unescoworldheritagesites.com

Koruptor Berbondong-bondong Ajukan Peninjauan Kembali - News

ICW

JAKARTA: Sejak mantan hakim agung Artidjo Alkostar memasuki masa pensiun, seketika itu pula terpidana korupsi berbondong-bondong mengajukan upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK). Agaknya para terpidana tersebut berharap PK-nya bakal dikabulkan Mahkamah Agung (MA) menyusul telah tak bersidangnya lagi hakim agung antikorupsi Artidjo. Sampai ada di antara terpidana itu yang mengajukan PK untuk kedua kalinya.

Melihat itu Indonesia Corruption Watch mendesak MA agar menolak semua permohonan PK terpidana korupsi tersebut. ICW khawatir PK hanya dijadikan upaya koruptor untuk bebas dari jerat hukum. "Apalagi mengingat hakim agung Artidjo telah purna tugas per Mei 2018," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Jakarta, Senin (3/6/2019).

Menurut Kurnia, selepas Artidjo pensiun putusan MA pada tingkat PK seringkali berpihak pada koruptor. Dia mencontohkan putusan PK terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, Choel Mallarangeng. Pengadilan tingkat pertama menghukum adik Andi Mallarangeng itu 3,5 tahun penjara. Di tingkat PK, MA meringankan hukumannya menjadi 3 tahun.

Kurnia mengatakan MA telah mengabaikan syarat pengabulan PK dalam kasus Choel. MA menyebutkan bahwa alasan utama mengabulkan PK itu karena Choel telah mengembalikan uang yang telah diterimanya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana.

MA juga mengabulkan peninjauan kembali mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo. Sebelumnya Suroso dihukum 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta, dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar 190 ribu dolar Amerika Serikat (AS). Namun putusan PK malah menghilangkan kewajiban pembayaran uang pengganti itu.

"Sebanyak apapun uang yang telah dikembalikan koruptor, tidak bisa jadi dasar penghapusan hukuman," kata Kurnia. Karena itu, ICW mendesak MA menolak setiap permohonan PK yang diajukan oleh terpidana korupsi. ICW juga menuntut KPK mengawasi jalannya persidangan serta hakim yang memeriksa PK terpidana korupsi.

Dalam daftar yang sedang mengajukan PK terdapat nama-nama koruptor yang telah dikenal luas oleh publik, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dan eks Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman.

Terpidana pemohon PK itu sendiri, termasuk yang sudah untuk kedua kalinya tetap saja merasa optimis PK-nya bakal dikabulkan MA setelah Artidjo tiada ada lagi. Sebab, Artidjo dikenal paling tidak bisa diajak kompromi dalam pemberian hukuman terhadap koruptor. Artidjo juga dikenal sebagai hakim agung yang doyan menggelembungkan hukuman penjarah-penjarah uang rakyat tersebut.

"Data ICW menyebutkan sejak tahun 2007 sampai tahun 2018 ada 101 narapidana yang dibebaskan, 5 putusan lepas, dan 14 dihukum lebih ringan daripada tingkat pengadilan pada fase peninjauan kembali. Tren yang kerap kali menghukum ringan pelaku korupsi harus menjadi evaluasi serius bagi MA, karena lambat laun akan semakin menurunkan kepercayaan publik pada lembaga peradilan," jelas Kurnia.

MA sebelumnya tercatat mengabulkan PK yang diajukan Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng dalam kasus suap proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor. Hasilnya, hukuman Choel berkurang 6 bulan, dari yang seharusnya 3,5 tahun menjadi hanya 3 tahun.

MA juga mengabulkan PK mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo yang terbukti mendapatkan fasilitas mewah dan gratifikasi dari rekanan selama di London, Inggris. Dia telah dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan membayar uang pengganti sebesar USD 190 ribu pada tingkat kasasi di 2016.

Namun, MA mengurangi putusan tersebut lewat putusan PK. Suroso pun dinyatakan tak perlu membayar uang pengganti USD 190 ribu. MA juga menyunat hukuman OC Kaligis, dari 10 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Selain itu, MA juga mengurangi vonis PNS di Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Bambang Turyono dalam kasus korupsi irigasi 2008.

Hukuman Bambang dipotong lewat putusan PK. Hukumannya diturunkan menjadi 4 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan dari sebelumnya divonis 6 tahun bui dan denda Rp 300 juta subsider 7 bulan kurungan. Namun, dia tetap dinyatakan terbukti bersalah merugikan keuangan negara.

Terbaru, MA menurunkan hukuman koruptor Rp 132 miliar Tamin Sukardi dari 8 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara terkait kasus pelepasan hak guna usaha (HGU) tanah PT Perkebunan Nusantara II (Persero) di Deli Serdang. Sebelumnya, oleh PN Medan Tamin dihukum 6 tahun penjara dan diperberat oleh PT Medan menjadi 8 tahun penjara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat