku kontraktor tambang  dibayar PT DBG. Namun pada tahapan-tahapan pembayaran berikutnya invoice atau tagihan tersebut tidak dicairkan PT DBG. Padahal, PT GPE sempat beberapa kali mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan karena tak dibayar. Tetapi janji-janji akan segera bayar jika dilanjutkan terus pekerjaan ternyata tetap saja hanya janji dan tak kunjung direalisasikan atau ditepati oleh Robianto Idup/PT DBG. Padahal dalam kurun waktu tersebut PT DBG dapat menjual sekitar Rp 71 miliar batubara dari hasil penambangan PT GPE. Akibatnya, Herman Tandrin pun merugi Rp72 miliar lebih. *** 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat