SORONG: Warga Raja Ampat mempertanyakan objek penilaian Tim Adipura Papua dan Papua Barat yang akhirnya, memberikan stigma buruk (kota kecil terkotor) bagi Waisai ibukota Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Stigma buruk Kota Waisai tersebut sangat tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pasalnya, untuk kota Waisai sendiri sangat bersih dalam ukuran untuk kota kecil.
“Jangan tempat pembuangan akhir (TPA) dijadikan ukuran untuk melekatkan kota Waisai dengan predikat (terkotor) seperti saat ini sedang Viral di Medsos,”kata Markus, warga Raja Ampat kepada wartawan di Sorong, Minggu (20/1/2019).
Warga Kabupaten Raja Ampat menyadari sepenuhnya, bahwa untuk meraih anugerah Adipura, itu membutuhkan kerja keras semua komponen masyarakat di daerah ini. Oleh karena itu, Kota Waisai tengah ditata menjadi indah bukan saja oleh Pemda tapi juga kelompok dan individu rakyat setempat.
Warga Raja Ampat mengetahui benar, bahwa Anugerah Adipura Kencana merupakan penghargaan Adipura tertinggi kepada kabupaten/kota yang memenuhi syarat sebagai kota yang berkelanjutan.
Kota yang dinominasikan Anugerah Adipura Kencana ini diharapkan tidak hanya mampu menyelesaikan berbagai isu lingkungan hidup namun juga mampu terus berinovasi di antaranya di bidang pengelolaan sampah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Realisasi dari pernyataan di atas kini tengah digalakan oleh masyarakat dan Pemda Raja Ampat. Agar, di tahun-tahun mendatang Kota Waisai menyabet predikat anugerah Adipura Kencana.
Masyarakat daerah ini sedang berupaya untuk menjaga pengendalian dampak perubahan iklim, pemanfaatan energi baru terbarukan, serta penurunan ketimpangan ekonomi dan sosial berbasis pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
“Kami menyadari bahwa daerah kami merupakan kawasan tujuan wisata dunia. Oleh karena itu, Pemda di bawah kepemimpinan Bupati Abdul Faris Umlati (AFU) terus mengimbau warga menjaga lingkungan daerah masing-masing tetap bersih untuk dikunjungi wisatawan,”kata Markus kepada wartawan di Sorong, Minggu (20/1/2019) pagi.
Perlu diketahui bahwa, program pembangunan yang dicanangkan Pemda kabupaten Raja Ampat saat ini, mengacu pada regulasi. Atau, peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pengolahan sampah serta pengendalian kebersihan lingkungan di daerah ini.
Warga Raja Ampat, juga mempertanyakan sejak kapan Tim Penilai Adipura tiba di Kota Waisai untuk melakukan tugasnya. Seharusnya, tim penilai melakukan koordinasi dengan pihak dinas lingkungan hidup Raja Ampat untuk paling tidak mengetahui investigasi tertutup mereka di Kota Waisai.
Kan, sesuai dengan aturan baru, lanjut Markus, penilaian dilakukan juga melalui Presentasi dan wawancara yang dilakukan secara terbuka dan dihadiri tidak hanya oleh Pejabat Eselon I dan II lingkup KLHK. Namun, juga dihadiri perwakilan dari Pusat Studi Lingkungan atau akademisi perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan hidup.
Kagiatan seperti itu, belum dilakukan oleh Tim Penilai Adipura Papua dan Papua Barat di Kota Waisai tahun lalu. Tapi, tim tersebut langsung memberikan predikat (nilai) kota terkotor bagi Waisai ibukota Kabupaten Raja Ampat, bersama 9 kota lainnya di Indonesia.
Warga Raja Ampat yakin, bukan hanya bersih, hijau, dan sehat, namun Kota Waisai juga berkelanjutan dalam mewujudkan kota layak huni (livable city) bagi penduduknya.