unescoworldheritagesites.com

Natalius Pigai Sebut Kaum Milenial Cenderung Pilih Prabowo - News

Bekasi Ngopi

BEKASI: Komisioner Mantan Komnas HAM periode 2012-2017, Natalius Pigai menilai untuk membangun kesadaran politik di Indonesia masih lamban. Karena di tahun 1955 saja, masyarakat itu politiknya anonim. Terkait, tidak banyak masyarakat yang menentang proses sistem demokrasi dan bagaimana penyelenggaraan pemilu.

"Sampai hari ini pun masih berputat pada keputusan tentang tingkat partisipasi, hak memilih dan hak dipilih," katanya usai diskusi "Demokrasi dan HAM di Milenial Tangan" yang digagas oleh Organisasi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi), di Kopi Titirah, Pasar Simpasa , Summarecon, Kota Bekasi, Sabtu (2/3/2019).

Dengan demikian, menurut Natalius, pemimpin harus sadar bahwa kesadaran demokrasi belum terbangun dengan baik dan benar di Indonesia.

Salah satunya, misalnya, tentang pengetahuan atau pendidikan demokrasi bagi masyarakat, dilakukan oleh partai politik. Hal ini lebih penting untuk mengkapitalisasi kelompok-kelompok kepentingannya. Tapi tidak pernah menyampaikan hal-hal tentang demokrasi secara subtansial kepada masyarakat.

"Karena itu, jika kita melihat dengan apa yang dilakukan oleh Garbi dan kaum milenial yang ada di Bekasi ditengah-tengah pasar, itu merupakan kemajuan. Di mana, kesadaran politik itu bisa dibangun oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil dengan generasi milenial," kata dia.

Selain itu, lanjut Natalius, penyelenggara pemilu ditengah-tengah menyampaikan informasi yang benar tentang demokrasi. Jika keseluruhan, demokrasi di Indonesia masih mencapai tingkat partisipasi.

Penting, negara demokrasi seperti di Amerika Serikat tingkat partisipasi pemilu tidak menjadi penting. Karena masyarakat di Amerika sudah terpolarisasi dalam kontek ideologi.

"Partai-partai di Amerika adalah ideologis, jika kita partai massa. Partai massa berusaha untuk dipegang, didukung partainya lebih banyak di Amerika hanya dua. Mendukung, ada kelompok lain yang bisa mewakili kelompok lain. Tapi, dalam satu ideologi yang sama seperti demokrat dan republik , "terang dia.

Diketahui, Indonesia telah mentargetkan partisipasi pemilu mencapai 76 persen. Diperkirakan, di masa depan akan datang. 

"Jadi, tidak boleh stagnan diangka 76 persen tersebut," katanya.

Menurut Natalius, tingkat partisipasi masyarakat dapat ditunjang oleh perwakilan dari milenial yang mencapai 78 persen atau 87 juta hampir 30 hingga 40 persen. Terkait, kompilasi kaum milenial tidak berpartisipasi dalam pemilu, maka tingkat prtisipasi juga akan berkurang.

Karena itu, bagaimana pemerintah harus menyadarkan pentingnya partisipasi aktif. Hal itu secara otomatis akan mendongkrak tingkat partispasi pemilu.

"Jangan sampai kompilasi mereka di daftar dan masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), tetapi tidak pernah ikut nyoblos. Itu artinya, ada yang salah disitu. Bagaimana masyarakat atau kaum milenial itu, mereka apatis terhadap pemerintah,"

Menurutnya, kaum milenial mencari perubahan demi perubahan. Jadi kesadaran tentang perubahan itu, kaum milenial akan bisa ikut berpatisipasi aktif jika ada perubahan-perubahan termasuk berfikir, harapan, pendidikan, program, sikap pemerintah (tata kelola), termasuk perubahan kepemimpinan nasional.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat