unescoworldheritagesites.com

KPK Harapkan Desa Antikorupsi Menginspirasi Masyarakat - News

KPK

JAKARTA: KPK menerima ribuan laporan masyarakat dari seluruh Indonesia yang menyangkut dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa. Namun tidak seluruh laporan itu ditindaklanjuti dengan berbagai pertimbangan.

"Sejak peluncuran dana desa, banyak sekali laporan masyarakat yang disampaikan kepada KPK," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (1/12/2021).

Kewenangan KPK  sesuai Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPKberlaku terhadap pejabat negara dan penyelenggara negara. Kepala desa bukanlah pejabat negara dan bukan penyelenggara negara. "Kami harus berkoordinasi dengan Kementerian Desa PDTT supaya laporan-laporan itu ditindaklanjuti paling tidak dilakukan klarifikasi jangan-jangan hanya calon kepala desa yang kalah kemudian melaporkan atau masyarakat yang kecewa terhadap layanan desa itu," katanya.

KPK baru bisa bertindak apabila laporan penyimpangan keuangan oleh kepala desa ada kaitannya dengan penyelenggara negara, pejabat negara atau aparat penegak hukum. "Seperti beberapa bulan lalu ketika KPK melakukan OTT Bupati di Jawa Timur, ada 20 calon pelaksana tugas (Plt)) Kades kita tindak, bayangkan untuk menjadi Plt kades saja mereka mau dan bersedia menyetor, pasti harapannya kalau nanti ditunjuk Plt ada sesuatu yang bisa diambil," ungkapnya.

Menghindari terus merajalela penyalahgunaan dana desa, KPK menetapkan Desa Panggungharjo, Bantul menjadi desa antikorupsi pertama di Indonesia. Semangat dari program ini, dapat mencegah praktik korupsi dari tingkat desa atau kelurahan. "Saya berharap agar Program Desa Antikorupsi ini dapat menjadi awal pencegahan korupsi yang dimulai dari lingkup terkecil hingga bisa mewujudkan Indonesia bebas korupsi," kata Alexander Marwata.

Dia merasa senang berada di salah satu desa di Kabupaten Bantul yang menjadi percontohan desa antikorupsi. "Harapannya supaya ini viral sehingga mampu menjadi virus yang menyebar ke desa lain, bupati, dan kepala daerah provinsi yang lain," katanya.

Alexander Marwata mengaku sedih setiap kali mendengar ada kepala desa yang diproses aparat penegak hukum karena melakukan penyelewengan atau penyimpangan dana desa. Apalagi peristiwa itu terjadi akibat ketidaktahuan mereka dalam penggunaan anggaran atau tidak tertib administrasi. "Saya tanya rata-rata mereka (kades) lemah secara administrasi, dan mereka sebetulnya tidak paham aturan yang mengatur dana desa, mungkin karena latar belakang pendidikannya. Membaca undang-undang (UU) saja tidak pernah, apalagi dengan menghadapi UU yang berbelit-belit," tuturnya. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat