unescoworldheritagesites.com

Djuyamto SH MH Punya Ikatan Spiritual Dengan Wartawan? - News

Djuyamto SH MH

JAKARTA: Sudah berulangkali bertemu atau wawancara dengan sejumlah Hubungan Masyarakat (Humas) entah itu di eksekutif, legislatife maupun yudikatif. Di DKI Jakarta saja terdapat lima Humas di Pengadilan Negeri. Belum lagi di Pengadilan Tinggi (PT) DKI. Namun tidak “seadem” Humas yang seorang ini.

Dia tidak saja memahami bahkan bisa mendalami siapa jurnalis yang tengah mewawancarainya. Ada kesan-kesan persahabatan, ikatan tali silaturahmi terpancarkan dari setiap pertemuan atau dialektika (wawancaranya) dengan wartawan. Hal itulah tentunya membuatnya cepat akrab dan nyaris terus diingat wartawan-wartawan yang sempat berinteraksi dengan dirinya selaku Humas.

Demikianlah sosok Humas yang juga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Djuyamto SH MH. Dia tidak saja akrab bergaul sehari-hari dengan wartawan, tetapi di medsos termasuk facebook pun dia bergaul banyak ke berbagai kalangan masyarakat. Sebagai hakim pembina madya dengan golongan IV/c yang di facebook dikenal sebagai Djuyamto Hadi Sasmito juga tampak menjalin tali silaturahmi yang erat dengan kalangan seniman. Entah itu seniman tradisional maupun modern.

“Saya senang kalau bisa membaur dengan semua kalangan. Enak juga sih kalau bisa “menyatu” sebentar dengan kawan-kawan jurnalis. Saya sendiri pun tidak bisa melupakan kawan jurnalis yang sudah saya tinggalkan karena saya dipindahtugaskan. Mereka tak bisa begitu saja melupakan saya, dan saya pun demikian. Saya suka bergaul dengan jurnalis dengan segala keunikannya,” demikian Djuyamto yang membawa angin segar bagi wartawan di Jakarta Utara setelah agak kurang jalinan komunikasi dan koordinasi usai ditinggalkan Humas Hasoloan Sianturi SH MH.

Sebelum menghirup udara laut pinggi Jakarta (sekarang tentu saja tidak menghirup karena kantor PN Jakarta Utara di bekas kantor PN Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada), Djuyamto memang sudah kenyang pengalaman menjalankan tugas dari satu daerah ke daerah lainnya. Dia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Saat di Pengadilan Negeri Dompu itulah dia mengajukan uji materi terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2011 yang melarang hakim menjabat struktural ke Mahkamah Agung. Uji materi itu dilayangkan karena menurut dia, hakim lebih tepat menjabat struktural karena hakim sendirilah yang mengetahui kebutuhan peradilan.

Selanjutnya Djuyamto pindah tugas di Pengadilan Negeri Kota Bekasi. Di sana, dia sempat menangani kasus yang menjadi sorotan, yakni pembunuhan satu keluarga di Bekasi Harris Simamora. Tak tanggung-tanggung, Djuyamto waktu itu menjatuhkan hukuman mati pada Harris dalam sidang yang berlangsung 31 Juli 2019 tersebut.

Harris terbukti bersalah, sesuai Pasal 340 KUHP dan Pasal 363 ayat (1) ke 3 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan berencana dan pencurian dalam keadaan memberatkan.

Hukuman hakim ini, sesuai dengan tuntutan jaksa yang juga menuntut hukuman mati kepada Harris. Adapun salah satu alasan majelis hakim memutuskan Harris melakukan pembunuhan berencana, yakni terletak pada kronologi pembunuhan yang dijelaskan Harris sebelumnya pada pembacaan nota pembelaan.

Sesuai kronologi, majelis hakim menilai ada jeda waktu 15 menit saat Harris dihina korban hingga akhirnya melakukan pembunuhan.  "Terdapat jarak waktu antara perkataan hinaan dengan aksi pembunuhnya, sekitar 15 menit. Jelas adanya tenggang waktu yang digunakan untuk mengurungkan niatnya, tapi dia tetap melakukan perbuatannya," demikian Djuyamto.

Apa yang diputuskannya dikuatkan baik di tingkat banding maupun kasasi. Itu salah satu bukti bahwa putusan tersebut benar-benar berdasarkan pertimbangan yang mendalam bahkan juga perenungan sebagai manusia yang selalu memuliakan Tuhan.

Setelah menginjakkan kaki di PN Jakarta Utara, Djuyamto mendapat tugas yang tidak ringan. Yaitu menjadi Ketua Majelis Hakim menyidangkan dua polisi penyerang/penyiram penyidik senior KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Awal-awal persidangan tidak sedikit pihak yang menuding majelis hakim berat sebelah atau cenderung ke terdakwa. Bukan Djuyamto namanya kalau tidak dapat menjawab tudingan-tudingan tak mendasar itu. Persidangan dilakukan live streaming.

Walaupun tidak terkait dengan persidangan itu, sejak kehadiran Djuyamto pulalah ada Media Center PN Jakarta Utara. Lewat Media Center interaksi antara pengadilan dengan jurnalis semakin mudah dijalankan. Di Media Center itu pengadilan dapat menyampaikan siaran pers dan wartawan dapat bahan berita dari tempat sama.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat