unescoworldheritagesites.com

Ibu Rumah Tangga Mengaku Jadi Korban Mafia Tanah Kirim Surat Kepada Kapolri - News

Korban mafia tanah Ginawati dan suaminya yang kritis di sebuah rumah sakit. (Sadono)

JAKARTA: Seorang ibu rumah tangga warga Kebon Jeruk Jakarta Barat, Ginawati mengaku jadi korban mafia tanah. Selain kehilangan ruko, Ginawati dan anaknya mengaku malah menjadi tersangka di Polda Metro Jaya.

Ginawati ingin mencari keadilan, dia mengirim surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan harapan bisa mendapatkan keadilan. "Saya berharap dengan surat kepada Kapolri, saya bisa mendapatkan keadilan," kata Ginawati, Selasa (8/2/2022).  Surat terbuka itu sudah dikirimkan pada 21 Januari 2022 dengan diteken di atas meterai. Dalam suratnya, Ginawati menjelaskan semua duduk masalah yang menimpanya.

"Surat Terbuka saya ini sebenarnya akumulasi dari keterpurukan saya dan ketidakadilan atas proses hukum yang saya alami. Saya tidak tahu harus mengadukan ke mana lagi. Sebagai pimpinan Kepolisian, saya percaya Bapak Kapolri masih berkenan kiranya menindaklanjuti pengaduan dan keluhan saya ini," tulis Ginawati dalam suratnya.

Melalui surat terbuka kepada Kapolri, Ginawati menceritakan, persoalan hukum yang dihadapinya berujung pada penetapan dia dan anakbya sebagai tersangka di Unit II Kamneg-Direskrimum Polda Metro Jaya dengan tuduhan Pasal 167 KUHP. Berawal pada 19 Agustus 2017, suami Ginawati mengalami anurisma (bisul pecah di pembuluh darah otak kiri). 

Akibatnya, suami Ginawati kritis dan dirawat di rumah sakit di Jakarta Barat yang membutuhkan biaya yang cukup besar.
Ginawati sempat berniat meminjam uang pada bank dengan menjaminkan ruko. Namun tidak berhasil karena pajak ruko masih belum dibayar dan balik nama dari pemilik asal berinisial DBL.

Ginawati kemudian dikenalkan kepada seseorang berinisial AG yang kemudian mengenalkannya kembali ke ES. Sosok ES ini yang disebut akan meminjamkan uang kepadanya. Ginawati berkomunikasi dengan ES melalui aplikasi WhatsApp yang menyepakati soal peminjaman uang Rp 2,7 miliar. Skema pinjamannya, uang itu dipotong diskonto sebesar 6 persen dan bunga pinjaman sebesar Rp 400 juta per tiga bulan.

Ginawati sempat diminta memberikan aset sebagai jaminan pengembalian pinjaman dalam bentuk AJB. Namun hal itu ditolak karena Ginawati berniat sejak awal hanya meminjam uang, bukan menjual aset ruko.
Ginawati mengaku percaya dengan masalah pinjaman uang dengan bunga dan diskonto itu. Pada 23 November 2017, terjadi pertemuan di kantor Notaris IR di Jakarta Barat.

Pada pertemuan itu, Ginawati dikenalkan kepada AA yang mengaku sebagai pihak pemberi pinjaman sebenarnya. Inti pertemuan itu kesepakatan pinjaman dari AA kepada anak Ginawati berinisial TW. AA dan ES diduga meminta melalui notaris agar PPJB ditandatangani dengan objek ruko milik Ginawati. Menurut Ginawati, Notaris IR menyatakan dokumen itu tidak akan keluar dari kantor notaris, karena masalah utang piutang tidak boleh menjadi peralihan aset.

Ginawati kemudian disodorkan akta pengosongan, perjanjian pembelian kembali aset, perjanjian utang piutang, surat perintah transfer. Dokumen itu disimpan di kantor Notaris IR. Pada hari yang sama, anak Ginawati mendapat pengiriman uang dari AA. Dari total uang Rp 2,7 miliar yang dipinjam, dipotong Rp 500 juta dengan alasan biaya pajak atas objek PPJB dan administrasi akta. Selain itu, dipotong juga Rp 162 juta terkait pembayaran diskonto 6 persen sehingga total uang pinjaman yang diterima anak Ginawati Rp 2.038.0000.000. 

Namun utang yang tetap dibayar tetap Rp 2,7 miliar. Atas pinjaman itu, Ginawati mengaku rutin membayar bunga pinjaman Rp 400 juta untuk masa 3 bulan. Menurut dia, uang ditransfer ke rekening ES karena kesepakatan di kantor notaris.

Ginawati menyebut ES sebagai perwakilan AA dan selama pembayaran itu pun tidak ada masalah. ES disebut rutin menagih sekaligus memberi info bahwa bunga pinjaman sudah dibagikan ke AA dkk. Tiga bulan berlalu, ES menawarkan perpanjangan pinjaman selama 3 bulan selanjutnya. Ginawati menyetujuinya karena ia masih perlu biaya berobat untuk suaminya.

Atas kesepakatan baru, Ginawati diwajibkan kembali membayar bunga pinjaman untuk 3 bulan perpanjangan dengan besaran Rp 400 juta. Hal itu diakui Ginawati sudah dipenuhi sesuai kesepakatan. Sekitar enam bulan sejak peminjaman, Ginawati mengaku tak sanggup membayar bunga 6 persen per bulan. Ia meminta rukonya dijaminkan ke bank dengan memakai perusahaan ES.

ES menyetujui dan mengatakan sudah ada bank yang setuju peminjaman Rp 5 miliar. Namun, ES meminta pengembalian pinjaman Rp 3.450.000.000 serta Rp 1.500.000.000 untuk biaya jasa mengagunkan.
Ginawati mempertanyakan hal tersebut karena ia hanya mendapat Rp 50 juta dari pinjaman tersebut Ginawati keberatan. Karena belum ada penyelesaian soal utang, AA diduga melaporkan Ginawati dan anaknya, TW, ke Polda Metro Jaya dengan tudingan penggelapan atau penipuan pada 14 Januari 2019. 

Berdasarkan gelar perkara pada 31 Desember 2019, penyidikan diberhentikan karena tidak cukup bukti. Namun menurut Ginawati, sertifikat yang semula dititipkan di kantor Notaris IR diserahkan ke AA. Ginawati menyebut sertifikat itu dibalik nama menjadi atas nama AA.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat